.
.
"Kalau begitu, kenapa terdakwa melarikan diri, jika memang terdakwa tidak merasa membunuh?"
.
.
***
"Penasehat hukum terdakwa, anda punya pertanyaan untuk saksi?" tanya hakim ketua ke arah Theo.
"Ada, Yang Mulia," jawab Theo setelah menyalakan mikrofon.
"Saudara saksi tadi menyatakan bahwa sempat melihat pelaku yang meracuni korban?" tanya Theo pada Ryan, saksi kedua.
"Iya. Saya sempat melihat pelakunya," jawab Ryan.
"Saudara Sobri, silakan berdiri," pinta Theo sambil menoleh ke Sobri yang duduk di sampingnya.
Sempat nampak heran, Sobri berdiri dari kursinya.
"Saudara saksi, dari pengamatan anda waktu itu, apakah pelaku profil tubuhnya seperti terdakwa?" tanya Theo sembari menunjuk Sobri dengan tangannya.
Bukan hanya Ryan, melainkan seluruh hadirin kini melirik ke arah Sobri.
Ryan nampak ragu. "Sejujurnya, yang waktu itu saya lihat, pelakunya bertubuh agak gempal. Yang ini agak --"
Theo tersenyum. "Berarti, anda tidak yakin? Bukankah tadi anda bilang, anda melihatnya dengan jelas saat kejadian?"
"B-Bukannya tidak yakin. Saya hanya menyampaikan yang saya lihat waktu itu. Pelaku saat itu memang terlihat lebih gemuk dari terdakwa yang saya lihat sekarang. Tapi, kalau dilihat dari tingginya, sepertinya sama. Cuma bobot tubuhnya saja yang beda," jelas Ryan, tidak rela kalau kesaksiannya dipandang meragukan oleh persidangan.
"Interupsi, Yang Mulia! Bolehkah saksi mencocokkan tinggi pelaku dari jarak dekat?" tanya Elena pada hakim. Dia tak ingin ada jeda dimana hakim mulai meragukan kesaksian Ryan.
"Diizinkan. Silakan saudara saksi menghampiri terdakwa," sahut hakim ketua.
Ryan bertatapan dengan Elena seolah bicara dengan isyarat mata, sebelum ia melangkah menghampiri Sobri.
Sobri menatap Ryan dengan ekspresi tidak suka. Ryan berusaha mengabaikannya. Jika bukan demi almarhum Ilyasa, Ryan pun tidak suka melibatkan dirinya dalam pengadilan ini. Ia berharap ini terakhir kali dirinya terpaksa terlibat dalam kasus pembunuhan.
Ryan mensejajarkan tingginya dengan tinggi Sobri, lalu kembali ke kursi pemeriksaan.
"Tingginya sesuai, Yang Mulia. Hanya saja, bentuk tubuhnya memang berbeda. Dan wajahnya, saya tidak bisa menilai sebab waktu itu pelaku menutupi wajahnya dengan masker, dan matanya ditutupi kacamata hitam," kata Ryan tegas.
"Baik. Saudara penasehat hukum terdakwa, apa anda masih punya pertanyaan lain?" tanya hakim ketua pada Theo.
Pandangan Theo bertemu sesaat dengan Elena. Kali ini, Elena tidak membuang muka. Wanita itu balas menatapnya meski sebenarnya masih ada rasa takut terhadap pria misterius itu.
"Tidak ada, Yang Mulia," jawab Theo.
"Saudara penuntut umum, apa masih ada saksi lainnya?" tanya hakim ketua pada jaksa.
"Ada, Yang Mulia. Ada seorang saksi ahli," jawab Edy, jaksa penuntut umum.
Ryan dipersilakan untuk pindah ke kursi hadirin. Tak lama, seorang pria dipanggil masuk dan duduk di kursi pemeriksaan.
"Nama anda Lucas Hadianto?" tanya hakim ketua pada saksi.
"Benar, Yang Mulia," sahut pria keturunan Cina Jawa itu, dengan logat Jawa yang kental.

KAMU SEDANG MEMBACA
ANXI EXTENDED 2 (HIATUS)
SpiritualSemua berubah semenjak Ilyasa wafat. Yunan jadi lebih dekat dengan Raesha, jandanya Ilyasa, sekaligus adik angkatnya sendiri. Plus, Yunan jadi lebih akrab dengan Ismail dan Ishaq, kedua putra Raesha. Arisa sebagai istri Yunan, dibuat galau dengan p...