E : 03

668 29 14
                                    

LAGI - aku menghela nafas, menatap sendu pada langit biru dari jendela kamar. Angin lembut yang menyapa membawa ketenangan pada diri ini. Benar-benar menyenangkan dan aku pasti akan menikmatinya jika saja hati ini tidak di huni oleh rasa gundah yang semakin memberat. Aku ingin melupakan semuanya - yang pernah diri ini lalui. Namun apa aku bisa?

Kembali mata ini terasa panas. Lantas, satu tarikan nafas panjang aku ambil dan melepaskannya secara perlahan. Berusaha untuk mengusir rasa yang menyakitkan hingga membuat sesak di dada. Hanya sisa beberapa hari lagi, aku dan Mile bakal menikah. Setelahnya, semuanya bakal berakhir.

Kisah ku dan hubungan ku.

Puas aku mengusir bayangannya tapi semakin keras usahaku semakin sering bayangan itu menjadi raja di pikiran. Menghancurkan hati dan perasaan tanpa belas kasih.

Aku menghentikan lamunanku. Mengunci kembali semua hal yang terjadi belakangan ini - menyembuyikan segala kekacauan yan terjadi - setelah mendengar ketukan kecil dari balik pintu dan disusul dengan tolakan pelan. Aku tersenyum melihat sosok itu.

" Papo!" anak itu berlari kecil dengan senyuman manisnya, memelukku.

Aku tertawa karena pelukannya kali ini benar-benar erat. Tidak seperti sebelumnya.

" Aku merindui mu!" katanya.

" Papo juga sama! Bagaimana sekolahmu hari ini?" tanyaku dengan ramah.

" Sama seperti biasanya. Mereka tetap saja membully ku, mengatai dan menjauhiku. Aku ingin berhenti sekolah tapi aku sudah janji sama papi, nenek dan papo jika aku akan belajar dan menjadi anak pintar. Aku tidak ingin membuat kalian kecewa. Aku bakal membuktikan pada mereka, pada tante Machida jika aku juga bisa berhasil membanggakan keluargaku, seperti papo membanggakan nenek dan papi!"

Kaku aku ketika mendengarkan luahan Aak. Benar ternyata tebakanku selama ini, anak ini sedang menjalani hal yang pernah ku lalui waktu itu.

Hati ini mula merasa khawatir. Khawatir jika Aak tidak bisa bertahan sebagaimana aku menahan rasa itu jauh dalam hati. Bahkah dalam usahaku menahan semua rasa itu, jiwaku turut memberontak. Parahnya hati ini turut di penuhi dengan dendam yang pada akhirnya memakan diriku sendiri - tidak tersisa.

Aku tidak mahu jika Aak mengalami apa yang aku alami hari ini. Cukup hanya aku!

" Tidak apa. Kamu belajar saja yang benar, biar bisa masuk ke sekolah berprestasi, universitas bagus. Dapat kerja juga bagus. Tunjukkan saja pada Tante Machida jika keluarga kita juga bisa!" balasku padanya dengan tangan yang terus saja mengelus kepalanya dengan sayang.

Tanpa sadar aku memberikan kata dorongan pada diri Aak untuk terus maju agar bisa membuktikan pada mereka jika dirinya juga bisa. Namun, apa benar itu hanyalah sekadar sebuah dorongan? Sepertimana aku mendorong diriku sendiri untuk mendapatkan apa yang ku punya saat ini walau pada akhirnya aku hidup di lingkaran dendam dan kecurigaan terhadap orang-orang! Parahnya lagi aku lebih memilih untuk terus menghindari dari menghadapi mereka dan hidup dalam duniaku sendiri.

" Papo... Papo..."

Aku kembali tersadar.

" Bibi Imm itu sudah lama tidak pulang ke rumahnya lagi! Dulu, aku sering melihat dia di hadapan rumahnya tapi sekarang sudah tidak ada. Aku ada bertanya pada teman ku soal bibi itu, kemana dia... kenapa tidak terlihat lagi, tapi katanya Bibi Imm sudah lama tidak pulang ke rumah!"

Aku kaget mendengar kabar itu. Terakhir kali aku melihat Imm adalah beberapa bulan lalu setelah aku mengusirnya dari perusahaan. Baiknya, kabar pertemuanku dan Imm tidak sampai ke pengetahuan bunda.

Dan itu cukup untuk aku menebak jika Imm tidak pulang sama sekali setelah kejadian itu atau dia sebenarnya kabur? Pikiranku sibuk menjawab setiap pertanyaan yang timbul di benakku. Namun, jujur saja dalam keterdiamanku, aku mendoakan jika ada hal yang tak terduga terjadi pada Imm - hal yang tidak pernah terbayang di pikiran Tante Machida. Inilah saatnya aku ingin melunaskan apa yang pernah tersimpan di hatiku sejak lama.

2. Drapetomania [ MileApo ] ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang