Part 1

43 12 2
                                    

Hari ini kami pergi ke SMA Akasia guna mengurus berkas untuk kepindahanku. Sekolah ini terletak di tengah kota dan di dalamnya terdapat banyak sekali murid yang berprestasi. Ayah ingin aku pindah ke sekolah yang memiliki akreditasi tinggi agar anaknya ini dapat menimba ilmu di lingkungan orang-orang yang terpelajar.

Sebelumnya Ayah telah membuat janji dengan Pak Adam, kepala sekolah dari SMA Akasia. Pak Adam terlihat sangat berwibawa, walaupun baru pertama kali bertemu, aku yakin beliau adalah sosok yang begitu dihormati di tempat ini. Pastinya ia juga merupakan orang yang sibuk, hal itu dapat terlihat dari banyaknya tumpukan kertas serta stempel yang terletak di atas meja kerjanya.

Ayah mengobrol panjang lebar dengan Pak Adam. Tak banyak yang dapat kulakukan, aku hanya duduk dengan manis dan menjawab sekedarnya jika ditanyakan sesuatu. Pak Adam bertutur dengan ramah, ia juga membuat proses kepindahanku menjadi lebih mudah. Apakah semua ini karena seragam yang Ayah kenakan? Biarlah, yang terpenting aku dapat diterima dengan mudah untuk masuk ke sekolah ini.

Setelah semuanya usai, aku menyuruh ayah untuk pulang duluan. Belum sempat beristirahat, ayah langsung pergi menjemput dan menemaniku mengurus kepindahan. Hal itu memang sengaja kulakukan, aku ingin berkeliling dan melihat-lihat kondisi sekolah baruku. Akan seperti apa nantinya keseharianku di sini? Apakah akan menyenangkan atau malah membosankan? Sekolah ini sangat besar, terdapat begitu banyak fasilitas yang tak ada di sekolahku sebelumnya. Aku yakin walau sebentar akan ada banyak hal yang dapat kulakukan di sini.

Sore ini kondisi sekolah tak begitu ramai, terdapat beberapa murid yang sedang melakukan kegiatan ekstrakurikuler dan beberapa yang lain sedang sibuk mengerjakan tugas kelompok. Sejenak aku berhenti dan memerhatikan eskul basket yang sedang latihan, sambil berdiri aku memerhatikan mereka bermain. Seketika fokusku menjadi buyar saat mendengar suara shutter kamera dari arah samping.

"Maaf, aku tak berniat untuk memotret mu. Aku tak memerhatikan keadaan sekitar, saat melihat siluet matahari yang sedang terbenam sontak tangan ini langsung reflek mengambil gambar. Sekali lagi aku minta maaf," ucap perempuan itu dengan penuh rasa bersalah.

"Eee... Maaf aku yang salah, aku malah menutupi pemandangan yang hendak kau foto. Kau tidak bersalah! Harusnya aku yang menepi agar tak menodai hasil fotomu," ucapku sambil berbenah menyingkir. "Pemandangan sore ini emang lagi bagus banget, aku merasa disambut dengan meriah di sekolah ini."

"Aku sedang mencari bahan untuk keperluan eskul. Saat melihat view yang bagus tanganku langsung spontan membidik ke arah yang sama selama beberapa kali."

"Tenang saja, aku ngerti kok. Lagian hal ini juga bukan sebuah masalah bagiku." Dengan tenang kucoba untuk meyakinkan perempuan itu. "Oh iya! Perkenalkan namaku Rio, senin nanti aku akan bersekolah di sini. Saat ini aku sedang mengurus kepindahanku. Setelah selesai mengurus semuanya, aku ingin sedikit berkeliling dan melihat sekitar."

"Oalah anak baru rupanya. Awalnya kusangka kau hendak menyemput murid yang ada di sini. Kau terlihat begitu dewasa, jadi aku tak mengira kalau kau adalah murid pindahan. Namaku Amanda Puspita, kau bisa memanggilku Manda." Perempuan itu pun memperkenalkan dirinya. "Ehh, tunggu dulu! Sebelumnya, kau sekarang kelas berapa?"

"Ini merupakan tahun ketigaku di SMA, jadi sekarang aku kelas dua belas."

"Hahaha... Tadi aku sempat memperkenalkan diri dan menyuruhmu untuk memanggilku dengan nama panggilan, tapi aku lupa untuk menanyakan tingkatanmu terlebih dahulu." Manda pun tertawa dengan riang. "Untung saja kita seangkatan. Mana mungkin aku membiarkan adik tingkat memangil namaku tanpa ada sebutan 'kak' di awal."

Sepertinya benar apa yang kubilang sebelumnya, sekolah ini menyambutku dengan baik. Bahkan sebelum menjalani hari pertama, aku sudah bisa mendapatkan teman. Dengan runtut, Manda menjelaskan semua hal tentang sekolah ini kepadaku. Manda memberitahuku bahwa ia merupakan anggota eskul fotografi dan saat ini ia sedang mengambil beberapa gambar sebagai bahan untuk mengikuti lomba. Terdapat banyak ekstrakurikuler di sekolah ini dan eskul fotografi adalah salah satunya.

"Kalau kau sudah mulai aktif belajar di sini, jangan lupa untuk berkunjung. Nanti tanyakan saja sama teman sekelasmu, mereka pasti tau kok." Manda memintaku untuk mengunjungi ruangan eskul fotografi jika sudah mulai bersekolah.

"Okee! Aku janji deh nanti bakalan main kesana."

"SERIUS NIH YA?! Aku tungguin pokoknya!" ucap Manda dengan lantang.

"Gaperlu ditungguin, entar juga datang sendiri. Kau ada di sana setiap hari kan?"

"Ga setiap hari juga dong. Aku sekarang udah kelas tiga, banyak yang harus dipersiapkan untuk kedepannya. Sesekali aku pergi ke sana untuk bertemu dengan adik-adik kelasku. Tapi jika kau sudah berjanji aku akan menunggu sampai kau datang."

"Baiklah, akan kuusahakan untuk berkunjung secepatnya." Agar tak mengecewakan dirinya, aku pun berjanji untuk segera berkunjung.

Terhanyut akan obrolan, waktu terus bergulir hingga sore pun sebentar lagi lenyap. Aku harus pulang sesegera mungkin, Ayah sudah terlebih dulu pulang ke rumah dan tak lama lagi bus umum akan berhenti beroprasi. Sebentar lagi malam akan menjemput. Aku sudah memberitahu Ayah sebelumnya, tapi Bunda pasti merasa khawatir jika aku tak kunjung pulang.

"Terimakasih ya Manda, aku benar-benar menikmati obrolan ini. Mohon bantuan untuk kedepannya, aku berharap kita bisa berteman dengan baik. Aku pamit dulu ya, sampai jumpa!" pungkasku.

"Sama-sama. Aku senang kita bisa mengobrol dan berkenalan sore ini. Aku juga berharap kita bisa berteman dengan baik. Sampai jumpa nanti Rio!" Manda melambaikan tangannya padaku.

Untung saja aku tak melewatkannya, ini merupakan bus yang terkahir pada hari ini. Langit yang tadi berselimut corak jingga kini menjelma menjadi temaram. Di dalam suasana begitu sunyi, hanya ada sedikit penumpang dan mereka semua terlihat letih berharap segera bertemu rumah. Seketika Manda datang menghiasi benakku, perempuan yang baru saja kutemui barusan. Ia begitu cantik, apakah aku bisa mendapatkan perempuan seperti dirinya? AAGHH... Buat apa juga aku memikirkan hal itu?

Bunda menyambutkku tatkala kaki ini melangkah memasuki rumah. Senyum indah yang selalu Bunda perlihatkan menjadi obat setelah menjalani hari demi hari. Apa itu lelah? Di saat ada seseorang yang menanti kepulanganmu dengan penuh senyuman di bibirnya. Bunda telah menyiapkan makanan untukku, sehabis membesihkan badan aku langsung menuju ke meja makan. Ayah dan Bunda sengaja menungguku balik agar kami dapat menikmati hidangan bersama. Aduh aku jadi merasa tak enak karena berlama-lama di sekolah tadi.

EdelweissTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang