Ardan

93 11 0
                                    

Ardan tidak pernah menghitungnya lagi, rasanya dunianya benar-benar berhenti berputar, entah sudah berapa lama sejak peristiwa itu. Yang jelas sejak kematian Taavi, Ardan seolah kehilangan semangat hidupnya.

Bayangan tentang Taavi yang memeluknya dengan tubuh dinginnya, mencium dan membisikkan kata cinta dengan bibirnya yang kebiruan, serta dia yang melamarnya setelah memberikan bunga terkutuk itu padanya menjadi mimpi buruk di setiap bangun serta tidur Ardan.

Rasanya Ardan tidak bisa lagi membedakan mana yang mimpi mana yang kenyataan. Semua itu terlalu mustahil Jika ingin disebut kenyataan, namun juga terlalu terasa nyata dan menyakitkan jika hanya ingin disebut mimpi.

Entahlah Ardan benar-benar tidak tahu, pokoknya dia hanya ingin segera menghilangkan rasa sakitnya. Makanya dia mulai mengurung diri, Ardan mengunci dirinya didalam kamar, menolak hampir semua makanan dan juga kunjungan dari teman-temannya, seolah jika dia terus sendirian di tempat gelap itu dia bisa tetap hidup dengan semua kenangan Taavi.

Karena sejujurnya bayangan tentang masa-masa indah antara dirinya dengan Taavi mulai menghilang dari benaknya, tergantikan oleh kenangan buruk tentang ketidak sengajaannya yang telah menyebabkan Taavi kecelakaan hingga akhirnya meninggal di tempat.

.

.

.

.

.

"Apa dia masih belum mau keluar dari kamar?" Jazmi bertanya dengan ekspresi khawatir yang kentara jelas di wajahnya.

Saat ini dia dan Jefrey memang sengaja datang untuk mengunjungi Ardan ke rumahnya dengan harapan bisa mendapatkan kabar baik tentang perkembangannya.

Karena sejak Ardan pingsan di kuburan Taavi waktu itu, mereka memang tidak pernah bisa melihatnya karena Ardan selalu menolak, meskipun mereka sudah sering membujuknya.

Yudan menyandarkan kepalanya di punggung sofa sambil memijat pelipisnya dengan ibu jari. Tatapannya menerawang jauh keatas langit-langit ruang tamunya selama beberapa saat sebelum menjawab pertanyaan dari Jazmi.

"Entahlah. Aku pusing."

Jazmi dan Jefrey tahu, kondisi psikis Yudan sekarang pasti sangat lelah karena memikirkan Ardan. Makanya mereka berdua pindah ke samping kanan dan kiri Yudan untuk memberikan pelukan serta kata-kata penyemangat.

"Sabar ya, Ardan pasti baik-baik saja." Jazmi menangis saat mengatakannya, karena sejujurnya dia juga tidak begitu yakin dengan kata-katanya sendiri.

Bagaimana bisa seseorang baik-baik saja setelah kehilangan cinta dalam hidupnya? Jika ada, berarti orang itu tidak benar-benar mencintainya.

"Jangan menyerah, kita akan membantumu menyembuhkan Ardan. Ayo kita coba lagi temui dia bersama-sama." Jefrey menepuk pelan pundak Yudan beberapa kali.

Yudan reflek tersenyum begitu mendengarnya. Meski dia merasa sedikit pesimis kali ini Ardan akan mau membukakan pintu kamarnya untuk mereka, tapi tidak ada salahnya mencoba untuk yang kesekian kalinya kan?

Jadi dengan didampingi oleh kedua sahabatnya, Yudan berjalan menyusuri lorong di rumahnya yang terasa begitu sepi semenjak senyum dan tawa Ardan menghilang bersama dengan Taavi.

Dia menatap sendu pada pintu kamar Ardan selama beberapa detik sebelum merasakan sapuan hangat tangan kedua sahabatnya di pundaknya.

"Jangan khawatir." Jefrey menampilkan senyuman kelincinya sebagai penyemangat. Lalu dia mengangkat tinjunya ke arah pintu kamar Ardan untuk mewakili Yudan mengetuk pintunya.

Tok Tok Tok

Begitu suara ketukan itu berakhir, ketiga laki-laki dewasa itu serentak menahan nafas. Mereka tanpa sadar melakukannya karena mengantisipasi apapun yang akan terjadi setelahnya.

Lost (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang