[vi] Dunia Tipu-Tipu

130 22 40
                                    

Traktiran Vyna merupakan hal pertama yang dinanti Bening sejak Vyna mengajaknya berjumpa hari ini. Pun itu juga sebenarnya adalah traktiran yang pernah tertunda dari janji Vyna tempo lalu perihal komisi untuk Bening setelah berhasil merekrut Halim sebagai penulisnya.

Ngomongin Halim, topik obrolan kali ini juga berkisar tentangnya. Lebih tepatnya Vyna tengah serius mendengarkan info dari Bening mengenai seluk beluk hidup seorang Halim Jaffalael sembari melahap ramen lokal bersama.

Berdasarkan segmen get to know Halim oleh narasumber Bening sejauh ini, Vyna simpulkan beberapa hal yang ia dapat. Pertama, Halim pernah tergabung dalam sebuah band saat jaman kuliah. Kedua, posisinya adalah vokalis merangkap gitaris plus penulis lagu yang sering dimintai tolong para mahasiswa Animasi ketika mereka butuh background song untuk tugas kuliah. Ketiga, Halim pernah punya channel youtube berisi video jamming with his band serta demo lagu-lagu buatannya.

Selain fakta bahwa band mereka memang lumayan terkenal, ternyata mereka juga sempat dilirik oleh label dari agensi musik ternama. Tepat setelah Halim dan kawan-kawannya menyelesaikan sidang skripsi, label itu langsung menawarkan sign contract kepada semua member secara profesional. Akan tetapi, satu-satunya yang menolak tawaran tersebut detik itu juga hanyalah Halim.

"Kok ditolak sama dia?"

Bening menaikkan bahu, "Semua orang juga nggak nyangka waktu itu, Kak. Padahal orang-orang label malah sebenernya dari awal tuh mau ngegaet mereka cuma karena ada Kak Halim tau. Pokoknya disayangkan banget deh dia nolak jadi musisi."

Musisi ya... ulang Vyna, refleks teringat dengan ketidaknyamanan Halim begitu mereka tak sengaja membahas soal itu di kafe kemarin.

"Terus temen-temen bandnya gimana, Ning? Tetep jadi sign contract?"

"Iya. Tapi jadinya mereka nggak debut di satu band yang sama. Rata-rata cuma solois gitu dan kayak cuma sekali rilis lagu terus namanya ilang. Susah kali ya bertahan di industri hiburan."

"Oh? Berarti gara-gara itu dong Halim nolak tawaran labelnya, mungkin?"

Bening menyipit seolah menghakimi argumen Vyna, "Ya nggak mungkin lah, Kak Vyn. Ini kita lagi ngomongin Kak Halim loh. Literally Kak Halim si mahasiswa A+ di kampus gue. He can produce a song, he can play any instruments, he can sing. Nggak mungkin orang nggak make dia, Kak. Mana udah paket lengkap itu sih kalau mau bikin label musik sendiri juga sebenernya bisa-bisa aja dia mah."

Vyna tidak pernah tahu citra Halim sehebat itu di kampusnya. Bening juga menambahkan kalau Halim masih menjadi alumni yang sangat dibangga-banggakan oleh para dosen sefakultas meski dia sudah tidak lagi terlihat aktif bermusik di platform sosial media manapun.

"Tapi gue baru tau tadi dari lo nih Kak kalau Kak Halim sekarang kerjanya di TK. Walaupun tetep ngajar musik sih ya. I mean, kalo gitu kenapa nggak ngajar di akademi aja yang lebih bergengsi, iya nggak? Anak TK mah diajarin musik gedenya pasti udah lupa lah, kecuali mereka ada minat dan skill disana."

"Itu TK punya bokapnya tau, Ning."

"Yaa kan bisa dirombak setelah beliau wafat. Dijadiin akademi kek atau tempat les gitu, orang-orang juga pasti paham lah. Dari pada mertahanin TK, jadi nggak murni belajar musik kan, menurut gue sih ya."

Entahlah. Kalau pendapat Vyna, Halim pasti punya alasan sendiri mengapa tetap mempertahankan sekolah itu sebagai taman kanak-kanak. Bisa jadi karena ayahnya mewasiatkan demikian, bukan?

"Jangan asal nge-judge deh kan lo nggak tahu situasi real yang dihadapi dia gimana." bela Vyna.

Bening mangut-mangut saja. Lalu membersihkan kerongkongannya dengan beberapa teguk minuman dingin. Setelahnya dia menatap Vyna lamat. Agak memicing lantaran ada sesuatu yang menarik disini selagi dari tadi ia memperhatikan respon Vyna.

Dissonance: Traffic LightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang