Dua minggu sudah berlalu, Mazaya masih dalam keadaan koma.
Keseharian Wulan sudah nggak beraturan lagi semenjak dua minggu yang lalu. Kalau bisa dibilang Wulan udah kayak mati segan hidup pun tak mau.
Sepulang kuliah, Wulan mengunjungi Mazaya seorang diri. Setiap kali Wulan datang, dia hanya bisa terdiam beberapa waktu, masih mencerna apa yang sudah terjadi dengan Mazaya.
Jujur Wulan kangen. Kangen segala hal tentang Mazaya, kangen segala hal yang sering mereka lakuin bareng. Dua minggu berlalu itu bukan waktu yang sebentar. Bahkan menurut Wulan, satu hari aja rasanya kayak lima hari karena ditinggal Mazaya koma.
Sekitar satu jam di rumah sakit, Wulan memutuskan untuk pulang karena bokapnya sudah balik dari kantor. Karena Wulan masih banyak jadwal kuliah yang padat, alhasil sering ganti-gantian jagain Mazaya di rumah sakit.
"Kakak jangan lupa makan sama istirahat yang cukup ya," kata bokapnya Wulan.
"Iya Pa..., kakak pulang dulu," pamit Wulan.
Diperjalanan, Wulan dengerin playlist lagu yang dia buat sama Mazaya. Aduh..., Wulan ternyata sefrustasi itu ditinggal sama Mazaya. Padahal ya kalau dipikir-pikir lagi, dulu Wulan nggak suka sama Mazaya, banyak hal yang terjadi di antara mereka, sampai-sampai Wulan jadi sesayang itu sama Mazaya.
Sampailah Wulan di apartemennya dengan menghabiskan hampir delapan lagu selama perjalanan balik. Parkiran di basement sore itu sepi. Padahal ini sudah jam pulang kantor.
Tiba-tiba Wulan merasa ada angin kencang yang dingin di basement dari arah kiri. Disusul sama bulu di badannya yang tiba-tiba berdiri alias merinding. Menurut Wulan, nggak biasanya, atau malah nggak mungkin di basement ada angin kencang menerpa begini.
"Jangan ganggu gue, gue gak mood," ujar Wulan entah pada siapa. Intinya dia ngomong aja, ngikutin kebiasaan Mazaya yang dari dulu udah sering diganggu sama makhluk tak kasat mata.
"BWAAA!" tiba-tiba ada dua anak kecil yang ngagetin Wulan dari tangga darurat.
"Kakak ihhh ngomong sendiri! Ngomong sama hantu ya? Atau kakak Skizo ya! Hahaha!!!"
Wulan melongo mendengar ucapan anak kecil yang kira-kira umurnya sepuluh tahun. Dua-duanya anak cowo. Yang satu rambutnya lurus dan yang satu ikal. Yang ngatain Wulan itu tadi si rambut ikal.
Sehabis ngomong begitu, kedua anak tersebut lari ke pakiran basement entah kemana sampai akhirnya mereka menghilang dari pandangan Wulan.
"Eh...," Wulan teringat sesuatu, "Sejak kapan di apartemen ini ada anak kecil? Kok gue gak pernah liat mereka ya?"
Lagi-lagi ada hal janggal yang Wulan rasakan, "Sejak kapan pintu darurat boleh dipake sembarangan begitu? Mana sama anak kecil...?"
"Aarrghh kampret," keluh Wulan sambil mempercepat langkahnya menuju lift. Kemungkinan besar dua anak tadi bukan manusia menurut Wulan.
"Tapi apa-apaan gue dikatain skizo? Skizo dari mana kampret gue! Gue aja pernah hampir mati gara-gara setan!" gerutu Wulan pelan yang cuman bisa dia dengar seorang diri.
Sampailah Wulan di lantai lima. Keluar lift, Wulan tiba-tiba ngerasa sedikit pusing. Ini aneh. Terus Wulan juga mencium bau busuk. Padahal jarak unit dia ke lift nggak begitu jauh, tapi langkah Wulan rasanya sangat teramat berat dan lambat.
Hampir aja Wulan pingsan kalau aja dia nggak sengaja disenggol sama seseorang dari belakang yang bilin kesadaran Wulan jadi balik lagi. Ada yang menyenggol Wulan sambil lari ke depan dan..., posturnya mirip sama Mazaya.
"AZAY!?"
Ting!
Pintu lift terbuka, ada Faizza sama Zoya yang kelihatannya baru balik dari kampus.
KAMU SEDANG MEMBACA
one floor above us | annyeongz
Horror[noted: annyeongz as sisters] *** Wulan dan Mazaya tinggal di sebuah apartemen. Satu lantai di atas mereka, ada kamar yang nggak berpenghuni dan terbengkalai. Mereka mau cuek dan nggak peduli, sayangnya nggak bisa.