The real nightmare

20 6 2
                                    

"AKKKHHHH!!! SETANNNN!!! SETANNNN!!!" teriak Arjuna sembari berlari tunggang langgang.

Hingga ia tiba di teras rumah itu. Dia sedikit lega saat menemukan seseorang yang ia kenal berdiri memunggungi dirinya di halaman, tepat di sebelah tangga.

"PAK OM! PAK OM!!!!" seru Arjuna bergegas menghampiri Teguh yang terlihat serius mengobrol dengan seseorang melalui telepon.

Teguh menghela napas dalam. "Baik. Nanti kita bicarakan lagi," gumam pria berkemeja putih tanpa dasi itu, segera mengakhiri panggilan.

Dia menyimpan ponsel ke saku celana kemudian berbalik ke arah Arjuna. Teguh memaksakan senyum. "Ya, tuan Arjuna? Ada yang bisa saya bantu?" tanyanya dengan dahi mengernyit. Kenapa wajah bocah di hadapannya ini pucat dan gemetaran?

Tanpa berkata apapun, Arjuna langsung menggandeng tangan Teguh. Berlindung di balik tubuh kekar berisi milik sekretaris ayahnya itu. Manik mata Arjuna meneliti sekeliling.

"Ada hantu. Ada hantu. Di sini ada hantu," gumam Arjuna pelan. Takut hantu itu mendengar dan tiba-tiba muncul di hadapannya lagi.

Teguh tidak langsung merespon. Dia menilik ekspresi Arjuna. "Apa kamu masih mabuk?" 

Arjuna menggeleng cepat. Wajah dan seluruh tubuhnya telah dibanjiri keringat.

"Enggak. Aku enggak mabuk," sangkal anak itu cepat.

Teguh memasang wajah tidak percaya. Melihat bagaimana telernya anak ini semalam, tidak menutup kemungkinan jika ia belum sadar hingga pagi ini.

"Ya, kamu masih mabuk."

Arjuna melepas rengkuhannya dari lengan Teguh. Dia berdecak, kesal dengan Teguh yang tidak mempercayai ucapannya. "Aku udah bilang, aku enggak mabuk. Aku benaran lihat hantu tadi. Dia terbang di kamar mandi."

Untuk ke sekian kali, Teguh menghela napas. Menghadapi seseorang seperti Arjuna memang membutuhkan kesabaran ekstra. Tapi, kalian tidak perlu khawatir. Teguh sudah terbiasa.

"Baiklah, kita setuju kalau kamu tidak mabuk. Hanya belum sadar saja," ungkap Teguh kemudian beranjak menaiki tangga kayu jati itu sementara Arjuna masih berdiam diri di tempatnya.

"Aku enggak akan kembali ke dalam rumah itu," ucap Arjuna refleks membuat langkah Teguh berhenti di anak tangga ketiga.

Pria berusia hampir setengah abad itu kembali membalikkan badan ke arah Arjuna. Memandang Arjuna dengan ekspresi seolah berkata, apa kamu serius? Oh ... ayolah. Kamu sudah dewasa dan ini masih terlalu pagi untuk berbicara omong kosong.

"Ada hantu di dalam. Aku enggak akan pernah kembali lagi ke sana," ucap Arjuna tegas. Seluruh badannya bahkan merinding sekarang. Terbanyang wajah pucat yang ia temui di kamar mandi. Oh ... bahkan mereka melakukan percakapan yang cukup panjang tadi.

Teguh berdecak. Dia kembali menuruni tangga itu dan menghampiri Arjuna. "Oh ... ayolah. Kamu bukan anak kecil lagi. Ada sesuatu yang sangat penting yang harus aku sampaikan kepadamu."

Melihat ekspresi Teguh yang tidak seperti biasa, membuat hati Arjuna bertanya-tanya. Dia kembali menatap sekeliling. Bangunan tua bercat putih, memiliki tiga lantai, mengingatkannya pada rumah para bangsawan pada zaman penjajahan. Halaman luas yang sebagian besar ditumbuhi rumput, pepohonan rimbun dan banyak tanaman hias yang tidak ia tahu namanya tersebar rapi di sekeliling rumah.

Meski ini bangunan tua. Tapi kondisinya bersih dan terawat.

"Apa ini berhubungan dengan aku yang berada di tempat ini dan bukan di rumahku sendiri?" tanya Arjuna.

Teguh mengangguk. "It's more complicated than that. Tapi, ya, kamu benar. Ini ada hubungannya dengan keberadaan kamu di sini bukan di rumah mewah itu."

Celebrity Ghost HousematesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang