Pagi datang menandakan bahwa hari Senin telah tiba, hari yang tidak disukai oleh sebagian manusia di bumi ini. Padahal kalau kata Tara, semua hari itu sama aja. Sama-sama sibuk, sama-sama melakukan kegiatan, tapi kenapa banyak yang ga suka sama hari Senin? Aneh.
Jam baru menunjukan pukul 06.00 WIB, tapi Tara sudah siap untuk pergi bekerja. Dia sudah rapih dengan celana hitam dan kemeja garis-garis vertikal berwarna putih-biru tua dengan cardigan putih yang ia sematkan di pundak sebagai hiasan, tak ketinggalan sepatu sneakers putih kesayangannya. Tanpa sarapan Tara langsung bergegas berangkat. Tidak lupa menjemput sahabatnya terlebih dahulu.
***
Hanya butuh sekitar lima menit untuk sampai ke rumah Jehan karena rumah mereka hanya beda blok. Ya, Tara dan Jehan adalah tetangga sekaligus sahabat yang sudah bertemu sejak mereka duduk di taman kanak-kanak.
Sesampainya di rumah Jehan, dia memakirkan mobilnya dan menuju pintu masuk.
"Assalamualaikum, Jehan...Jehan..." panggil Tara.
Pintu terbuka, memperlihatkan sosok wanita dengan kisaran umur 40 tahun yang menyambut Tara dengan senyum manis. Itu adalah tante Ana, mamahnya Jehan. Tara selalu suka senyum itu, hangat dan sangat cantik. Bikin Nara jadi kangen mamahnya.
Tante Ana membuka pintu dan tersenyum. "Waalaikumsalam, Tara. Masuk dulu sini. Jehannya masih di kamar, kamu samperin gih," ujar tante Ana dengan nada lembut.
"Iya tante."
Tara pun pergi ke kamar Jehan yang berada di lantai atas. Rumah Jehan memiliki dua lantai, bernuansa putih hijau dengan banyak tanaman di teras depan dan halaman belakang. Tante Ana memang dari dulu suka berkebun, macam-macam tanaman ada di sini. Mulai dari buah, sayur, dan bunga. Tidak sedikit hasil panen dari kebun tante Ana dibagikan ke tetangganya. Untuk Tara, tante Ana lebih sering membagikan bunga, katanya biar rumah Tara wangi dan adem.
Tok...tok...tok..... Tara mengetuk pintu kamar Jehan sebelum masuk ke dalam kamarnya.
"Jehan, kok lo belom siap?" Tara kaget melihat Jehan yang masih dalam posisi berbaring.
"Ini hari Senin, Jehan!"
Jehan menyahuti ocehan Tara sambil menguap, "Hoamm...iya tau. Siapa juga yang bilang ini hari Januari?"
"Jehan, ini udah jam 6 lewat 10 dan juga Januari itu bulan bukan hari. Duh, lo pagi-pagi udah bikin gue kesel aja!" ucap Tara menahan emosi.
"Oh udah berubah ya? Terus kenapa kalo udah jam 6?"
"Udah siang, Jehan! Mandi cepet, nanti kita kena macet kalo berangkatnya kesiangan."
"Kena macet tinggal telat. Kenapa sih lo seneng banget dateng on time?"
"Ah jangan kebanyakan ngomong! Udah cepet siap-siap! Gue tunggu setengah jam, kalo lo belom siap juga gue tinggal."
"Iya-iya gue mandi. Udah sana lo tunggu di bawah aja!" ucap Jehan.
Tara menunggu di halaman belakang sambil sesekali mengambil foto bunga yang ada di sana. Sebenarnya saat kecil dia tidak menyukai bunga, terlebih lagi bunga mawar karena jarinya pernah tertusuk duri. Tapi sejak kejadian itu dia jadi menyukai bunga, bahkan bunga yang diberikan tante Ana dirawat dengan sangat baik agar tidak cepat layu.
"Ra, ayo berangkat gue udah siap nih," panggil Jehan.
"Lama banget siap-siapnya. Liat nih udah jam 6.40." Tara menunjuk arloji hitamnya.
"Yaelah, Ra, cuma setengah jam doang dibilang lama?!"
Tanpa menjawab ocehan Jehan, Tara langsung masuk ke dalam mobil dengan Jehan di belakangnya. Tidak lupa mereka pamit terlebih dahulu pada orangtua Jehan.
KAMU SEDANG MEMBACA
TENTRA
RomanceTavtara Denalline adalah seorang perempuan yang menjalani hidupnya dengan tenang, teratur, dan tidak suka mencari masalah. Karena menurutnya, "Masalah itu menakutkan. Ketika lo ga benar-benar siap buat menghadapi dan menyelesaikan masalah itu, maka...