1: Yang Katanya Pembawa Sial

32 13 52
                                    

[Semua yang terjadi di cerita ini adalah rekaan semata, apabila terjadi kesamaan dalam unsur cerita, mohon dimaafkan. Karya ini murni milik saya sendiri, yang lebih tepatnya cerita yang sudah lama saya hapus dan saya berusaha untuk membuatnya kembali.]

×
BEcause (悲) - 1: Yang Katanya Pembawa Sial.
×

'Pembunuhan massal, atas nama penyucian keluarga kami.'

Sepenggal kalimat yang selalu mengganjal di hatinya, kalimat itu pula yang mengantarkannya kepada memori masa lalu yang begitu menyenangkan, hingga ia enggan pulang ke masa lalu itu, begitu juga dengan dirinya.

Ia muak dengan karakternya yang ada di masa lalu.

Namun, agar tidak ada orang yang curiga kepadanya, pada akhirnya, jiwanya memutuskan untuk kembali ke masa lalu, mengambil karakter yang sudah lama ia tenggelamkan ke dasar laut hampa, ruang yang pantas untuk segala jenis masa lalu miliknya.

Tangan kekarnya kembali menggenggam kertas usang yang sudah lama ia perhatikan, lalu membuang kertas usang itu ke sembarang arah. Ia sudah tidak butuh lagi kertas itu, kertas usang yang hanya akan membuatnya kembali berwisata ke masa lalu, dan kembali mengenang masa-masa yang menjijikkan.

Terlalu fokus kepada kertas usang yang tidak ada harganya itu, hingga dirinya tidak menyadari bahwa ada orang lain yang berada di ruangan usang itu. Orang itu hanya melukiskan senyum tipis di bibirnya, tangannya pun menggapai bahu sang empu, kemudian membisikkan suatu kalimat yang selama ini menjadi 'mantra'-nya.

"Kan aku sudah bilang, mereka meninggalkanmu di sini sendirian. Kamu dianggap pembawa sial, dan, aku di sini sebagai penyelamatmu."

Benar, hanya orang itu yang masih peduli kepadanya.

"Kamu paham 'kan, Noah?"

×××

Kehidupan nyaman, tenang, damai, sudah tentu menjadi kehidupan idaman bagi semua orang, bukan?

Termasuk perempuan dengan nama Jia, dia begitu menginginkan kehidupan yang tenang, di mana hanya ada dirinya dan tidak ada halangan apapun yang berusaha menjauhkan dirinya dari kebahagiaan. Padahal, ia sudah mengejarnya mati-matian, tetapi, dia tak kunjung mendapatkannya.

Justru, semakin ia kejar kedamaian hidupnya, semakin sengsara pula hidupnya.

Ini semua karena luka bakar sialan—

Byurr—

Gelak tawa mulai memenuhi ruang kelas, dan tentunya tawa itu berasal dari para murid yang sudah hadir di kelas itu. Mereka seperti tidak memiliki rasa belas kasih, melihat dirinya basah kuyup, bukannya mengkhawatirkannya atau menatapnya dengan prihatin, tetapi mereka malah tertawa dengan keras, membuat tawa mereka menggema di ruang kelas itu.

Perempuan yang sudah basah kuyup itu hanya bisa menghela nafasnya, dirinya ingin melawan, tetapi apa daya, yang ada saat pulang nanti dirinya sendiri yang akan kerepotan. Maka dari itu, alih-alih marah dan mengamuk seperti tokoh wanita utama di film-film, ia hanya berdiam diri dan berjalan menuju ke bangkunya.

Saat berjalan pun, indra pendengarannya berfungsi dengan jelas, mendengarkan segala cemooh dari murid-murid yang ada di sini. Untuk menyembunyikan rasa malunya, ia menunduk dan berjalan cepat ke arah bangkunya dengan jantung yang berdebar-debar.

"Woy, monster! Langkah lo bikin lantai kelas kotor, tau ga?"

Deg!

Jantungnya terasa ingin melompat dari tempatnya setelah mendengar bentakan itu. Kepalanya semakin tertunduk, nyalinya seketika menciut setelah mengingat kembali siapa yang membentaknya.

BEcause (悲)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang