Sing menghela nafas sebelum menekan knop pintu dan membuka pintu ke dalam. Sebuah ruangan dengan nuansa kayu menyambutnya. Interior antik terpajang di penjuru sudut ruangan.
"Masuk." Suara serak khas pria berumur memenuhi pendengarannya, Sing mengusak rambutnya acak dan masuk dengan langkah kaki terseret.
Pemuda itu menyeret langkahnya menuju sofa dengan ukiran abstrak dan mendudukkan dirinya. Netranya bergerak acak, asal tidak bertatapan dengan ayahnya yang tengah duduk dan menyesap teh dengan khidmat.
Suara gelas di letakkan pada tatakan membuat Sing berdetak tak nyaman.
Dan benar saja, nama lengkapnya di panggil.
"Mak Chun Sing."
Mau tak mau Sing menoleh, tersenyum kecil dan menatap ayahnya. "Ya?" suaranya kecil, terdengar mencicit.
Mak Chun Heen menatap anak pertamanya, yang masih melajang, hingga saat ini. Dengan senyuman tipis, pria berumur itu bersedekap dada.
"Bukankah ayah menyuruhmu untuk segera mempunyai istri? Tidak-tidak, jangankan istri, kau bahkan tidak punya pacar."
Ukh, ini bukan pertama kalinya ayahnya mempertanyakan tentang hubungan asmaranya. Bahkan Sing di panggil, tiga kali dalam seminggu untuk membicarakan tentang hal ini.
Pemuda dengan rambut hitam itu menggaruk sudut alisnya, otaknya berpikir cepat, setidaknya ia harus mencari alasan lagi kali ini.
"Eh? Sepertinya ibu menyuruhku menemaninya ke supermarket tadi?" Sing dengan aktingnya yang buruk melirik jam tangannya, lalu memasang wajah panik.
Melihat Sing yang akan beranjak dari duduknya, pria berumur itu mendengus. "Mak Chun Sing, duduk atau kau akan ayah kirim ke Korea?"
Dengan patuh, Sing kembali mendudukkan tubuhnya dan tersenyum selembut mungkin. Jelas Sing tidak mau pergi ke Korea, apalagi mengurus rumah makan!
Pria dengan wajah yang mulai keriput itu membenarkan duduknya, tidak lagi bersandar pada sofa. Matanya menghunus serius pada netra Sing yang jelas melalang buana tidak mau menatapnya.
"Sing, ayah akan menjodohkanmu dengan anak paman Tien." Ucapan itu terlontar begitu saja, tanpa jeda.
Dengan ekspresi hiperbolanya, Sing tentu saja kaget bukan main. Maksudnya, apa apaan? Dijodohkan? Memang dirinya ini pria dalam sebuah drama ber-genre romantis yang mempunyai wajah dingin hingga semua orang enggan menatapnya dan terpaksa dijodohkan.
Hei! Sing tidak begitu! Ia hanya malas berkomitmen untuk sekarang!
Apalagi, anak paman Tien? Gadis dengan biaya hidup yang serba mahal? Tidak! Sing tidak sudi!
Sejujurnya Sing bukan orang yang pelit, tetapi mengingat anak Paman Tien yang mempunyai sifat sok dan paling penguasa, siapa yang mau bertahan hidup dengannya?
Sing menggeleng kecil, dan itu membuat ayahnya mengangkat alisnya. Tumben Sing menolak terang-terangan seperti ini.
"Hanya ada dua pilihan, pindah ke Korea dan lanjutkan bisnis rumah makan, atau menikah dengan Laien?" Suara ayahnya kembali terdengar, Sing mengerjapkan matanya.
Entah kenapa, Sing merasa hidupnya selalu diatur, sejak kecil. Pemuda itu tidak diberikan kesempatan untuk mencari jati dirinya sendiri.
Mengangkat pandangannya, Sing menatap tepat pada netra ayahnya yang tengah menatapnya juga. Sing bertanya-tanya, apakah hidupnya selamanya akan seperti ini?
Menuruti semua permintaan ayahnya, dan selalu takut untuk melawan, jika dibandingkan dengan teman-temannya yang sekarang berbahagia dan mengepakkan sayap mereka dengan bebas, Sing jadi iri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Miao!
FanficJust a fiction! Jayyan pernah bilang, 'jangan terlalu banyak bersedih, kau pasti akan menemukan orang yang membuat hari-harimu jauh lebih baik.' Benar, Sing sekarang percaya perkataan yang Jayyan lontarkan padanya saat mereka baru pertama kali bert...