03 | Dua Hati

101 17 0
                                    

Igo menatap nanar pintu kamar yang tertutup di depannya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Igo menatap nanar pintu kamar yang tertutup di depannya. Sejak semalam, pintu ukiran tersebut tidak terbuka sama sekali. Bahkan dia harus tidur di ruang tamu karena tidak bisa masuk ke dalam kamarnya. Sepertinya Hanum sengaja mengunci pintu dari dalam dan sialnya dia tidak membawa kunci cadangan. Lelaki itu menarik napas panjang. Dia melirik jam di pergelangan tangannya, jarum panjang sudah ada di angka 10, sebentar lagi dia harus segera berangkat kerja.

Lelaki itu memberanikan diri mengetuk pintu dengan pelan. "Hanum, kamu masih belum bangun?" tanyanya dengan suara pelan setelah melakukan tiga kali ketukan, tapi pintu belum juga terbuka. Beruntungnya setelah melemparkan pertanyaan tadi, Igo bisa mendengar suara langkah kaki mendekat. Lelaki itu menunggu dengan sabar sampai pintu terbuka dan menampilkan sosok sang istri yang sudah rapi dengan pakaian kantornya. Alis lelaki itu mengernyit, tatapannya memindai sang istri dari atas ke bawah. "Kamu mau ke mana?"

"Kantor."

"Ngapain?"

"Pengen ajah."

Igo mengangguk meski ragu. Dia tidak ingin memperpanjang hal tersebut melihat suasana hati sang istri yang belum membaik. Lelaki itu menarik kedua ujung bibirnya hingga membentuk senyum tipis. Dia menatap sang istri lembut, seakan tidak pernah terjadi masalah apa pun sebelumnya. "Kamu mau berangkat bareng aku aja?"

Hanum memberikan gelengan kepala sebagai jawaban. Tangannya sibuk membenarkan jasnya agar terlihat lebih rapi. Wanita itu seakan enggan menatap sang suami yang terus memperhatikannya. Dia seakan menganggap Igo sebagai makhluk tak kasa mata.

"Kenapa? Tujuanku kita kan sama." Igo mengerutkan kening samar. Dia tidak terbiasa dengan Hanum yang menolak ajakannya. Bisa dikatakan, ini pertama kalinya Hanum menolak tawarannya. Hanum bahkan tidak pernah mengabaikannya jika mereka sedang berduaan seperti ini. Namun sekarang wanita itu benar-benar sudah berubah.

"Ada yang harus aku lakukan sebelum ini. Kamu bisa berangkat lebih dulu."

"Kamu gak langsung ke kantor?" tanyanya memastikan yang mendapatkan gelengan malas. Igo hanya bisa bersabar. Dia tidak lagi bertanya saat Hanum terlihat enggan menanggapi pertanyaannya. Lelaki itu maju, berniat memeluk sang istri seperti kebiasaan mereka sebelum berpisah. Namun, Hanum menghindar dengan sengaja.

"Aku harus segera pergi. Jika Mas masih di sini, aku duluan," ujar Hanum yang terlihat terburu-buru. Tanpa mendengarkan jawaban dari sang suami, dia lekas pergi begitu saja. Wanita itu bahkan tak perlu repot-repot menoleh ke belakang.

Sementara Igo yang ditinggalkan hanya mampu menatap kepergian sang istri dengan hampa. Dia merasa kehilangan dengan sikap Hanum yang ketara sekali menghindarinya. Wanita itu jelas masih marah padanya dan entah sampai kapan. Dia pun tak bisa berbuat apa. Bahkan sampai detik ini, Igo masih terlalu takut memancing kembali masalah kemarin. Dia takut harus kehilangan salah satu dari orang yang disayanginya. Baik Hanum dan Ayu, keduanya memiliki posisi sendiri di hatinya. Andai dia bisa meminta, dia ingin tetap bersama kedua wanita itu.

Air Mata Terakhir Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang