"Nek saumpomo awakdewe mati, awakdewe bakal mati pas negakke keadilan. Mergo sejatine hukum kui kudu sing roto, ora kanggo sing berduit bloko!" (Kalau misalnya kita mati, kita bakal mati dalam keadaan menegakkan keadilan. Karena sejatinya hukum itu...
"Sederas apapun hujan akan berakhir menjadi rintik, seberat apapun masalah akan berakhir menjadi pelajaran. Kamu dipilih oleh Allah karena bahumu kuat, karena Allah tidak akan menitipkan ujian diluar kemampuan hambanya."
-ZFC-
_____________
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Setiap Minggu terakhir diakhir bulan, biasanya semua murid SHS selalu diliburkan. Mereka diberi kesempatan untuk bebas, boleh pulang, jalan-jalan, ataupun tetap berada di asrama.
Pagi ini, Nataniel terlihat sibuk memilih kemeja mana yang pantas untuk dirinya pakai saat ke Gereja. Cowok itu akan dijemput oleh Kakak perempuannya pagi ini.
"Sa, tangi'o Sa! Apik ireng opo puteh iki?" Nataniel menggoyang-goyangkan kaki Haesa, berharap cowok itu segera bangun, agar bisa memberi pendapat baju yang mana yang cocok untuk dirinya. (Sa, bangun Sa! Bagus hitam apa putih ini?)
Sebenarnya, Nataniel bisa saja meminta pendapat Elzan, karena cowok itu tidak tidur lagi setelah sholat subuh. Namun, karena cara berpakaian Elzan sering tabrak warna, Nataniel jadi ragu dengan cowok itu.
"Sa! Tangi'o sedelok po'o!" Teriak Nataniel lagi. Kali ini cowok itu berteriak lebih keras. (Sa! Bangun sebentar dong!)
Namun seperti batu, Haesa masih tetap bergeming di posisi tidurnya.
Kejadian tadi malam benar-benar membuat mereka semua merasa sangat lelah. Namun meski begitu, mereka semua masih bersyukur, karena sampai pagi ini, tidak ada kabar bahwa Bu Lina meninggal.
Melihat jam di tangannya yang sudah menunjukkan pukul tujuh pagi, akhirnya Nataniel memakai asal saja salah satu kemejanya. Cowok itu memakai kemeja putih polos, dengan lengan panjang yang dilipat rapi.
Selesai berpamitan dengan Elzan, Nataniel bergegas keluar asrama menuju gerbang. Menunggu Kakaknya menjemput. Namun sebelum itu, Nataniel lebih dulu menarik celana kolor Haesa yang masih tidur, membuat Haesa langsung gelebakan terkejut.
"JUANCOK!" maki Haesa berteriak, kemudian melemparkan bantalnya ke arah Nataniel.
•••
Cuaca pagi ini terlihat mendung, udaranya pun terasa dingin. Tidak ada siswa yang berlalu-lalang sama sekali. Mungkin, karena selain hari ini hari libur, udara pagi ini juga cocok sekali di gunakan untuk tidur.
Nataniel meraih ponselnya, decakan kecil keluar dari bibir cowok itu ketika sudah merasa bosan menunggu Kakaknya. Nataniel itu tipe orang yang sat set dan tidak suka menunggu. Kecuali menunggu jadi imam Dek Ena, seratus tahun pun Nataniel sanggup jika masih di beri kesempatan untuk hidup.