Keesokan harinya, pagi hari yang ditemani oleh hujan yang cukup deras. Sabiru dengan cepat mengambil sebuah payung dan bergegas menuju sekolah, karena jarak dari rumah menuju sekolah tidak terlalu jauh, ia memutuskan untuk jalan kaki saja, hitung-hitung olahraga pagi.
Namun, ketika Sabiru hendak mengambil sebuah payung yang ada dirumahnya itu, payung tersebut lebih dulu diambil oleh Arka, kakak laki-laki Sabiru.
"Loh. Bang, payungnya kan mau aku pake buat berangkat ke sekolah. Sekarang juga udah siang, gak mungkin aku tunggu hujan nya reda." Ucap Sabiru.
"Gue juga perlu payung ini, lagian lo kayak gapunya temen aja buat nebeng bareng." Jawab Arka dan langsung bergegas keluar dengan payung tersebut.
Mereka berdua memang sering bertengkar ditambah sifat Arka yang terlalu keras kepada Sabiru semenjak orang tua mereka pergi meninggalkan mereka berdua. Namun disamping itu semua, Arka terpaksa harus berkuliah sambil bekerja sampingan demi memenuhi kebutuhan hidupnya dan membiayai keperluan sekolah Sabiru, adik kandungnya.
Mau tidak mau Sabiru terpaksa harus berlari menuju sekolah menggunakan jaket sebagai pengganti payung nya.
Sesampainya disekolah, dengan seragam yang sedikit basah karena terkena hujan, Sabiru langsung duduk di bangku nya. Tak lama kemudian jam pelajaran dimulai, ia memperhatikan guru yang sedang menjelaskan di depan. Namun, ia merasa dimeja sebelah sepertinya sedikit berisik dan mengganggu. Terlihat Adipta yang tengah sibuk merogoh tas nya.
"Duh, pensil warnanya ketinggalan, padahal perlu" Ucap Adipta dengan nada berbisik.
"Srett.." Sabiru mengeluarkan sebuah pensil warna dari tas nya.
"Nih, pakai aja" Ucap sabiru.
Adipta memandang Sabiru dengan wajah yang terheran-heran. Tidak seperti biasanya Sabiru melakukan hal seperti ini, walaupun memang kelihatannya cukup simpel.
"Ah, iya..makasih yaa." Jawab Adipta sedikit canggung.
"Apa ini? Kenapa tiba-tiba dia jadi ramah?"
"Kok perasaanku jadi ga enak ya. Gumam Adipta dalam hati, lelaki itu masih tidak menyangka.Jam pelajaran masih berlangsung. Namun, sedari tadi Adipta masih sibuk dengan lukisan yang ia gambar, ia memang sangat menyukai hal yang berbau seni, terutama melukis, ditambah cuacanya yang pagi ini cukup bagus, cocok untuk melukis indahnya pohon dan tumbuhan lain setelah diguyur hujan. Sabiru tak menghiraukan apa yang Adipta lakukan, tiba-tiba guru menyuruh para murid untuk membentuk kelompok dengan masing-masing teman sebangku nya.
"Baiklah, ibu rasa kalian sudah mengerti apa yang ibu jelaskan. Sebagai mengakhiri pelajaran kali ini, silahkan kalian membuat kelompok dengan teman sebangku dan nanti akan ibu berikan tugas lalu kalian kerjakan dan presentasikan bersama." Perintah guru tersebut dan langsung bergegas pergi meninggalkan kelas.
"Baik, bu..." Ucap seluruh murid dikelas.
Adipta masih sibuk dengan lukisannya. Sabiru yang sedari tadi tak memedulikan Adipta, kini ia berdeham kecil berharap Adipta merespon nya.
"Ehem..."
Sesekali Sabiru berdeham kecil bertanda sebuah kode agar teman sebangku nya itu menyadari akan adanya Sabiru. Namun, Adipta masih fokus pada lukisannya itu. Sabiru pun masih enggan untuk memanggil namanya karena ia sedikit gengsi."Uhuukkk..." Kali ini terdengar seperti sedang batuk dan lebih keras.
"Eh, Sa.. kamu sakit?" Tanya Adipta yang kini mulai tersadar bahwa jam pelajaran sudah berakhir dan menyadari bahwa Sabiru masih duduk dibangku nya.
"Kita sekelompok, dan minggu depan presentasi. Kayaknya aku harus ke perpustakaan dulu, cari buku yang harus kita pelajari buat tugas ini". Ucap Sabiru
"Eh.. gak usah, Sa. Biar aku aja yang cari". Ujar Adipta
"Gapapa kok, aku juga sekalian mau cari buku buat belajar dirumah". Jawab Sabiru
Adipta mengangguk setuju, "Oke, kalo gitu aku rapihin meja ku dulu ya, berantakan, pensil warna nya mencar-mencar juga, hehe. Oh iya, gimana kalau nanti kita kerja kelompok di Caffe sebelah? Kebetulan aku juga sering nugas disana, tempatnya juga nyaman kok." Tanya Adipta
Sabiru tersenyum mengangguk, "Oke. Btw aku tunggu di perpustakaan ya."
Setelah Adipta menyelesaikan sentuhan terakhir pada lukisannya, ia menyimpan semua peralatan lukisnya kedalam tas dengan rapi. Kemudian, dia berjalan menuju Sabiru yang sudah menunggu di perpustakaan.
Saat Adipta tiba di perpustakaan, ia melihat Sabiru tengah asyik mencari buku yang cocok dengan tugas kelompok kali ini."Kayaknya buku ini bagus buat referensi tugas kita," ujar Sabiru dengan antusias.
Sabiru berniat mengambil buku tersebut. Namun, ia tidak bisa meraih buku tersebut karena tinggi. Adipta tersenyum sambil mengamati buku-buku yang ada di perpustakaan. Ia yang melihat Sabiru, sedikit tertawa karena melihat Sabiru yang terlihat seperti anak kecil. Ia pun meraih buku yang ingin di ambil oleh Sabiru.Saat Sabiru hendak menoleh ke belakang, "Degg..." Detak jantung Sabiru berdegup kencang, ia merasa sangat dekat dengan Adipta. Dengan cepat Sabiru mengambil buku tersebut dari tangan Adipta. Tak lupa ia juga menuliskan identitas dan buku yang dipinjam, dan Sabiru pun segera pergi meninggalkan Adipta.
"Huft.. tarik nafas, Sa. Tarik nafas!" Sabiru bergumam dalam hatinya, jantungnya masih berdegup dengan cepat. Ia tidak tahu mengapa kali ini rasanya seperti tidak bisa bernafas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dia Sabiru
Teen FictionDalam kelopak-kelopak kehidupan, sebuah perjalanan seorang perempuan bernama Sabiru yang penuh warna terbentang luas. Ditemani oleh seorang kakak tempramental sebagai teman seiring tumbuh dewasanya. Meski atmosfer rumah sering kali terasa tegang, se...