186. Bahagia Geo

1.5K 209 3
                                    


Icha dengan cepat memberi penjelasan kepada suaminya tentang apa yang baru saja dia lakukan bersama ibunya, bahwa sebelumnya Rusti mengira dirinya hamil, lalu mengajaknya memeriksakan diri. Ternyata apa yang Rusti duga adalah benar.

"Aku galau, Mas. Karena semalam kita kan memang mainnya kasar, takutnya kehamilanku terganggu," keluh Icha.

Barulah Andra mengerti kepolosan istrinya. Dia lalu menjelaskan kepada ibunya tentang hubungannya dengan Icha yang baik-baik saja dan dia yang tidak pernah mengasari Icha.

"Baiklah, aku tidak akan kasar sama Icha, Bu," janji Andra di depan ibunya sungguh-sungguh. Dia memilih untuk tidak membela diri, tahu ibunya yang sulit dibantah, apalagi jika menyinggung rumah tangga. Lagi pula Andra menganggap wajar ibunya mengkhawatirkan rumah tangganya, ibunya hanya ingin memastikan rumah tangganya baik-baik saja.

***

Tentu saja Geo langsung bersedia menjadi sopir mobil ketika pulang dari Sukomakmur menuju Jakarta. Andra jadi lebih santai duduk di samping Geo yang menyetir. Sementara Icha, Vanya dan dua adik kembar duduk di bagian belakang. Meski sempit-sempitan, mereka tampak ceria dan senang dalam perjalanan. Seringkali terdengar suara tawa si kembar yang diajak bercanda Vanya dan Icha.

"Mau gantian, Geo?" tanya Andra menawarkan diri, sudah lebih dari dua jam Geo menyetir dan mereka sudah siap-siap akan beristirahat di sebuah SPBU, Icha mengeluh ingin buang air kecil.

"Nggak usah, Pak. Saya nyetir sampai Jakarta."

"Yakin?"

"Iya."

Andra menoleh ke belakang memeriksa keadaan istri dan anaknya, Icha dan si kembar duduk di bangku tengah, sementara Vanya duduk sendirian di bangku paling belakang. Mereka tampak tertidur lelap.

"Kamu biasa nyetir lama, Geo?"

"Iya, Pak. Dulu waktu aktif di BEM sering sama anak-anak pulang pergi Bali Jakarta dengan mobil."

Andra terkekeh kecil, "Sama Icha?" tanyanya iseng.

Geo ikut terkekeh. "Saya nggak pernah jalan jauh-jauh sama Icha, Pak Andra. Dia pasti nggak tahan. Pernah dulu saya ajak dia naik bus ke Bandung, dia malah minta dijemput pulang. Saya saja heran dia sekarang bisa betah berjam-jam di mobil."

Andra manggut-manggut, lalu tersenyum kecil mengingat saat pertama kali mengajak Icha pergi ke Sukomakmur, Icha yang sering mengeluh capek karena lamanya perjalanan. Tapi setelah itu, Icha justru senang diajak jalan-jalan lama-lama di mobil. Saat bulan madu di Melbourne, Andra sering mengajak Icha jalan hingga Sydney dengan mengendarai mobil bututnya dan Icha sama sekali tidak mengeluh.

"Icha memang sangat berubah pas pacaran sama Bapak."

"Dan kamu juga berubah sejak mengenal anak saya."

Geo manggut-manggut membenarkan.

"Apa yang kamu suka dari Vanya?"

"Semuanya, Pak Andra. Saya ... nggak bisa menjawabnya, saat melihat foto mama saya bersama Vanya, saya langsung suka begitu saja. Tapi satu hal, Vanya cantik, Pak."

Andra tertawa lepas mendengar pengakuan Geo yang tanpa beban.

"Kamu sebelum pulang ke rumah, menginap saja di apartemen saya," ujar Andra akhirnya.

Geo mengangguk semangat.

***

Satu malam saja Geo menginap di apartemen Andra, dan dia tidur di kamar tamu. Bukan tidak ada alasan Andra menyuruh Geo menginap di apartemennya, dia ingin mengamati Geo, ingin meyakinkan dirinya bahwa Geo memang pantas berpasangan dengan putri sulungnya.

