5

16 4 0
                                    

Intro bentar: Ga tau kenapa tiap baca ulang draft tuh rasanya pingin revisi mulu. Ada aja gitu yang kurang. Mohon pemakluman readers sekalian karena cerita-ceritaku lama update :)

==================================================================

"Kau tidak menentang keputusanku?"

Damian menatap Jurgen datar, "Seperti Anda akan mengabulkannya saja." Balasnya pedas.

Jurgen tertawa palsu. Dia menarik pedang yang tersampir di pinggangnya, kemudian mengelus bilahnya perlahan dari ujung ke ujung.

"Aku merasa adikmu akan melakukan sesuatu yang besar, yang tidak pernah aku duga suatu saat nanti."

"Apa Anda akan menyukainya?"

Mendapati pertanyaannya tidak menerima jawaban, Damian memilih pamit mengundurkan diri dari ruang kerja raja.

Tepat sebelum tangannya meraih pintu, Jurgen memanggil Damian.

"Damian, pastikan kau melaporkan segalanya padaku." Perintah mutlak Jurgen.

Damian membungkukkan badannya sejenak, ia berbalik dan keluar setelah pintu terbuka.

=================================================================

Selama perjalanan menuju akademi yang diperkirakan memerlukan waktu tempuh hampir satu minggu, Jaren banyak melamun di dalam kereta besi. Membayangkan mual dan muntah yang mengintainya ketika ia di kapal besok.

Satu minggu terdiri dari satu hari perjalanan dari istana ke pelabuhan, tiga hari perjalanan laut, lalu menginap di suatu pulau pemberhentian untuk pendaftaran siswa akademi satu hari, dan kembali berlayar ke akademi selama dua hari.

"Jika dunia ini bisa memanggil jiwaku kenapa tidak memanggil jiwa penemu pesawat lebih dulu!"

"Berhentilah mengeluh, kau mengganggu."

Jaren memutar bola matanya jengah, "Sedari awal mobil kita berbeda, kau yang memaksa satu mobil denganku. Kau tidak pikun, kan?"

"Tujuan kita sama. Menggunakan dua mobil adalah suatu pemborosan." Alibi kakak Habel, Damian.

"Maka kau harus siap mendengar keluhanku sepanjang perjalanan."

Damian mengabaikannya, dia kembali fokus pada buku bacaan yang telah mencapai separuh halaman. Sementara itu, Jaren menyandarkan tubuh dan memejamkan mata. Jaren merasa bosan, tidak ada teman mengobrol maupun hiburan yang dapat dia lakukan.

Jaren melirik Damian. Bagaimana bisa Damian tetap bisa fokus membaca saat mobil berjalan? Tidak ada gejala pusing dan mual.

Omong-omong tentang mobil, Jaren tidak mengenal mobil jenis apa yang ditumpanginya ini. Suara mesinnya cukup halus, lajunya cepat, dan bentuknya seperti mobil Jeep Rubicon kalau di dunia asalnya.

"Oh iya, Bark, dari yang kuperhatikan mobil sangat jarang terlihat selama perjalanan." Jaren bertanya pada satu orang dari pertahanan yang duduk di samping kemudi. Percuma bertanya pada Damian yang sangat tidak ingin diganggu.

"Mobil adalah aset kerajaan, Pangeran. Hanya Raja dan bangsawan tingkat tinggi yang dapat memilikinya." Jawab Bark seraya menolehkan kepalanya ke belakang.

"Wah, Raja otoriter menganut sistem monarki absolut yang sangat kuat." Takjub Jaren tanpa malu menunjukkan rasa jijiknya.

Bark melirik Damian dan tertawa canggung, "Saya rasa kata-kata itu tidak pantas diucapkan oleh Anda, Pangeran Habel."

"Aku hanya mengatakan pendapatku sebagai rakyat. Kalaupun faktanya tidak begitu, maka itu hanya omong kosong belaka. Orang-orang bisa menilai mana yang benar dan yang salah, bukan?" Ucap Jaren enteng. Bahkan kini ia mengalihkan pandangannya ke jendela pintu, tanda tidak tertarik melanjutkan percakapan.

Terdengar suara buku ditutup, Damian pelakunya.

"Habel, belajarlah mengkritik disertai solusi atau pendapatmu sia-sia. Pikirkan apa yang akan terjadi jika pendapatmu diterima dan akibatnya. Kau tidak akan tahu kapan senjatamu berbalik menyerangmu saat kau melepaskannya." Damian berkata penuh keseriusan.

Jaren tersenyum sinis, "Kau menjadi banyak bicara saat aku menyinggung Raja. Kau tidak menjadi anjingnya--"

Dalam waktu singkat Jaren sulit menarik napas, Damian mencekik lehernya kuat. Bark berusaha menghentikan pertengkaran dua saudara ini. Sang sopir pun segera meminggirkan mobil untuk berhenti.

"Pangeran Mahkota, harap melepaskan leher Pangeran Habel!"

"Apa yang terjadi padamu Habel? Aku berusaha mencari dan menyelamatkanmu dari hukuman Ayah. Kau menghina kakak yang melindungimu mati-matian!" Marah Damian. Selama tujuh belas tahun hubungannya dengan sang adik baik-baik saja, meskipun jarang bertemu namun mereka menyayangi dan menghormati satu sama lain. Hanya karena masalah yang tidak penting adik tersayangnya berani untuk menghina Ayah dan kakaknya.

"Ka-Kakak....Lepas-kan...Aku...tidak bisa...ber-napas..." Jaren memukul sekuat tenaga tangan dan tubuh Damian. Air matanya mengalir perlahan.

Damian memejamkan matanya sejenak untuk meredam emosi, ia lalu melepaskan cekikannya dari leher Habel, membiarkan sang adik mengambil napas sebanyak-banyaknya.

"Habel, jika kau ingin mengubah sistem pemerintahan, kalahkan aku dan jadilah pemimpin selanjutnya."

Masih dengan mengusap leher, Jaren menggelengkan kepala lemah. "Aku tidak tertarik. Sudah kukatakan itu sebatas pendapat pribadi. Jika rakyat tidak menganggapnya demikian, maka pendapatku adalah sebuah bentuk pemberontakan. Lagi pula, kalau pemerintahan Raja saat ini buruk, aku yakin rakyat pasti melengserkan Ayah sejak lama."

"Apa alasan dari pemikiranmu?"

"Sangat sederhana. Di antara konflik tiga bangsa yang berlangsung sejak lama dan teritorial kerajaan manusia menjadi lebih luas juga tingkat kesejahteraan yang ada, dapat disimpulkan warga kerajaan selain memiliki fisik yang baik juga memiliki kecerdasan logika yang tinggi. Mereka sangat sensitif terhadap pergerakan dan perubahan karena mereka telah mengasahnya dari generasi sebelum mereka untuk menghadapi perang." Jelas Jaren panjang lebar.

Damian menumpukan dagunya, "Kau bisa berpikir seperti sekarang, mengapa berperilaku bodoh selama ini?"

"Maksudmu aku tidak berpikir sebelumnya?! Aku tidak mau mempermalukan diri sendiri untuk bersaing dengan Anda, Pangeran Mahkota." Jaren merasa tersinggung, dia tahu Damian memiliki kecerdasan yang melebihi dirinya, tapi tidak perlu mengejeknya juga, dong.

Eh, tunggu. Jika Damian mengatakan sebelumnya, artinya sebelum jiwa Jaren memasuki tubuh Habel, kan? Itu berarti yang tidak berpikir adalah Habel!

Jaren mengangguk-anggukkan kepalanya.

"Sepertinya otak kecilmu sedang memberikanmu informasi yang memuaskan hatimu, heh?"

Jaren mendecakkan bibir, "Pengganggu."

"Pangeran sekalian, mohon maaf atas kelancangan saya. Apakah kita sudah bisa melanjutkan perjalanan?" Bark menyela dengan sopan.

"Aku tidak pernah meminta untuk menghentikan mobil." Ucap Damian datar.

Jaren memukul lengan Damian, "Ayo, lanjutkan perjalanan!"

==================================================================

Salam,

Florakiest

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 25 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

NovumTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang