4

18 4 0
                                    

Aku mau menekankan bahwa Jaren dan Habel itu berbeda, kalau aku menyebut kata kerja mental itu artinya Jaren yang melakukan, namun raga tetap milik Habel. Semoga tidak bingung, ya.

=================================================================

"Meskipun kau kehilangan ingatan, aku tidak akan segan memperingatimu untuk terakhir kalinya, Habel." Pernyataan Jurgen membuat suasana semakin tegang di ruangan berisi empat orang itu.

"Justru kondisimu ini membuat segalanya lebih baik. Aku akan mengatur tindakan dan perilakumu, bahkan hidupmu agar berguna untuk bangsa manusia."

"Jurgen! Tarik kembali perkataanmu!" Seru Esmeralda penuh ancaman, wanita itu bahkan telah berdiri di belakang Jurgen dan menempatkan sebilah belati di lehernya. Tak mau kalah, Jurgen mengarahkan pisau buah ke perut Esmeralda

Jaren, si jiwa baru, menggigit bibirnya, takut dengan peristiwa horor di depannya ini. Suami-Istri yang sayangnya orang tua kandung dari raga yang ditempatinya berniat membunuh satu sama lain, apa tidak lemas kakinya?

Benar saja, tubuh Habel jatuh melemas di lantai marmer dingin itu. "Ayah, Ibu, jangan saling membunuh di depanku. Atau aku dan kakak yang akan jadi tersangka dalam kematian kalian." Perkataan Jaren dengan nada menantang itu berbanding terbalik dengan tubuh yang gemetar.

Jurgen dan Esmeralda kompak mendecakkan bibir, kemudian meleraikan diri.

"Apa jawabanmu, Habel?"

"Baik, Ayah lakukan apa pun yang Ayah suka. Namun, berjanjilah padaku bahwa Ayah tidak akan melarang apapun yang aku perbuat selama tidak membahayakan kerajaan dan bangsa manusia."

"Itu saja? Baiklah--"

"Dan, Ayah harus berjanji untuk melindungiku selamanya."

Jaren sedang bertaruh saat ini. Dia belum menemukan penyebab dari perpindahan jiwa yang ia alami, namun Jaren dapat memastikan satu hal: keajaiban hanya akan terjadi ketika berada di kondisi yang sulit.

"Tidak kusangka kau cukup berani meminta nyawaku, Bocah." Jurgen tersenyum miring. Ia berjalan mendekati putra bungsunya, mendongakkan wajah sang putra menggunakan jemarinya yang panjang. Gerakan itu disertai remasan sehingga terlihat seperti cengkeraman, walaupun memang demikian adanya.

"Heh, sejak kapan tatapan matamu berubah? Apakah vampir-vampir liar itu lebih menakutkan daripada Ayah mu sendiri?"

Jaren menatap Jurgen penuh kewaspadaan, ia tidak mengerti apa maksud Jurgen, tapi sepertinya Ayah dari Habel ini tidak menyukai perubahan yang terjadi pada sang putra. Jaren menelan ludah susah payah.

"Jika kau benar Ayahku, maka kau tidak mungkin membunuhku meskipun kau memiliki hasrat yang besar untuk melakukannya. Sekalipun kau menodongkan pedang padaku, kau tidak akan bisa membunuh darah dagingmu sendiri." Ucap Jaren berani.

Jurgen melepaskan cengkeramannya kasar, ia mengusap poni rambutnya ke belakang. "Aku penasaran, dari mana kepercayaan dirimu itu berasal. Andai saja kau tidak kehilangan ingatanmu, kau pasti sangat ingat jelas bagaimana aku menusuk perut mu dan kakakmu sewaktu kalian melanggar perintahku."

Mendengar pernyataan tentang tragedi percobaan pembunuhan yang dilakukan Jurgen terhadap anak-anaknya membuat Jaren ingin menangis saja. Ia merinding dan gemetaran sekujur badan.

Gila! Gila! Gila!

Orang yang berada di depannya ini benar-benar sinting!

"Syaratmu sangat berlebihan bagi orang yang pernah membahayakan kerajaan. Tapi, sebagai ganti atas perbuatanku itu, kurasa memberikan nyawaku untuk melindungimu tidaklah buruk." Lanjut Jurgen.

Jaren berdehem singkat, "La-lalu, apa yang akan Ayah berikan sebagai ganti pada Kak Damian? Kami sama-sama hampir merenggang nyawa karena ulah Ayah saat itu."

"Damian telah mendapatkannya sejak lama, benarkan, Damian?"

"Ya, Ayah." Damian membenarkan.

Baru Jaren sadari, selama berada di ruangan Damian hanya terus diam dan memperhatikan. Dia bahkan tidak bergerak dari posisi awalnya.

"Kau dengar itu. Jadi, kita setuju dengan perjanjian ini?"

Tidak ada pilihan lain, Jaren berjongkok, menumpukan beban di salah satu kaki dan lutut, "Permintaanmu adalah perintah bagiku, Yang Mulia."

Jurgen melihat pemandangan itu dengan senyuman licik, "Pergilah ke Akademi bangsa-bangsa dan temukan sekutu di sana. Untuk pergerakanmu selanjutnya, aku akan memastikan kau mendapat perintah langsung dariku."

Sementara itu, Esmeralda dan Damian menatap keduanya sulit. Mereka tidak menyangka peristiwa seperti ini akan terjadi di antara Jurgen dan Habel.

=================================================================

Berjalan ke arah kamar Habel, Jaren merasa cukup senang, walaupun sesekali tangannya gemetar tak karuan. Taruhannya berhasil ia menangkan. Dengan seorang raja disisinya, Jaren yakin pergerakannya akan sulit diintai musuh.

Meski gelarnya pangeran, namun Habel tidak memiliki otoritas yang tinggi. Kendali pemerintahan sepenuhnya dipegang oleh raja, yakni Jurgen dan bawahannya. Lalu, manajemen keuangan istana dibawah kendali Esmeralda selaku ratu, dan Damian yang merupakan Pangeran Mahkota adalah penerus raja, ia bergabung dengan pertahanan dan diplomasi antarbangsa. Dan Habel adalah pendukung utama Damian untuk menaiki tahta dan penerus kedua raja, opsional. Tentu saja. Selama menjadi pangeran, Habel tidak memiliki prestasi yang dapat dibanggakan. Ia dikenal sebagai orang yang senang membuang waktu dengan kabur dari istana dan bermain bersama bangsa musuh.

Mengingat itu, Jaren tersenyum pedih. Tapi, Jaren tidak menyalahkan Habel sepenuhnya. Menurut Jaren, itu adalah bentuk pelarian yang wajar. Habel tidak memiliki kewajiban apa pun karena Damian terlalu sempurna untuk dikalahkan. Damian melaksanakan tugas dan kewajibannya tanpa bantuan berarti, terkadang dirinya akan berinisiatif melakukan sesuatu untuk membangun kesejahteraan rakyat. Siapa yang bisa menolaknya?

Jika disuruh bersaing pun, baik Jaren dan Habel memilih untuk mundur, bahkan akan dengan suka rela menggelar karpet merah di depan Damian menuju singgasana.

"Yah, orang bilang kaki kita akan nyaman di sepatu yang sesuai. Damian itu tipe orang yang hanya cocok memakai ukuran pas pada sepatu berkelas, kakinya akan gatal jika memakai sepatu murahan dengan ukuran yang sama. Hahh... dunia ini memang tidak adil." Jaren bergumam pelan seraya melihat pemandangan kota melalui balkon terbuka.

Kerajaan manusia ini lebih seperti sebuah kota atau distrik karena dunia ini dihuni berbagai macam jenis makhluk yang memiliki teritorial sendiri. Jaren menduga ada kerajaan-kerajaan manusia lain yang tersebar di dunia ini dan akademi bangsa-bangsa adalah tempat yang tepat untuk membuktikan dugaannya.

Jaren melanjutkan perjalanannya, ia harus segera bersiap karena besok pagi harus berangkat ke akademi.

"Pak tua sialan itu!" Umpatnya seiring dengan langkahnya yang menggebu-gebu.

"Kenapa juga kamarnya jauh sekali?!"

===============================================================

Salam,

Florakiest

NovumTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang