6. Perdebatan Kronologi

12 6 0
                                    

" Kapan lagi ditampar sama artis dan selebgram ternama sekelas Arin?"


"Oh lo mau?" Adel menyeringai. Eliza menggeleng kuat dan langsung berlari kocar-kacir keluar dari UKS. Arin dan Adel tertawa kecil sembari menggelengkan kepala.


-


"Bukan cuma gua kan? Bahkan mereka juga penasaran." Arin meyakinkan Adel untuk melepaskan tangannya. Kini teman sekelasnya sibuk berkumpul membahas tentang Marica. Arin sangat ingin bergabung dalam diskusi tersebut.


"Ngga! Yang ada lo bisa kepikiran. Lo harus Ikhlasin Marica. Lo punya masa depan dan karir yang harus lo prioritaskan. Gua gamau liat lo stress lagi, Rin. Kita bertiga dari SMP udah barengan, dan ya lo yang paling rentan terserang stress di antara kita bertiga." Adel masih berusaha untuk menahan Arin.


Arin tersenyum yakin, "Aman."


Adel menyerah dan melepaskan Arin begitu saja. Adel memijit kepalanya, ada saja masalah yang harus dia hadapi.


Waktu berlalu begitu cepat, semua berubah dalam waktu singkat dari apa yang mereka bertiga rasakan dulu. Adel menatapi Arin dari jauh. Sebelum mengenal sosial media, Arin adalah pribadi yang keras kepala dan suka melakukan kekerasan. Wajar saja, saat itu Arin melewati masa terberat dalam hidupnya, banyak hal buruk terjadi padanya. Sosial media menyulap Arin menjadi gadis yang manis dan lembut. Bakatnya benar – benar luar biasa, hingga mengantarkannya menjadi sangat populer sekarang.


Hebatnya, Arin tak pernah melupakan sahabatnya yang telah menemaninya melewati masa penuh kegelapan.


Marica? Sedari dulu dia adalah gadis yang sangat ceria dan bersinar. Ia begitu cerdas dan ambisius. Ia sangat terbuka dan sangat menghibur. Hanya saja setelah Marica mengenal cinta, kepribadiannya semakin redup dan tertutup. Marica akan menunjukkan keceriaannya hanya untuk image saja. Adel begitu merindukan keceriaan yang tulus dari seorang Marica.


Kini hanya tersisa dua di antara mereka. Adel tersenyum kecut, tugasnya kini adalah menjaga Arin.


-


"Ini foto bercak darah yang gua temuin ga jauh dari posisi mayat Marica."


Eliza mencermati foto itu secara sekilas, "Gua juga liat, dan anehnya keliatan seperti bekas seretan."


Anak lain membuka suara, "Tapi ga menutup kemungkinan jika Marica belum sepenuhnya meninggal saat itu dan masih berusaha berjalan dengan menyeret tubuhnya sampai nafas terakhirnya."


Eliza kokoh pada apa yang dia yakini, "Di badannya juga banyak bekas memar, bisa aja dia ga benar-benar jatuh? Hanya dipukuli sampai wassalam? Kalau memang jatuh dari ketinggian setinggi itu, pasti ada banyak darah bercecer 'kan?"


Sahut demi sahutan terdengar. Arin memilih bungkam karena dia sendiri tidak punya apa pun yang bisa menjadi kesaksiannya. Ternyata banyak yang tidak setuju dengan pendapat jika Marica menjadi korban pembunuhan, banyak dari mereka lebih percaya jika kepergian itu adalah pilihan Marica sendiri. Adu argumen pun menjadi semakin ketat dan panas.

SHINE STEALERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang