Selama Nadine ngoceh gue diam aja. Terserah dialah mau bicara apa. Bodo amat dia menjelek-jelekan gue di depan Pak Jaehyun. Toh Pak Jaehyunnya aja cuma ketawa-tawa dari tadi.
Kan udah di bilang Bos gue prik.
"Pak, bapak dengerin saya gak sih?" Kesal Nadine.
Mampus lo!
"Iya, saya mendengarkan. Tapi-- ada beberapa omongan kamu yang tidak mendasar loh.." jelas Pak Jaehyun.
"Omongan saya yang mana, Pak?"
"Yang bilang (y/n) tidak ada tanggung jawabnya. Kamu tau kemarin dia lembur sendirian sampai malam di kantor untuk merevisi bahan meeting pagi ini."
Deg-
Nadine langsung ngeliatin gue.
"Pak--" belum selesai gue ngomong Pak Jaehyun tiba-tiba ngeliatin gue intens banget.
"Jadi, tolong jangan bicara omong kosong. Kamu hanya beropini menurut ego kamu saja Nadine."
Di bilang seperti itu Nadine kaget, gue juga.
Gue tau Nadine emang iri sama gue gara-gara gue di angkat jadi asistennya Pak Jaehyun tapi itu kan bukan kemauan gue.
"Sekarang kamu boleh keluar." kata Pak Jaehyun ke Nadine.
Gue memperhatikan Nadine yang udah mau nangis. Dia keluar sambil nunduk.
Setelah pintu ketutup gue ngeliat ke Pak Jaehyun yang lagi ketawa-tawa.
Gak waras emang nih orang kayanya.
"Bapak? Bapak sehat kah?" tanya gue. Takutnya kepala dia ada gangguan atau apa gitu.
"Sehat. Memang saya kelihatan sakit?" tanya Pak Jaehyun santai lalu duduk di kursinya.
Gue pun menghela nafas.
"Kalau begitu, saya pamit untuk kembali bekerja, Pak." Kata gue lalu jalan ke arah pintu.
Tapi-
"(Y/n).." panggil Pak Jaehyun.
Gue pun berbalik badan.
"Jangan perdulikan perkata orang yaa. Saya memilih kamu sebagai asisten saya karena memang kinerja kamu bagus bukan karena hal lain. Kamu mengerti kan maksud saya?"
Oke gue paham.
"Me... mengerti, Pak."
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
