2

28 7 0
                                    

Jaren mengerjapkan kedua matanya untuk menyesuaikan cahaya yang menyorotnya. Tangannya terangkat, memijat keningnya yang terasa berat. Ia mengerang pelan ketika berusaha untuk menggerakkan badannya.

"Habel!"

Seorang wanita setengah baya bergerak membantu Jaren. "Bagian mana saja yang sakit, sayang?"

Jaren memperhatikan wanita di depannya bingung. "Anda siapa?"

Seolah guntur baru saja menyambar dirinya, wanita itu terkejut luar biasa. Sorot kedua matanya sarat akan kekecewaan dan kesedihan, berbeda dengan teriakannya yang tegas menggelegar.

"DAMIAN! PANGGIL DOKTER!"

"Baik, Ibu!" terdengar balasan dari balik pintu.

"Maafkan Ibu, Habel. Jika saja Ibu bisa menghentikan ayahmu saat itu, kamu tidak akan terluka seperti ini. Maaf..."

Wanita yang menyebut dirinya sebagai Ibu itu terus-terusan mengucapkan maaf kepada Jaren. Di sisi lain, Jaren tidak tahu bagaimana cara menanggapinya sedangkan ia saja tidak tau kesalahan wanita di depannya ini.

Tunggu!

Karena semua kejadian tiba-tiba yang ia alami kemarin, Jaren baru menyadari keadaannya saat ini. Jaren menatap jari-jemarinya, ia tidak merasa memanjangkan kuku. Kuku-kukunya selalu pendek karena Jaren rutin memotong atau mengikirnya satu kali seminggu.

Jaren merasa aneh dengan tubuhnya sendiri sekarang, seperti geli-geli gimana gitu. Tubuhnya ini sangat asing.

Ada yang tidak beres.

Jaren mengambil langkah seribu menuju cermin, mengagetkan wanita yang masih duduk menangis di samping ranjang.

Jaren menatap tak percaya pada bayangan dirinya yang terpantul di cermin full body itu.

"Hahh???"

Tangannya terangkat ke wajah. "Mata siapa yang aku pakai ini?"

Jaren mendapati warna bola matanya berbeda. Sembilan belas tahun hidupnya, Jaren ingat dengan jelas bola matanya berwarna cokelat gelap, bukan hijau zamrud begini.

"Habel? Ada apa, Nak?"

Jaren menoleh patah-patah ke arah si penanya.

"Ini, bola mata siapa yang ada di mataku?"

"Tentu saja milikmu. Bola matamu sama seperti milik Ibu, lihat? Hijau zamrud, sangat cantik, kan?" Wanita itu melebarkan kedua matanya, kemudian mengedipkannya pelan.

"Ibu?"

"Iya?"

Jaren mengedarkan pandangannya. Furnitur dan segala aspek kamar yang ditempatinya ini jelas terlihat mewah sekaligus klasik. Seperti kamar-kamar di istana-Apa?

Jaren mendekat ke jendela besar seukuran pintu. Di sebalik kaca jendela itu, Jaren mendapati pemandangan berupa bangunan-bangunan yang terlihat asri dan banyak pepohonan di sekitarnya.

"Aku...ada di mana sekarang?"

Ini benar-benar aneh. Tidak masuk akal. Tubuh yang ditempati jiwanya sekarang bukanlah tubuh yang Jaren gunakan sedari dia di kandungan. Wanita yang mengaku sebagai ibunya, bukanlah Ibu yang sama yang membesarkannya. Dan tempat ini, Jaren bahkan berani bersumpah bahwa ia sama sekali belum pernah kemari.

Gila!

Gila!

Gila!

Jaren merasa dia gila sekarang!

Sebelum ia jatuh ke lantai, sepasang tangan menahannya, kemudian menggendong Jaren ke ranjang.

"Apa yang kau lakukan, Habel? Kau masih sangat lemas, jangan memaksakan dirimu untuk bertingkah aneh." Tegur pemuda yang menggendong Jaren.

NovumTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang