Sudah beberapa hari ini, aku tak tinggal lagi di hotel. Bukan karena aku sudah tak dibiayai oleh perusahaan. Namun, itu atas keinginannku sendiri. Aku merasa tak betah tinggal di hotel berlama – lama, walau sebenarnya itu adalah hal yang menyenangkan. Fasilitas yang begitu memanjakan dan menu sarapan yang menggiurkan. Sekarang, aku tinggal di salah satu penginapan yang cukup nyaman. Penginapan itu direkomendasikan oleh Angin. Angin seakan menjadi teman dekatku sekarang.
Mantan dosen yang kontraknya tak diperpanjang karena satu hal. Angin pun pernah bekerja di salah satu perusahaan pinjol illegal. Namun, itu hanya bertahan beberapa minggu. Angin memutuskan resign karena melihat beberapa penagih hutang di perusahannya itu menagih dengan cara – cara yang tak beradab. Entahlah, mengapa perusahaan – perusahaan illegal di negeri ini tumbuh dengan subur?
Angin sedang ditugaskan oleh perusahaan ke Jogja dan sekitarnya untuk beberapa hari. Sedangkan aku ditugaskan oleh perusahaan mengerjakan beberapa analisis. Lalu, kemana Arsy? Ia sudah beberapa hari ini tak terlihat. Mungkin, ia juga sedang ditugaskan oleh perusahaan mengerjakan beberapa tugas. Sampai sekarang, aku masih tak mengerti takdir membawaku ke situasi seperti saat ini. Ah, gila rasanya! Walau, aku mungkin belum tahu ditempatkan di kantor mana, dan begitupun untuk penempatan divisi. Tapi, perusahaan menggajiku dengan full dan tentunya tunjangan – tunjangan lain. Gajinya pun tak main – main. Lebih tinggi berkali lipat dari UMP Ibu Kota. Aku menyusuri ruas – ruas Kota Solo dengan berjalan kaki menuju sebuah tempat yang rutin aku datangi.
"Ren!" seseorang memanggilku.
"Ah, kamu Ngin." Aku tak mengira Angin muncul dihadapanku. "Bukankah kamu sedang ditugaskan di Jogja?"
"Memang. Tapi kan, Solo – Jogja tak begitu jauh. Aku pulang pergi kok," sahutnya. "Besok siang, aku kembali ke Jogja. Aku dengar, kalau bulan ini perusahaan akan menentukan dimana kita akan ditempatkan," beber Angin lagi.
Aku terdiam mendengar kalimat terakhir Angin. Kami berjalan menuju ke sebuah tempat. Tempat itu memang tak begitu jauh dari tempat penginapanku, tapi tak dekat juga. Aku teringat saat hari pertama orientasi di sebuah hotel. Perusahaan bisa menempatkan kami dimana saja. Ada banyak hal yang mempengaruhi.
"Penempatan?" tanyaku. Angin hanya mengangguk.
Aku bahkan tak punya gambaran akan ditempatkan di mana. Bisa saja di Kota Solo, Bandung, atau bahkan di negara lain. Aku tiba – tiba teringat dengan Arsy. Di mana keberadaannya sekarang? Biasanya, ia yang paling sering memberitahu kami informasi terbaru. Jangan – jangan, ia sedang sakit?
Hari – hari kami diisi dengan study kasus yang diberikan oleh perusahaan. Bahkan, aku dan Angin beberapa kali mencari data dan informasi di kantor pemerintahan daerah, maupun instansi lainnya. Otakku, seakan dipaksa untuk terus berpikir. Dipaksa untuk berpikir logis, rasional, sistematis, dan dituntut untuk memecahkan setiap persoalan maupun perkara yang diberikan oleh perusahaan. Tapi, aku begitu menikmatinya.
"Apa kamu lapar?" tanya Angin. "Disekitar sini ada makanan kaki lima yang enak," ucap Angin. Tempat yang akan kami tuju masih disekitar Laweyan. Entahlah, seluas apa Laweyan itu? Rasanya sejak aku tiba di Kota Solo, tak jauh – jauh dari Laweyan.
Aku terdiam, tak langsung menanggapi ajakan Angin.
"Aku dengar, berat badanmu di Solo turun hampir 4 kilogram?" ucap Angin. Aku semakin terkejut mendengar ucapan Angin. Bagaimana ia tahu? "Tak usah kaget seperti itu. Aku diberitahu oleh Arsy," sambung Angin.
Ucapan Angin malah membuatku semakin terkejut.
"Arsy?" sahutku.
"Beberapa hari yang lalu, aku bertemu dengannya, sebelum ia pergi ke Edinburg"
KAMU SEDANG MEMBACA
Antara Jakarta, Solo, dan Luksemburg
AdventureManusia mempunyai rencana, tapi Tuhan mempunyai skenario lain. Rendy, memutuskan resign dari perusahaan. Ia memilih untuk beristirahat sejenak dari hiruk pikuk rutinitas perkantoran selama dua sampai tiga bulan. Setelahnya, ia akan mencari pekerjaa...