SAAT BEAU MEMBUKA mata, ia tidak lagi berada di rumah Fabio. Ia yakin akan hal itu, sebab ia bisa merasakan udara yang dingin mengigiti kulitnya. Angin kencang berhembus menerbangkan helaian rambut hitamnya ke wajah. Saat ia sadar, ia bisa melihat rahang bawah Jealachi di atas wajahnya. Pria itu tengah menggendong tubuhnya."Kau suka udara di atas sini?" tanya pria itu melirik Beau begitu mengetahui pemuda itu sedang memandanginya. Beau seketika terbelalak. Ia langsung menilik ke balik bahunya.
Mereka sedang berada di atas langit.
"Ya ampun!" Beau secara spontan memeluk erat bahu dan dada telanjang Jealachi.
Tentu saja, hal itu membuat pria itu senang.
"Ya, pegang aku sekencang mungkin. Peluklah aku seerat yang kau suka."
Beau menatap Jealachi kembali. Jika ia bisa melepaskan pegangannya sekarang, ia akan melakukannya. Namun konsekuensi yang akan ia dapatkan adalah jatuh remuk menghantam tanah. Ia tidak tahu pada ketinggian berapa Jealachi tengah membawanya. Yang pasti, jatuh dari atas ketinggian berapapun dijamin akan menyakitkan.
"T-turunkan aku!" pinta Beau menggoyangkan tubuhnya.
"Jangan meminta sesuatu yang akan kau sesali."
Beau semakin gusar di-
buatnya. "Turunkan aku sekarang!"Jealachi menghela nafas jenuh. Ternyata manusia yang satu ini tidak menikmati kegiatan terbang sebanyak dia menikmatinya. Dia tidak punya banyak kesempatan untuk bisa terbang, melebarkan sayap hitamnya menembus awan dan angin segar. Haruskah dia menjatuhkan tubuh pemuda ini sekarang? Tidak. Jealachi harus menahan diri.
Jealachi menurunkan Beau di atas pinggiran tebing di sisi sebuah gunung yang tidak Beau kenali. Dua langkah ke belakang, adalah jurang terjang dengan dasar yang hampir tak terlihat. Beau tahu Jealachi sengaja menurunkannya di tempat itu.
"Bocah kecil, katakan, apa yang kau inginkan dariku? Kekayaan? Kekuatan? Kekuasaan? Kepuasan? Apa kau menginginkan cinta yang tak terbatas? Aku bisa memberimu cinta yang kau inginkan, cinta yang kau cintai. Aku akan memuaskanmu."
Jealachi melipat sayapnya di balik punggung, melesat turun ke hadapan Beau yang tengah memberinya tatapan heran setengah mati.
"Apa yang kau bicarakan?"
"Kau memiliki apa yang selama ini aku cari, bukan?"
"Aku tidak mengerti apa yang sedang kau bicarakan." Beau menggeleng, tapi matanya berlarian berusaha menghindari tatapan Sang Pangeran Kegelapan.
"Jangan mempersulit urusan kita, sayangku. Aku tahu kau memilikinya. Berikan benda itu padaku dan aku akan mengabulkan segala keinginanmu."
Beau tidak mengerti kenapa pria itu tiba-tiba mengubah nada dan gaya bicaranya agar terdengar begitu manis. Mungkin itu adalah keahliannya, mungkin dia memang memiliki spesialisasi dalam urusan menggoda manusia. Apapun itu, selama Beau masih memegang kendali atas kewarasannya, tidak ada yang bisa membuatnya goyah.
"Kau tidak mempercayaiku? Kau tidak percaya aku bisa melakukan segalanya?" Jealachi tampak sedikit tersinggung. Beau sempat mengira pria itu akan mendorongnya ke dasar jurang.
Namun tidak, pria itu membuka sayapnya kembali dan langsung mengangkat tubuh Beau secepat kilat.
Mereka berpindah tempat lagi. Kali ini, Jealachi membawanya ke atas gedung pencakar langit tertinggi di kota Beau. Gedung ini ada di dalam peta kota, majalah, dan buku sekolah. Itu sebabnya Beau bisa langsung mengenalinya.Ketika Beau menengok ke bawah, jalanan dan gedung-gedung yang jauh lebih rendah tampak berjejer seperti kumpulan miniatur. Kedua kakinya langsung terasa lemas seketika. Ini dua kali lipat jauh lebih menakutkan daripada pemandangan di atas tebing.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Black Feathers [FORCEBOOK]
Детектив / ТриллерBeau tidak mengerti bagaimana pertemuannya dengan Fabio si anak baru di sekolah malah membuatnya berakhir berurusan dengan sesosok makhluk bersayap hitam yang kejam, haus darah, dan senang membuat kekacauan di muka bumi, Jealachi.