Ternyata Geo telah membuktikan bahwa dirinya memang pantas dengan Vanya. Selama berada di apartemen Andra, dia akrab dengan Jerome dan Irham, dan terlihat sering berbincang dengan Vanya seputar pengalaman akademiknya di luar negeri. Andra yakin, ke depan Geo bisa membimbing Vanya kuliah di kampus yang memiliki reputasi tinggi di luar negeri, dan akan membuat dirinya bangga.

Siang menjelang sore, Geo sudah bersiap-siap pulang ke rumah, dia meminta izin Andra ingin berbicara berduaan dengan Vanya di kamar Vanya. Andra pun membolehkannya, bahkan dia memuji sikap Geo yang sangat hati-hati.

Kini keduanya duduk berdampingan di tepi tempat tidur. Geo mendekap pinggang Vanya dan mengusap-usapnya penuh rasa sayang. "Nanti kita ketemu lagi."

"Iya, Kak."

"Tetap menyibukkan diri, sibuk jaga adik-adik dan calon adik kamu."

Vanya mengangguk tersenyum.

"Sibuk juga belajar, biar bisa kuliah di Eropa kayak Kak Geo, kayak Papa."

"Iya, Kak."

"Jangan terpengaruh dengan pergaulan." Tangan Geo berpindah ke wajah Vanya, mengusir rambut Vanya yang menutupi dahi Vanya.

"Iya. Papa juga ngomong begitu. Teman Vanya yang paling baik adalah Mami Icha."

Geo senang mendengar kata-kata Vanya. "Boleh saja berteman, Kakak juga banyak sekali teman, tapi semakin lama kita harus selektif. Teman yang kayaknya menjerumuskan lebih baik dijauhi saja."

Vanya mengangguk mengerti. "Iya, Kak. Vanya juga punya teman baik kok di sekolah. Tapi ada juga yang suka iri sama Vanya, apalagi kalo Vanya masuk dan pulang dari sekolah, suka ada yang ledekin Vanya, Yaelah, pake bodyguard segala, anak orang penting emang? Begitu. Tapi Vanya nggak peduli. Tapi pas Kak Geo jemput Vanya, pada mingkem dan berebut kepingin kenal Kak Geo."

"Ada yang tahu kita pacaran?"

Vanya menggeleng, "Nggak sih."

Geo mengusap-usap kepala Vanya.

Lambat laun, Geo mulai gelisah saat melirik arlojinya. Dia lalu mengajak Vanya berdiri dari duduk, dan melangkah mendekati pintu kamar.

Kini keduanya berdiri berhadap-hadapan, dan tangan Geo mengambil kedua tangan Vanya dan menggenggamnya. "Kak Geo pamit, sampai jumpa nanti akhir minggu ini. Janjian di mana dan ke mana, dan jangan lupa tanya papa dan Mami dulu."

"Iya, Kak."

Geo menghela napas berat. Dadanya terasa sesak karena akan meninggalkan Vanya. Rasanya dia tidak ingin meninggalkan Vanya sedetikpun, dia kembali mengingat masa-masa indah di Sukomakmur, di mana dia selalu berdekatan dengan Vanya.

Geo mendekatkan tubuhnya ke tubuh Vanya, dan memeluknya erat, bibirnya mendekati telinga Vanya, menghembuskan napas hangat, berbisik, "I love you...."

Vanya memejamkan matanya beberapa saat, tangannya yang awalnya mendekap pinggang Geo, berpindah ke kedua bahu Geo, memutar wajahnya mendekati bibir Geo, dan menciumnya sebentar, "I love you too," balasnya.

Geo yang ingin Vanya selalu mengenangnya, membalas ciuman Vanya dengan lumatan lembut, "Balas hisap, Sayang...."

Vanya membalas lumatan bibir Geo dan Geo tentu membalasnya dengan lumatan lagi, hingga bibir keduanya berpagutan cukup lama.

"Sudah ya. Kak Geo pulang dulu," ujar Geo setelah melepaskan bibirnya dari bibir Vanya.

Vanya mengangguk, dan wajahnya memerah, Geo tersenyum melihatnya.

Bersambung

Mantan, Ke laut AjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang