Kau membunuhku dengan kepedihan ini,
Kau hempaskanku ke dalam retaknya hati,
Hingga air mata tak mampu tuk melukiskan perih,
Yang kauukir dalam hati..
.UNTUK tiga hari ini, aku mengambil izin sakit. Sewaktu Pak Song meluluskan keizinan itu, dia sempat menasihatiku untuk segera ke rumah sakit untuk pemeriksaan dan aku hanya mengiakannya saja. Dahi ku sentuh. Tidak, ini bukanlah demam. Mungkin sedikit tidakenakan.
Namun, saat aku melihat wajahku di cermin, terlihat pucat dari biasanya.
Bekas-bekas memar dari kejadian waktu itu sudah banyak yang memudar tapi rasanya masih berbekas di ingatan.
Menurutku untuk saat ini, itu bukanlah apa-apa dan aku dengan berbesar hati menerima semua rasa sakit ini. Karena aku penyebab dari semua ini. Aku tidak tau kenapa hari itu feromonku bisa lepas dari pengendalian ku. Kemungkinan besar ianya karena kelelahan yang kualami beberapa hari terakhir ini. Puas aku berusaha mengatakan dengan jujur padanya, memohon padanya jika itu adalah sebuah ketidaksengajaan. Aku tidak mungkin ingin merayu Bible, iparku sendiri.
Cinta yang punya untuk Mile itu besar. Terlalu besar hingga aku bisa sebodoh ini.
Titisan air mata di pipi ku usap. Kali ini, aku benar-benar berharap jika ini adalah yang terakhir untukku. Cukup rasanya dia memperlakukan ku seperti ini. Untuk sisa kehidupanku selanjutnya, tidak akan kuizinkan dia kembali.
Mungkin Mile benar, menikah dengan ku adalah hal yang paling dia sesalkan karena aku juga mulai merasakannya. Penyesalan itu. Kesal karena aku mengubah kepribadianku karenanya. Kesal karena aku menerimanya kembali dan kesal dengan semuanya.
Tapi balik lagi, aku siapa hingga bisa menolak takdir itu? Apalagi ingin menyalahkan takdir yang telah tertulis untuk ku? Suara bunda terus saja bermain di pikiran. Hanya itu penguat untukku terus berjalan dengan luka di sekujur tubuh tidak terobati.
Perihnya lagi - tidak terlihat.
Rasanya kisah ini tidak akan pernah berakhir baik seperti yang ku harap tiap waktu.
Karena tidak ingin membuat hubungan Mile dan Bible semakin sulit, kutepis rasa malu - memohon bantuan Tong dan Pong. Hanya mereka yang bisa membantu ku saat ini, untuk terus mengecek kondisi Imm dan mengantar bekalan makanan untuknya sementara aku berusaha mencari cara lain agar mengantarnya pulang.
Pintu kamar kedengaran di tolak membuatku menjauh dari cermin. Membawa tubuh yang masih saja terasa lelah, berbaring di ranjang membelakangi sosok itu.
Aku sadar, mata tajam miliknya itu sedang melihat ku. Namun, aku lebih memilih untuk mengabaikannya saja dan mata ini kupejamkan. Jika keberadaannya di sini saat ini adalah untuk menyakiti kulagi, tidak perlu. Karena aku sudah cukup hancur untuk merasakan sakit.
" Nattawin!" suara itu terdengar kuat berteriak pada ku.
Aku tetap saja mendiamkan diri. Entahlah, saat ini yang ada dipikiran ku bukan lagi dirinya. Hanya bunda yang menjadi keutamaan ku. Dia - Mile, mungkin menjadi yang terakhir atau mungkin juga sosoknya itu tidak lagi kuharapkan.
Sesak rasanya saat memikirkan begitu teganya aku membohongi bunda selama ini. Dengan harap semuanya sudah berakhir diwaktu itu dan setelahnya akan lebih baik. Nyatanya, yang tidak ku ketaui, itu hanyalah sebuah permulaan untuk ku.
Lebih sesaknya lagi saat ini, aku dengan mudah membohongi mama soal Imm. Padahal, akan lebih baik jika aku berkata benar, tapi kenapa pemikiran ku bisa sesingkat itu pada saat itu? Apa mungkin, yang terjadi padaku saat ini adalah karma karena aku sering kali membohongi mereka? Keinginan ku sebatas ingin melindungi kebahagian mereka, hingga aku menjual kebahagianku.

KAMU SEDANG MEMBACA
2. Drapetomania [ MileApo ] ✅
Fanfic*Note : Harus baca Between Us dulu baru Drapetomania Book 2 : Aku tahu ini salah, tapi hanya ini jalan yang terfikir oleh ku. Mungkin aku terlihat seperti pengemis saat ini di matanya. Hilang sudah harga diri seorang Apo Nattawin di mata seorang Mi...