Jisung berlari dengan tergesa memasuki gedung apartemen Jeno, setelah mendengar suara tembakan. Kakinya yang panjang mempermudah langkahnya agar bisa sampai pada lift di dalam gedung.
Jisung tau, Renjun bukan orang lemah. Bahkan rumornya, sekali pukulan dari Renjun, bisa membuat tulang rusuk sang lawan patah. Tapi, tetap saja mendengar suara tembakan membuat Jisung panik bukan kepalang.
Otak Jisung memang selalu lambat jika menghadapi situasi seperti ini. Jisung selalu mementingkan emosi dibandingkan logika. Membuatnya mengabaikan prosedur utama yang harus dilakukan jika dalam keadaan genting.
Tidak boleh panik, apalagi meninggalkan tempat persembunyian IT Lapangan ketika turun ke arena, adalah prosedur tersebut. Prosedur yang terlihat sepele namun sangat membantu jika dalam situasi genting. Tujuan dari prosedur itu adalah, agar IT Lapangan yang sedang bertugas bisa mengirimkan sinyal pada markas jika mereka dalam bahaya.
Belum lagi, kemampuan IT Lapangan dalam berkelahi tidak selincah para Tim Lapangan. Kebanyakan mereka —Tim IT Lapangan, yang tanpa berfikir panjang ingin membantu di arena malah membuat situasi semakin sulit.
Tidak ada penghubung antara Anggota dengan markas, jika IT Lapangan ikut turun ke arena. pun dengan fikiran yang panik dapat membuat konsentrasi menghilang hingga memudahkan lawan untuk ikut melumpuhkan IT Lapangan yang impulsive.
Tapi bagi Jisung, peduli setan dengan prosedur yang ada. Dia bisa membantu Renjun sebisanya. Jisung percaya diri jika target Renjun sekarang akan dengan mudah ia kalahkan. Mungkin, jika bukan karna pistol yang target gunakan, Renjun jelas akan menang menghadapi sang lawan. Setidaknya itu yang Jisung pikirkan.
"Arghhhh sialan!! Liftnya kenapa lama banget sih anjing!!"
Tanpa menunggu lebih lama, Jisung berlari menuju tangga darurat. Menapaki puluhan anak tangga guna mencapai lantai dimana unit apartemen milik Jeno berada.
Namun sayangnya, setelah Jisung masuk kedalaman hunian Lee Jeno, Renjun tidak ada di sana. Yang ada hanya genangan darah milik Renjun. Serta topi dan masker yang tergeletak, di atas genangan darah.
Jisung merutuki diri. Sepertinya, lift yang tadi sempat ia tunggu berisikan Renjun dan Jeno di dalamnya. Mengapa dirinya malah menggunakan tangga darurat, jika nantinya Renjun dan Jeno akan keluar dari Lift yang ia tunggu?
"Sumpah, lo Anggota Inti terbodoh Jie."
Itulah mengapa La Leonessa selalu menekankan jika peraturan pertama setiap turun arena, adalah Jangan panik dan tetap berkonsentrasi.
Bayangkan. Jika sedari awal Jisung mengikuti prosedur yang ada. Dirinya akan lebih memilih menunggu lift hingga turun lantas menghabisi Jeno saat lift terbuka, karna pikirannya yang dapat berfikir dengan jernih. Pun jika Jeno tidak ada niatan untuk membawa Renjun keluar dari unit apartemennya, Jisung bisa mengirimkan sinyal bantuan dan membiarkan Tim Lapangan yang membantu, yang akan menghabisi Jeno.
Jika sudah begini, Jisung harus bagaimana lagi? Renjun jelas sudah di bawa pergi oleh Jeno. Meski dengan mudah dirinya melacak dimana Renjun berada, tetap saja pasti akan lebih sulit menyelamatkannya.
Baiklah. Meski terlambat, Jisung akan tetap mengirimkan pesan pada Tim Penghubung di markas.
— w h o a m i ? —
Jalanan kota sangat padat. Puluhan, bahkan ratusan kendaraan beroda empat memenuhi setiap ruas jalan. Petang mulai menghampiri, tapi manusia yang kelelahan berlomba-lomba untuk segera sampai pada tempat pulang.
Berbeda dengan Jeno. Dirinya malah pergi meninggalkan kediamannya hanya untuk menolong seseorang yang ia lihat sebagai sang kekasih, agar segera mendapatkan pertolongan medis.
KAMU SEDANG MEMBACA
Who Am I? [Noren]
AçãoSelama hampir 10 tahun hidupnya bergabung dengan La Leonessa, Renjun tidak pernah bertanya tentang siapa dirinya. Hingga misi yang La Leonessa beri mempertemukan Renjun dengan Lee Jeno, Anak politikus dari Partai paling besar di negaranya. Renjun m...