Seminggu telah berlalu, malam ini adalah malam digelarnya Opera Jawa. Sudah ramai orang yang berdatangan mencari tempat duduk untuk menyaksikan acara ini. Begitu pula dengan Nala dan Tari yang sudah siap ditempat duduk. Tak lupa ia menyiapkan 2 tempat untuk Galih dan temannya. Nala sudah sangat antusias. Ia siap memotret dan mengabadikan acara ini di laman social media nya. Sedangkan Tari, ia tak hentinya menghubungi Galih yang belum juga datang bersama temannya.
"Bang Galih sama temannya nggak jadi datang, Tar?" tanya Nala penasaran. Karena 10 menit lagi Opera akan dibuka.
"Nggak tau, Nal. Kayaknya mereka telat. Tadi bang Galih lagi di Resto, kak Djiwa juga ngurus pembukaan cabang coffe shop nya." Tari sejujurnya panik karena takut jika tempat duduknya akan ditempati orang lain.
Sekitar 5 menit sebelum acara dimulai, akhirnya mereka datang.
"Tari, Nala, maaf telat. Didepan macet banget," ucap Galih kepada Tari dan Nala. Selanjutnya, ia memperkenalkan temannya kepada Nala.
"Eh iya, Nal. Ini rekanku dari Jakarta, waktu kalian SMP dia pernah kesini nonton Opera juga."
Djiwa yang belum terlalu mengenali hanya memberikan senyuman tipis, ia mengajak Nala untuk berjabat tangan dan berkenalan.
"Sadadjiwa, kamu bisa panggil Djiwa saja."
Nala membalas ajakan jabat tangan tersebut, "Kunala, Diadjeng Kunala. Biasa disapa Nala, atau nggak senyamannya aja."
Pada detik itu juga, mereka menyadari pertemuannya.
Opera Jawa
Yogyakarta, 2017"Nala, kamu yakin mau nonton didepan sendirian?" tanya Tari memastikan temannya.
Nala tersenyum lebar, "Iya, Tarii.. aku berani kok ke depan sendiri. Nanti kalau takut juga aku balik lagi kesini."
"Yaudah, nggak apa-apa Tar. Biarin Nala ke depan, ada temen Abang kok disana. Dia tadi bilang mau lihat di depan." Galih iku meyakinkan Adiknya agar Nala dapat melihat di depan.
Nala kembali tersenyum dan mengangguk, "Terima kasih ya kak Galih, Tari, aku kesana dulu," ujar Nala bersemangat.
Ia berlari ke depan agar dapat melihat secara jelas pentas tari yang dimainkan, sampai ia tak sadar bahwa ia dikelilingi oleh para lelaki yang umurnya tidak jauh diatasnya. Ia sedikit takut, karena jumlah mereka sangat banyak dan tiba-tiba saja mengelilinginya. Hingga ia terkejut ada tangan yang menariknya keluar dari gerombolan itu dan mengajaknya duduk ditempat yang lebih aman dan nyaman untuk menikmati pagelaran.
"Kamu disini aja, nggak bahaya. Kalau disana kamu perempuan sendiri." Lelaki itu berkata sembari memakaikan jaketnya kepada Kunala. Pada saat itu, Nala memakai kaos yang pendek dan tidak membawa jaket.
"Maaf kalau ngerepotin.. tadinya nggak ada gerombolan itu, aku juga nggak tau kenapa tiba-tiba dibelakangku. Terima kasih, ya."
Lelaki itu tersenyum, "Tak apa, sama-sama. Nonton disini aja, aku temenin."
Selama acara itu berlangsung, mereka tak hanya diam menyaksikan, namun mereka banyak sekali bertukar cerita. Mulai dari makanan kesukaan, hobi, kisah pertemanan, bahkan saling memberi nasihat.
"Jadi Orang tua kamu sudah bercerai?" tanya Kunala kepada lelaki itu.
Lelaki itu menunduk, "Iya, Ibu kandungku sudah tiada, dan Ayahku telah menikah lagi," jelasnya.
