#2

85 7 0
                                    

| Malaikat maut, wolsim.

“Tak bisakah aku menemaninya?”

Dia sebisa mungkin menahan genangan air yang berada pada mata hazel nya. Lagi dan lagi memohon kepada malaikat maut walau selama ini tak pernah berbuah manis.

Si Rafael berdecih pelan, “Dalam mimpimu, Seok. Aku tidak akan membiarkan itu terjadi.”

“Tuhan terlalu kejam, kau tahu itu? Dia terlalu ringkih, Song Eunseok tak pantas menerima semua itu.”

“Aku tak perduli, kau yang mempersulit ini sejak awal. Song Eunseok harus menerima karma dari tindakan gegabah mu, ini sudah takdir. Hanya Tuhan yang dapat mengubahnya, itupun jika dia berbaik hati.”

Song Beomseok menghela napas lelah, air matanya tak lagi tertahan. Dalam hati dia merutuki kebodohannya di masa lalu.

Dulu, dia berpikir jikalau dia mati semuanya akan selesai. Penderitaan nya takkan berlanjut dan ibunya akan merasa bahagia bila dia tak lagi mengusiknya.

Namun nyatanya semua hanya fiksi belaka. Nyawa Song Beomseok hanya menggantung di alam baka tanpa pernah bisa pergi ke surga ataupun neraka.

Singkatnya dia terjebak.

Garis takdir Tuhan tak akan pernah berubah, jikalau Beomseok memilih mengakhiri hidupnya maka takdirnya akan berlanjut pada orang lain. Dalam kasus ini adalah Song Eunseok.

Siswa sekolah menengah tahun akhir yang sedang fokus-fokusnya mempersiapkan ujian kelulusan. Dia terlahir pada keluarga yang kurang harmonis (bahkan tidak sama sekali) dan dengan ekonomi yang lumayan kurang.

Syukur Song Eunseok adalah anak gambaran ibunya dulu: pintar dan cerdas dalam segala hal. Jadi tak kaget jika dia mendapatkan beasiswa untuk masuk sekolah menengah bergengsi yang sudah dianggap gerbang menuju Universitas Seoul.

Namun anak itu begitu ringkih dan anti sosial. Beomseok mengawasinya selama ini, Eunseok adalah pemuda yang pendiam. Bahkan dia diam saja saat ayahnya sibuk menyiksanya. Eunseok hanya menangis sendirian, dan lagi-lagi menyakiti dirinya sendiri.

Hati Beomseok sakit saat melihatnya, makin lama dia makin merasa bersalah atas apa yang terjadi pada Eunseok.

Sungguh Beomseok tak pernah menyukai perasaan itu. Mungkin inilah siksaan yang Tuhan berikan karena dia sudah mencoba merusak garis takdirnya.

“Wolsim, bagaimana cara yang paling efektif untuk membujuk Yisun?”

Wolsim mengulum senyum tipis, dia tergelak dengan pertanyaan dari nyawa manusia yang selalu mengekorinya semenjak belasan tahun terakhir. “Kau harus memuliakannya dan memohon. Beomseok, Yisun hanya suka bila ada makhluk yang memohon padanya. Katakan apapun yang kau mau, maka dia akan berbaik hati padamu.”

“Bukankah selama ini sudah?”

Wolsim menggeleng pelan, “Belum. Kau hanya memohon padaku, bukan pada Yisun.”

***

Let me die ; song eunseokTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang