04. Amarah dari senyuman!

501 33 0
                                    

Blaze dan Ice terduduk rapi, atau bisa dibilang mereka bersimpuh dengan kepala yang menunduk kebawah seakan-akan tidak berani untuk melihat keatas. Rasa sakit akibat pukulan keras dikepala menambah ketakutan di diri mereka.

Mereka berdua sedang menghadapi bos terakhir bagai di game-game konsol. Aura gelap yang mematikan serta senyuman yang tidak terlihat hangat itu terasa begitu menusuk.

"Nah jelaskan? Ada apa ini??" Tanya sang empunya.

Gempa menatap kedua adiknya itu dengan kesal, tidak biasanya mereka bertengkar hingga saling pukul memukul. Blaze dan Ice menatap satu sama lain lalu memalingkan wajah secara bersamaan.

"Blaze duluan" ucap Ice, membuka suara terlebih dahulu. Mendengar ucapan Ice, Blaze lalu ikut bersuara.

"Tapi aku udah minta maaf Gempa! Ni bocah aja yang keras kepala!!" bantah Blaze.

"Ha?? Kamu pikir aku bisa terima permintaan maafmu?! Kamu tuh gangguin aku tidur tau!" Kini Ice membalas dengan teriakan.

"tuh kan gem? Liat?? Dianya aja yang gak terima permintaan maafku!"

Gempa terlihat menghela nafas lelah. Ia memijat pelipisnya akibat pusing dibuat oleh keduanya. "Ini gak akan ada habis-habisnya" batin Gempa.

Dengan perasaan yang sudah lelah ditambah dengan letihnya seluruh tubuh membuat gempa memasang wajah serius yang jarang diperlihatkannya. Namun itu hanya bertahan beberapa saat sampai akhirnya Gempa kembali tersenyum ke arah keduanya.

Hal itu membuat kedua kembaran ini menjadi diam seketika. Hingga Gempa akhirnya membuka suara lagi.

"Sudah berapa kali aku bilang kan? Tolong jangan membuat rumah berantakan. Memangnya kalian pikir siapa yang membersihkan ini nanti??" Tegas Gempa ke arah keduanya. Blaze dan Ice merasa bersalah atas perbuatan yang mereka lakukan.

Gempa melirik Blaze dan Ice secara bergilir. Ia melihat luka lebam diantara keduanya akibat perkelahian tadi. "Terus kenapa sampai main kekerasan? Ini lagi, Duri bilang kalian sampai main lempar-lemparan pisau. Ngapain coba?! Kalau kena kan bahaya!"

"Itumah Ice aja yang ngelempar!" Seru Blaze membuat Ice kembali menatapnya garang.

"Lagian gak kena! Kamu juga malah main pukul duluan!!" Balas Ice tak mau kalah dari Blaze.

"Ya salahmu dong! Ngapain main lempar pisau kearahku!! Walau gak kena kan tetep aja!"

"Kalau dari awal kamu gak gangguin aku kan gak bakal kayak gini!!!"

"Tapi kan aku udah minta maaf!"

"UDAH CUKUP!" Teriak Gempa membuat Blaze dan Ice seketika terdiam kembali dengan kepala yang menunduk "udah selesai debatnya?" Gempa kembali bertanya kearah keduanya yang tentu diangguki oleh Blaze dan Ice.

"Kami minta maaf" ucap keduanya merasa menyesal dengan apa yang terjadi beberapa waktu yang lalu. Gempa kembali menghela nafasnya. "Kenapa minta maaf ke aku?" Ucapnya.

Blaze dan Ice mendongak sedikit, mereka meihat wajah Gempa yang sedikit menghangat. Tau akan maksud kakak kembarnya membuat keduanya saling berhadapan.

"Blaze, aku minta maaf. Aku terlalu kesal tadi" ucap Ice mengulurkan tangan kanannya. Blaze membalas jabatan tangan Ice. "Aku juga minta maaf, aku udah mukul kamu karena emosiku meluap"

Melihat pemandangan itu, Gempa kembali tersenyum hangat. Ia mengelus kepala adik kembarnya dengan lembut. "Nah begitu, sini biar aku obati dulu. Nanti setelah diobati kalian harus membersihkan kekacauan yang kalian perbuat, paham?" Ucap Gempa.

"Baik!" Balas Blaze dan Ice. Mereka berdua berjalan menuju sofa atas perintah dari Gempa. Sedangkan Gempa pergi untuk mengambil kotak P3K di kamarnya.

Selama Blaze dan Ice sedang berhadapan dengan Gempa, Hali mengajak Duri duduk diteras rumah. Walau saat itu langit sudah sangat senja dan matahari sudah mulai tenggelam namun ini lebih baik daripada berada didalam. Hali memainkan ponselnya sedari tadi sedangkan Duri tengah memakan es krim yang sengaja dibawa Hali pulang untuk dinikmati bersama.

"Upan belum pulang juga" ucap Duri tiba-tiba. Hali melirik Duri sebentar lalu menatap jam yang ada di ponselnya. "Iya juga" jawabnya singkat.

Duri melirik Hali lalu mendekatkan dirinya ke Hali. Tentu hal itu membuat Hali sedikit kaget, pasalnya Duri begitu dekat dengannya. "Hali gak khawatir sama Upan? Apalagi Solar juga belum pulang loh" tanyanya.

Hali memundurkan wajah Duri yang begitu dekat dengannya menggunakan tangannya secara lembut. "Mereka udah gede, gak perlu khawatir. Nanti juga pulang sendiri" ucap Hali, sebenarnya Hali sangat khawatir namun dia tidak ingin terlihat begitu apalagi didepan Duri.

"Kalau ada apa-apa gimana? Misalnya tersesat??" Ucap Duri yang langsung dibantah oleh Hali. "Gak akan"

Disisi lain, Taufan baru saja selesai bermain di rental PS bersama dua temannya yang lain yaitu Fang dan Gopal. Sembari berjalan pulang bersama, mereka sempat mampir disebuah supermarket.

"Sialan, kenapa aku gak bisa-bisa ngalahin bocah gendut ini sih" gerutu Fang mengambil satu kaleng soda di mesin minuman.

"Yaelah mulut, aku ini gak gendut ya! Cuman besar di tulang aja" balas Gopal, ia tengah memilih cemilan apa yang harus dirinya ambil.

"Mungkin situ yang payah main PS, bener gak Pal?" timpal Taufan yang baru saja datang dari arah rak biskuit.

"Yoi bro" Gopal tertawa sembari melakukan tos tangan dengan Taufan. Melihat hal itu membuat Fang menjadi kesal sendiri. Ia berjalan terlebih dahulu menuju kasir, tidak peduli dengan dua temannya itu.

Setelah selesai berbelanja, mereka kembali melanjutkan perjalanan menuju rumah masing-masing. Ketiganya berpisah di sebuah persimpangan yang dimana Fang dan Gopal berbelok ke arah kanan sedangkan Taufan harus lurus terus.

"Bye Fan! Ketemu di sekolah nanti!" Seru Gopal.

"Hati-hati, anjing hitam didepan galak banget noh!" Seru Fang

"Iya bacot bener!" Balas Taufan sembari melambaikan tangannya. Gopal dan Fang juga membalasnya dengan lambaian tangan. Setelah melihat kedua temannya semakin menjauh, Taufan kembali melanjutkan perjalanannya.

Tepat didepan sana, ia melihat siluet yang tak asing. Rompi kuning dengan topi dinosaurus yang berwarna putih abu itu tak lain dan tak bukan ialah Solar, salah satu dari 6 kembarannya. Hal itu membuat Taufan menaruh sketboardnya dan menaikinya. Ia meluncur dengan cepat menuju remaja didepannya.

"Woii Solar!!!" Teriaknya nyaring.

Yang dipanggil hanya menoleh dengan wajah datarnya. Tau siapa yang memanggilnya, wajah Solar seketika menjadi panik.

Siapa yang tidak akan panik melihat ada orang gila meluncur dengan sketboardnya dengan kecepatan penuh menuju dirinya. Hingga pada akhirnya Taufan terjatuh sendiri dari sketboardnya karena memegang pundak Solar.

Untung saja yang terjatuh hanya Taufan sedangkan Solar masih beridir walau sedikit oleng.

"Aku kira siapa! Ngapain sih baru pulang? Kemana aja??" seru Solar. Taufan hanya cengengesan sembari terbangun dari posisi jatuhnya tadi. "Ya maaf, habis main PS bareng Fang sama Gopal" balas Taufan membersihkan bajunya yang terkena debu jalanan.

"Ohh.." Solar memasang wajah datar lagi. Ia kembali berjalan, mengacuhkan Taufan yang harus mengambil sketboardnya terlebih dahulu.

Taufan yang tertinggal tidak begitu jauh, berlari untuk menyusul Solar. Mereka berjalan pulang bersama sembari mengobrol ringan, walau sebenarnya Solar sangat enggan untuk membalas setiap ucapan dari Taufan.

7 Twins! [AU Boboiboy Elemental] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang