Peribahasa penyesalan selalu datangnya belakangan adalah gambaran yang sesuai untuk keadaan Alan sekarang ini. Setelah perceraian dengan Ana, masalah bertubi-tubi datang menghantamnya. Belum lagi berhasil meluluhkan hati Ami-mamanya ia kembali diterpa keakitan berujung penyesalan akibat perasaan fana yang ia rasakan. Ia baru sadar bahwa ternyata hatinya telah dimiliki oleh Ana-mantan istrinya itu. Dan bodohnya ia menyadarinya setelah perceraian mereka. Ia pikir itu hanya perasaan bersalah karena telah menceraikan wanita itu. Ternyata tidak. Ia bahkan merasa lebih kehilangan ketika ia tidak bersama lagi dengan Ana daripada sekarang, ketika ia sudah memutuskan hubungannya dengan Melani. Bodoh! Umpatan yang sangat pantas disandingkan untuknya saat ini.
"Fer, kau tahu aku akan menjadi ayah kan? Tapi mereka masih di perut ibunya Fer. Iya Fer, mereka masih di perut Ana, wanita yang sudah aku sakiti Fer. Kau mengenalnya kan Fer?" Racau Alan dan lagi-lagi meneguk minuman beralkohol itu. Ferdi baru saja datang setelah ditelepon oleh pihak club. Ferdi menarik botol minum Alan dan menjauhkannya dari jangkauan Alan.
"Ck, gue masih mau minum Fer. Lo juga mau kan? Tenang aja gue traktir lo sepuasnya, tapi bilang sama Ana ya Fer, kalau aku pengen bertemu dengannya. Aku merindukannya Fer. Aku merindukannya." ujarnya dan terjatuh dari kursi yang didudukinya. Benar-benar menyusahkan batin Ferdi, namun tetap juga membopong tubuh besar bosnya itu.
Dari awal Ferdi sudah yakin bahwa sebenarnya bosnya ini sudah benar-benar jatuh cinta pada ibu bosnya-Ana, hanya saja kehadiran wanita yang katanya sahabat sang bosnya itu membuat sang bos ragu hingga akhirnya berujung pada perceraian keduanya.
***
"Na, kamu tahu kan kalau kami sayang sama kamu dan si kembar. Aku harap kamu tidak menyembunyikan apapun yang sedang kamu rasakan. Kamu bebas bercerita Na, ingat kata dokter jangan menyimpan hal-hal yang bisa membuat kamu stress." Ana menghela napas, padahal dia sudah sangat berusaha keras menyembunyikan kegelisahan yang ia simpan, tapi ternyata Bima masih bisa membaca."Bim, bisa kamu bawa aku bertemu dengan Alan?" ingin Bima menolak tapi dengan sangat berat hati ia mengangguk dan memutar arah mobilnya.
Selama perjalanan hanya keheningan yang terasa di dalam mobil itu. Hingga akhirnya mobil itu berhenti di halaman rumah bercat putih itu.
"Aku akan menunggumu. Pergilah." ucap Bima dan Ana pu turun dari dalam mobil.
Ana memejamkan mata terbayang kenangan kala ia masih tinggal di rumah ini. Taman yang ditanami dengan mawar putih itu masih terawat dengan baik bahkan beberapa diantaranya tampak sedang bermekaran. Ana berjalan mendekati taman itu dan menyentuh kelopak-kelopak bunga yang sedang mekar itu.
"Loh, ibu!" ucap Ferdi terkejut dengan kehadiran Ana.
"Hai, Fer, sehat?"
"Sehat bu." ucapnya seraya meneliti penampilan Ana dan pandangannya akhirnya jatuh ke perut Ana yang sudah membesar itu. Dasar si bos brengsek! Istri lagi hamil malah diceraikan. Umpatnya dalam hati menyayangkan perilaku si bos.
"Alan ada Fer? Boleh panggilkan keluar dan bilang saya mau bicara?" Ferdi mengangguk dan secepat kilat berlari ke kamar si bos.
***
"Bos, ada tamu yang nunggu bos di luar," ucap Ferdi sambil menggiyang tubuh Alan."Suruh pulang!"
"Yakin bos, saya suruh pulang?" Alan masih tidak bergerak dari posisi tidurnya.
"Yaudah kalau begitu, ibu Ana saya suruh pulang saja dan bilang kalau bos nggak mau ketemu sama ibu." Secepat kilat Ana terduduk dari tidurnya.
"Apa lo bilang? Ana? Ana datang kemari? Menemui saya? Kamu tidak bohong kan? Kalau bohong saya pecat kamu." Ancam Alan membuat Ferdi memutar mata malas.
"Yaudah kalau gak percaya yang penting saya sudah sampaikan sama bos," kata Ferdi dan meninggalkan Alan di kamarnya.
Alan berpikir sejenak dan dengan cepat mengambil langkah keluar dari dalam kamarnya.
***
Ana mendekati bunga-bunga mawar putih yang sedang bermekaran itu. Tangan menyentuh bunga itu dan mencium aroma bunga itu. Dia tidak menyangka sama sekali kalau bunga-bunga ini masih terawat dengan baik."Ibu tahu? bos selalu memanggil rutin tukang kebun untuk merawat bunga-bunga itu, Bu. Bahkan bos sempat marah besar karena pernah sekali tukang kebunnya memangkas bunga-bunga itu tanpa meminta izin dari bos, Bu. Saya heran lo Bu, bos katanya tidak cinta sama ibu, tapi bos kelihatan sangat kehilangan ketika ibu pergi dari rumah. Dan asal ibu tahu bahkan bos pernah kalang kabut mencari nasi goreng persis seperti buatan ibu. Saya sebenarnya kesal juga melihat bos Alan bu. Sudah dikasih rezeki dapat istri baik, cantik, dan pintar masak, eh, malah gak mau. Padahal dulu pas ibu masih disini, saya selalu bisa makan enak bu. Sekarang mana pernah lagi bu. Saya malah ketimpa sial mulu bu akibat ulah bos Alan." Ana terkekeh mendengar ucapan terakhir Ferdi.
"Kamu tidak berubah ya, Fer, masih suka ceplas-ceplos," ucap Ana membuat Ferdi menggaruk kepala merasa malu.
"Ana?" panggil Alan tidak percaya dengan penglihatannya. Ternyata Ferdi tidak berbohong. Ana-wanita itu, kini sedang berdiri di hadapannya.
"Bu, saya tinggal dulu ya, bu. Teriak aja bu, kalau bos Alan melakukan hal aneh-aneh." Alan melotot.
Memandang tajam Ferdi-sang asisten. Ferdi tidak peduli, laki-laki itu tetap berjalan santai melewati sang bos. Dia merasa aman sebab pawang si bos kini ada di dekatnya.
Hahahaha....
KAMU SEDANG MEMBACA
AKU BUKAN DIA
General Fiction"Kamu memilih keputusan yang tepat, jangan merasa bersalah dari semua yang telah terjadi. Ini sudah takdir untuk kita berdua. Bolehkah aku memelukmu untuk terakhir kalinya?" "Alan..., aku mencintaimu!"