14. Istri Atau Calon Istri

32 3 0
                                    

Sekrup-sekrup dari tiang lighting berulangkali dicek selagi kedua bintang belum tiba. Lensa kamera juga telah diperiksa, sehingga foto diambil tak memiliki risiko jelek hingga 30%. Objek foto yang indah harusnya terlalu mubazir dan akan membuat mood berubah berhari-hari, apabila mendapatkan hasil foto tak selaras dengan tenaga serta usaha.

"Apakah lighting telah benar-benar aman?"

Staff bawaan kameraman yang bertugas mengecek tiang lighting, seketika menolehkan kepala mengalihkan fokus ke sang partner kerja.

"Sudah, Oppa."

Suara langkah kaki besar dan kecil yang bersahut-sahutan, membuat orang-orang menunggu seketika berfokus pada pemilik tapak kaki. Senyum hangat bercampur gemas terlukis kala melihat Mark, setia menggandeng tangan putranya sembari berlari karena tergesa-gesa. Melihat baju dikenakan kembaran, agaknya mereka yakin bahwa itu hadiah sponsor dari pemotretan ayah dan anak.

"Aigoo!"

"Kiyowo!"

"Aegi-deul."

"Berapa umurmu, Sayang?"

"Siapa namamu, Nak?"

Mali mengerutkan bibir ketakutan, netranya tak berani mendongak mendengarkan aneka kalimat menurutnya menakutkan. Kaki-kaki gembil dengan sepatu juga sama dengan Mark, perlahan mundur ketakutan bersembunyi dibalik tubuh lebar Mark. Mark tersenyum canggung dengan dua reaksi bertolak belakang.

"Mali tidak apa-apa. Noona-noona dan Hyung hanya ingin berkenalan sekaligus bermain denganmu saja."

Mali menatap Mark menyembunyikan ekspresi ketakutan dari sang Papa. Mali menatap lingkungan pemotretan tanpa melewatkan sedikitpun inchi, sembari kian menggenggam erat tangan Mark. Mark menghela nafas. Agaknya sifat canggung dan pemalu di tengah keramaian Mali, menjadi tahap lanjutan dia dalam mengenal kepribadian sang putra.

"Mali," tegur Mark lembut.

Mali berpindah bersembunyi menjadi di balik punggung sang Papa. Mark memejamkan mata sekilas seraya menghela nafas panjang. Mark berbalik badan, menunduk di hadapan Mali, menatap lekat-lekat putranya.

"Nak, Mali--"

Mali menatap binar ke arah drone memikat hati mungilnya. Mark mengernyitkan dahi, mengikuti arah pandang sang putra. Senyum puas terpatri di wajah.

"Maafkan saya. Saya mohon maaf sekali karena sangat terlambat. Saya terjebak macet sekaligus ban bocor," celetuk gadis bermarga Kim.

Mark terkesiap sedetik dibuatnya. Ntah sudah berapa lama netranya tak menatap netra cantik wanita seperjuangannya. Wanita kelahiran Korea Selatan 5 Maret 1999 itu bergeming kala menatap lelaki, berawal menjadi sahabatnya sejak menjadi trainee di agensi. Bahkan kedekatan mereka beberapa kali membuat isu dating terbit.

"Ma--Mark?"

"Ye--Yeri?"

Keduanya sama-sama tak menyangka apabila projek pemotretan kali ini membuat mereka mengalami reuni kecil. Netra Yeri spontan bekerjasama dengan mulut melengkungkan senyum, kala menatap lelaki kecil menyerupai lelaki di hadapannya yang terlihat berlari hendak menghampiri mereka.

"Daddy!"

"Eoh?"

Mali si pemikiran kritis. Mali mengedarkan pandangan, bibirnya mengerucut kesal, cacing dalam perut gembul Mali tak tinggal diam. Aneh baginya, Mark mengatakan bila telah terlambat sembari mengatakan kemungkinan model telah diganti. Tetapi mengapa nyatanya walau telah dia tinggal bermain bersama staff hingga kelaparan, tetapi baju dikenakan Mark masih sama dengan miliknya?

"Hai Sayang, apakah kamu benar Mali?"

Mali seketika kembali bersembunyi dibalik punggung Mark. Mali memang pemasaran dengan wanita menurut prediksinya seusia Mark, tetapi juga takut dan malu kala bertemu dengan orang baru. Walau sejak usianya tiga tahu telah mulai dikenalkan hingga ikut bekerja bersama Mark.

"Da--Daddy," panggil Mali dengan suara berbisik.

"Mark, putramu memanggil."

Mark terkesiap larut dalam lamunan. Mark menggendong Mali, sebelum menuju ke ruang ganti karena telah dikode staff.  Mark menatap lembut sang putra yang setengah mengantuk disertai lapar. Panik melanda mengingat dia lupa mengisi mobil dengan makanan berat apalagi makanan ringan.

"Why, my soul?"

Mali menundukkan kepala Mali karena perutnya lagi-lagi bersuara di hadapan Yeri. Yeri terbelalak kala suara perut Malo terdengar lebih keras.

"Mali tunggu di mobil Aunty Yeri saja bagaimana? Kebetulan Aunty memiliki banyak stok kudapan di mobil, sekaligus hadiah kecil untuk Mali."

Mali menatap antara Mark dan Yeri secara bergantian. Dia ragu sekaligus takut, tetapi perutnya tak bisa diajak kerjasama. Ditambah rasa kantuknya pun tak kalah egois. Mali mengangguk-anggukkan kepala.

My Daddy Is Superhero Idol (SLOW UPDATE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang