17. Disembur Fakta

863 77 27
                                    

“Keluarkan suaramu.”

“Ng-nggak.. hiks.. mmpfh!”

Taufan menggigit bibir bawahnya kuat-kuat, mencoba tidak mengeluarkan suara yang baginya menjijikan. Ia kesulitan menggerakkan kedua tangannya yang ditahan di lantai.

Belum selesai dengan bagian bawahnya, pria itu mengincar leher bagian kanan, kulit mulus itu digigitnya hingga meninggalkan bekas kemerahan.

Taufan ingin sekali berteriak meminta tolong, namun tenggorokannya tercekat, suaranya tidak bisa keluar. Ia hanya bisa menangis dan melenguh kesakitan di bawah pria itu.

“Sialan.. kalau kau seorang perempuan, aku akan menghamilimu.”

Netra safir itu memejam erat, bersamaan dengan air matanya yang mengucur deras. Seluruh tubuhnya terasa sakit dan ngilu.

Hari sudah mendekati tengah malam, namun pria itu nampaknya masih belum ingin mengakhiri kesenangannya. Ia terlampau gembira karena telah mendapatkan apa yang ia inginkan.

Pria itu sama sekali tidak merasa iba pada korbannya yang kini sangat acak-acakan.

Melihat Taufan begitu, si pria menarik kuat rambut Taufan ke atas, lalu menghantamkan kepalanya ke lantai.

“Argh!”

“Keluarkan suaramu, atau.. kau akan merasakan sakit yang luar biasa.”

Taufan menggeleng kuat tanda tidak mau.

“Baiklah, kau yang minta.” Pria itu menyeringai lebar sebelum memulai aksinya.

Taufan merintih. “He-hentikan! Kumohon! Sakit!!”

“Hentikan! Jangan! AAAARRGHHH!”

Netra safir itu terbuka lebar. Sebelah tangannya reflek memegang dada kirinya yang berdenyut sesak. Keringat dingin membasahi wajah pucatnya.

Taufan melirik ke samping, ada seseorang di sana. Wajahnya nampak panik. Taufan tidak tahu siapa dia, namun ia seperti mengenal wajahnya.

“Nak..? Te-tenangkan dirimu dulu, ya..? Tarik napas, lalu buang. Iya, benar begitu.”

Dia seorang wanita, rupanya begitu cantik. Suara lembut dan menenangkan itu.. dia persis seperti mendiang ibunya.

Ah, Taufan jadi rindu.

“Mama...” kedua mata Taufan berkaca-kaca, seolah melihat bayangan sang ibu pada wanita itu.

Si wanita tersenyum hangat, ia mendekatkan diri, membawa anak malang itu ke dalam pelukannya. Ia biarkan anak itu menangis, tak peduli jika pakaiannya basah terkena air mata.

“Mama.. Taufan kangen.. Taufan mau sama mama..” lirih Taufan, kedua telapak tangannya menggenggam erat pakaian si wanita, seolah tidak ingin jauh darinya.

Sekitar 15 menit, tangis Taufan perlahan reda, berkat usapan lembut dari wanita asing itu.

Pipi Taufan diusap pelan, menghapus sisa-sisa air matanya.

“Ini, minum dulu biar tenggorokanmu nggak kering.”

Taufan menurut, ia meraih gelas berisi air putih dari tangan wanita itu, lalu menegak airnya sampai habis. Tenggorokannya terasa lebih lega.

“...eum.. anda siapa?” tanya Taufan dengan suara serak.

“Namaku Kuputeri, ibu kandung Maripos. Jangan khawatir, aku bukan orang jahat,” jawab Kuputeri diselingi tawa pelan.

BittersweetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang