2

753 78 1
                                    

Hua Jili memasuki sebuah resto ternama.

Hari ini ia mengikuti Sizhui ke luar kota. Tuan mudanya itu sedang rapat. Sedangkan Jili yang tidak ada pekerjaan ia memilih untuk jalan-jalan sekalian makan. Mungkin juga membelikan Sizhui dan Yubin makan.

"Jili?"

Hua Jili menoleh.

"Oh benar, ternyata Jili... Lihat wajahnya yang buruk rupa. Itu karma karena berselingkuh hahahhaa..."

Hua Jili menatap wanita cantik di depannya.

Wen Yuwen menarik masker yang dikenakan Jili. Memperlihatkan wajahnya yang buruk.

"Apa maumu, Wen Yuwen." Jili menutupi wajahnya dengan tangannya, tapi tidak merubah fakta semua orang sudah melihatnya.

Wen Yuwen adalah adik Hua Jili. Wanita yang sudah menorehkan luka di wajahnya.

"Kenapa kau tidak mati saja?! Tampangmu menyakiti mata banyak orang." Wen Yuwen mendorong Jili hingga mundur beberapa langkah.

"Kamu! Jalang tak tahu diri!"

Plak!

Jili memegang pipinya yang baru saja di tampar oleh Wen Yuwen.

Keributan menjadi tontonan. Banyak kasak kusuk yang mulai menyudutkan Jili, ada juga yang terang terangan menghina wajahnya yang rusak.

Air mata menumpuk di pelupuk matanya, tapi ia menahannya enggan meneteskan. Ia sudah janji dengan tuan Sizhui untuk tidak menangis lagi.

"Permisi.... Pesanan anda..."

Jili mengabaikan Wen Yuwen, ia mengambil pesanan makanannya dan membayar. Benar-benar tidak ingin tinggal lebih lama lagi.

"Siapa yang mengijinkanmu pergi!" Teriak Wen Yuwen.

Hua Jili berusaha tidak mendengar. Ia berlari menjauh.

"Hiks...."

Sekeras Jili menghindar. Hatinya tetap terluka.

----

Hua Jili kembali ke hotel tempat mereka menginap. Makanan yang ia beli hanya ditenteng begitu saja tanpa ada niatan untuk dimakan. Nafsu makannya hilang.

"Dari mana saja?" Sizhui melihat Jili yang baru saja masuk.

Hua Jili yang masih berlinang air mata, ketika bertatap muka dengan Sizhui entah kenapa matanya kembali panas, air matanya mengalir semakin deras. "Hiks...."

Sizhui menghampiri dan memeluk Jili.

"Hwa....." Jili menangis begitu keras di dada Sizhui.

"Saya permisi dulu." Yubin yang sedari tadi diabaikan lebih memilih pergi.

Sizhui mengangguk pada Yubin.

"Siapa yang membuatmu menangis hm?" Sizhui dengan sabar mengusap belakang kelapa Jili. Sesekali juga mengecup puncak kepalanya.

"Tidak mau menjawab? atau aku yang akan mencari tahu sendiri?"

Jili perlahan mengangkat wajahnya. Pipi yang basah air mata, matanya merah sembab. Sangat berantakan.

Sizhui terkekeh, mengusap air mata di pipi Jili. Lalu ia mendapati pipi Jili ada bekas merah seperti ditampat. Karena jelas tercetak lima jari.

"Siapa yang menamparmu?" Sizhui menyipit menatap pipi Jili. Ingin sekali ia mematahkan tangan yang berani menyentuh miliknya.

"Aku tidak apa tuan...." Jili melepaskan pelukannya dan ia mundur membuat jarak diantaranya.

Sizhui menghela nafas. Selalu seperti ini.

"Kompres wajahmu, itu mungkin akan bengkak jika tidak kamu kompres."

"Hm... saya permisi tuan Zhui."

Sizhui mengepalkan tangannya. Ingin sekali ia memeluk Jili lebih lama.

Mengambil ponselnya, ia menghubungi Yubin.

"Om Yubin.... cari tahu apa yang terjadi dengan Jili. Aku ingin laporan detail secepatnya."

Setelah menghubungi Yubin. Ia kembali duduk menyesap kopi pahitnya.

Pikirannya merenungi segala macam. Karena apapun yang menjadi tujuannya, akan ia usahakan. Dan apapun yang menjadi miliknya, ia berusaha menjaganya.

Wang SizhuiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang