Kehidupan Baru

9 0 0
                                    

"Abang semalam pulang jam berapa?" Mendengar pertanyaan dari sang adik, Dhatan yang hendak menyuapkan nasi uduk tersebut terhenti. Ia tidak sempat membuat sarapan jadi untuk sarapan mereka membeli nasi uduk di depan gang rumahnya.

"Jam setengah dua" Danil ber-oh mendengar jawaban dari sang abang. Ia bergegas menggunakan sepatu sekolah. Dhatan menyodorkan selembar uang bewarna hijau "buat jajan." 

"Kegedean bang" Danil emang anak paling pengertian yang paham kondisi ekonomi mereka, setiap hari ia dibekali uang sepuluh ribu oleh Dhatan untuk makan siang biasanya sudah Dhatan siapkan atau jika tidak sempat ia menyimpan uang untuk membeli. Dhatan mengusap kepala sang adik sayang. "Gapapa, sesekali boy."

"Makasih abang, aku berangkat ya," ucapnya usai menyalami tangan sang abang. "mau diantar?"

"gak usah, udah ada faqih didepan bang," ucap Danil menolak. Dhatan menganggukan kepalanya. "Hati-hati, sekolah yang bener boy.

Dhatan menatap punggung sang adik yang perlahan hilang dari pandangannya, ia melipat kedua tangannya di meja makan lalu menangkupkan kepalanya. Dikepalanya sudah seperti ada gumpalan benang ia memikirkan nasib adiknya, nasibnya, dan nasib gadis itu. Dhatan bimbang, haruskah ia datang lagi kesana atau tidak perlu seperti titah gadis itu. 

"Shittt!!"

Masih ada waktu beberapa jam untuk memutuskan datang atau tidak, Dhatan bangkit dari duduknya ia mulai mengemas rumah yang berantakan lantaran belum ia kemas sedari kemarin. 

Setelah selesaai mengemas rumah serta menyiapkan masakan untuk makan siang sang adik, Dhatan yang sudah rapi dengan kemeja putihnya itu terlihat sedang mengunci pintu rumahnya. Ya, Dhatan memutuskan datang ia punya alasan melakukannya dan semoga alasan itu tepat dan tidak keliru.

Dengan langkah gontai Dhatan mengampiri motor kesayangannya lalu  menuju kediaman pak kepala dusun, ia absen dari kampus hari ini. Sesampainya di sana semuanya terlihat sudah siap, pak penghulu, beberapa warga, rt dan rw, kepala dusun, kepala desan, dan gadis itu yang mengenakan brukat putih meskipun dengan riasan yang sangat sederhana tapi Dhatan akui gadis itu sangat cantik.

"Alhamdulillah jang Dhatan datang, mari atuh ibu-bapak kita mulai saja," ucap pak kepala dusun itu tanpa membuang buang waktu. Acara akad sederhana itupun berlangsung, okey Dhatan kehidupan baru sudah dimulai. Sekali lagi, Dhatan punya alasan.

"Terima kasih bapak-ibu, maaf sempat membuat kegaduhan warga," ucap Dhatan setelah beberapa saat ia sempatkan untuk mengobrol dan sedikit diberi wejangan. Semua orang yang ada disana mengangguk lalu tersenyum. 

"Kami pamit pak-buk" Dhatan dan gadis itu menyalami satu persatu lalu keluar rumah itu. 

Di luar rumah  pak kepala dusun, gadis bernama Saula yang kini statusnya sudah menjadi istri Dhatan itu melamun, bingung ia harus apa sekarang.

"Ayo," ucap Dhatan menyadarkan lamunan Saula. Dhatan sudah duduk manis diatas vesva hitam miliknya. Setelah terdiam lama Saula mengeluarkan suaranya. "Anterin aku pulang." Dhatan menganggukan kepalanya. Diatas motor mereka sama sama terdiam tidak ada yang berniat membuka percakapan sampai akhirnya. 

"Rumah lo yang mana?" 

"Yang itu" 

Dhatan menepikan motornya di depan rumah berwarna putih yang warnanya sudah pudar. Saula memasuki rumah itu diikuti oleh Dhatan, rumah ini nampaknya lebih kecil dari rumah milik Dhatan hanya memili satu ruang depan, satu kamar, dapur kecil, dan kamar mandi. 

"Kamu kenapa ikut masuk?" tanya Saula ketika melihat Dhatan yang mengikutinya.

"Gua suami lo, kalo lo lupa" Saula meringis mendengar jawaban itu.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 15 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

DathanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang