Chapter 3

123 6 0
                                    

Perjalanan pun dimulai, Zaid menghentikan mobilnya di pinggir jalan yang terdapat banyak sekali burung merpati di sana, Amara yang tidak pernah melihat burung merpati sebanyak itu terlihat sangat antusias, Amara segera turun dari mobil dan menghampiri ribuan burung merpati putih tersebut.

Kamera analog milik Amara tertinggal di dalam mobil, Zaid mengambil kamera itu dan memotret Amara yang sedang bermain dengan para burung. Senyuman bahagia terlihat jelas di wajah Amara, dan entah kenapa itu membuat Zaid sangat bahagia, Zaid mengamati setiap gerakan tubuh Amara mulai dari Amara berlari menghampiri para burung yang sedang makan, sampai Amara berjongkok untuk memberikan makanan secara langsung dari tangannya, dan itu masih menjadi objek yang menarik untuk dilihat oleh Zaid.

Setelah banyak sekali memotret, Zaid menghampiri Amara dan memberikan kamera itu pada pemiliknya.

Amara melihat kamera itu dan melihat beberapa hasil foto Zaid, dan tersenyum.

“ Lumayan tidak terlalu buruk. “ Ucap Amara, tidak sesuai dengan ekspektasi Zaid, pria itu menghela nafas sejenak, dan berjalan menjauh dari Amara.

Amara yang melihat itu hanya diam saja, Amara segera melanjutkannya lagi memotret hal yang lainnya.

…..

Berbagai tempat sudah didatangi oleh Amara dan Zaid, tak terasa hari juga sudah semakin gelap, Zaid memutuskan untuk kembali sebelum semakin larut.

Dilihatnya dari samping ekor mata Zaid, Amara sudah tertidur dengan nyenyak. Zaid tersenyum sambil menggelengkan kepalanya.

Sesampainya di rumah, Zaid turun lebih dulu terlihat keadaan rumah hanya ada beberapa orang yang berjaga.
“ Zaid! Kamu sudah kembali? ” tanya seorang pria ketika melihat Zaid turun dari mobil, dan pria itu sedang duduk.

Zaid mengangguk dan tersenyum.

“ Abyan! Menurut aku harus apa? ” ucap Zaid, Abyan mengernyitkan dahinya.

“ Harus apa? Maksud mu? ” ucap Abyan.

Zaid menghela nafas, lalu berjalan ke arah pintu sebelah pengemudi yaitu tempat duduk Amara.

“ Oh ya, dimana nona Amara? ” ucap Abyan menyadari ketidak keberadaan Amara sejak Zaid turun dari mobil tadi.

“ Dia tidur di mobil, aku bingung harus membangunkan nya atau membawanya masuk ke kamarnya. ” ucap Zaid merutuki rasa malunya saat ini.

Abyan yang mendengar penuturan dari sahabatnya itu tertawa, karena selama ini ia tidak pernah melihat Zaid begitu perhatian pada seorang wanita. Oh ayolah Abyan yang dikhawatirkan itu anaknya atasan, jelas Zaid khawatir karena itu juga menyangkut pekerjaannya kan? Ya hanya itu saja karena pekerjaan saja, bukan karena hal lain.

“ Ya sudah, tinggal di bangunkan saja, kalau kamu membawanya ke kamarnya itu juga kurang sopan. ” ucap Abyan memberi solusi.

Zaid mengangguk dan membuka pintu mobil, terlihat Amara masih memejamkan matanya, rasa tak tega menyelimuti hati Zaid saat ini ia merasa kasihan kalau harus membangunkan gadis itu, tapi apa dayanya.

“ Nona Amara bangunlah, kita sudah sampai. ” ucap Zaid dengan nada lembut, Zaid menepuk punggung tangan Amara pelan.

Berkali kali Zaid berusaha membangunkannya, akhirnya Amara membuka mata.

“ Kita sudah sampai? ” ucap Amara dengan mengucek matanya.

“ Ya kita sudah sampai sekitar 15 menit yang lalu. ” ucap Zaid dengan wajah datar.

Perkataan Zaid barusan membuat Amara kesal ia memukul lengan Zaid berulang kali.

“ kenapa nggak dibangunin dari tadi sih? ” ucap Amara, gadis itu benar benar kesal dengan Zaid.

Bab Terbaik Di hidupkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang