Kupandang buku tebal yang pemiliknya entah siapa itu. Buku itu kuletakan di atas meja belajar bersanding dengan buku soal milikku. Aku merasa tak enak hati, pasti pemiliknya sedang mencari buku itu. Lamunanku akhirnya pecah tatkala Bunda mengetuk pintu kamar.
"Rio lagi ngapain Nak?" celetuk Bunda dari depan kamar.
"Biasa Bun, lagi baca-baca materi sekalian ngerjain soal."
"Ooh yaudah, maaf kalau Bunda ganggu."
Kucegah langkah Bunda saat hendak berjalan keluar dari kamarku. "Gak kok Bun! Rio hanya mengulang materi yang kemarin."
Bunda masuk ke dalam kamarku dan duduk di atas kasur. Aku pun langsung mengambil posisi dan duduk tepat di sampingnya.
"Jangan terlalu berlebihan, memang benar harus belajar banyak demi apa yang kita cita-citakan. Tetapi jangan sampai pelajaran sekolah Rio sampai ketinggalan," tutur Bunda.
"Tenang Bun! Semuanya udah Rio porsiin kok. Lagian di kelas juga udah belajar dari pagi sampai sore, pada saat itu Rio bener-bener merhatiin apa yang dijelasin. Nanti kalau ada tugas juga Rio ngerjain sambil mengulang materi pelajaran."
"Baguslah kalau begitu! Jadi bagaimana hari pertama di sekolah?"
"Seru banget! Temen-temen di kelas pada baik semua," tuturku dengan riang. "Saat istirahat pertama anak-anak cowo pada ngajakin Rio pergi ke kantin bareng."
"Wah, Bunda jadi ikutan seneng mendengarnya. Kalau pelajarannya gimana, susah tidak?"
"Tidak terlalu, mirip-mirip lah sama sekolah Rio yang lama. Malah sekarang lebih enak, fasilitasnya lebih lengkap, buku semuanya ada jadi belajarnya bisa lebih nyaman. Terimakasih ya Bunda! Rio gatau bagaimana harus membalasnya."
"Rio tidak perlu memikirkan hal itu. Melihat Rio bahagia dan tumbuh menjadi orang yang sukses adalah kado terindah yang Tuhan berikan untuk Bunda." Bunda membalas tatapanku dengan penuh kasih sayang.
Spontan aku langsung memeluk orang yang paling kusayangi itu, kucoba untuk menahan air mata ini. Tapi apalah dayaku? Pelukannya terasa begitu tentram. Sudah sangat lama aku tidak merasakan kehangatan ini. Bunda mengingatkanku kembali, rasanya lebih nyaman daripada tidur di atas awan.
Sambil mengusap-usap wajahku Bunda berkata, "Jadi anak yang baik ya Nak! Ayah dan Bunda tak bisa memberi banyak, tapi kami janji akan memberikan kasih sayang yang tulus buat Rio."
"Ayah dan Bunda sudah memberikan semuanya, tak ada kekurangan satu pun! Tuhan sayang sama Rio, di saat diri ini hampir menyerah, Ia kirimkan sepasang manusia berhati malaikat buat jagain Rio." Momen haru ini pun berhasil membuat air mataku jatuh.
"Nak, Bunda yakin sebenarnya mereka sayang dengan Rio. Namun karena satu dan lain hal, orang tua kandungmu tidak bisa memberikannya secara maksimal." Bunda menghapus air mataku dengan ujung jarinya. "Kasih sayang itu ibaratkan nafas, sangat berharga, tetapi tak kita sadari."
"Mungkin Bunda benar. Namun cinta yang Ayah dan Bunda berikan layaknya tinta yang tumpah di atas kertas putih, terlihat dengan sangat jelas."
"Rio juga coba temukan seseorang yang layak untuk dicintai. Kasih sayang kami berikan nantinya akan habis, Rio harus bisa menemukan orang itu! Jangan berlarut-larut, jika tak bisa mencari cinta sejati, maka kita lah yang harus memberikannya.
"Terimakasih Bun, untuk semuanya!"
"Iya nak sama-sama. Sekarang Rio istirahat, besok harus sekolah lagi." Bunda mencium keningku lalu beranjak dari atas kasur." Bunda keluar dulu ya, jangan terlalu memaksakan diri, istirahat yang cukup."
"Baik bun," pungkasku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Edelweiss
Teen FictionMengisahkan tentang Rio yang baru saja pindah ke sekolah barunya. Dalam kehidupan barunya itu, Rio behasil menemukan banyak hal dan sesuatu yang tak pernah ia bayangkan sebelumnya. Rio tak menyangka bahwa pertemuannya dengan seseorang dapat mengaja...