Aku Adalah Manusia

1.4K 80 16
                                    

Disudut-sudut kota dengan hawa panas dimana-mana, langkah yang berdesak-desakan mencari ruangan dan mengejar piring nasi, perubahan jadwal yang membuat semua orang terus bergerak, wajah-wajah kusam dan karung di pundak memberi seisi kepala bertanya-tanya tentang hidup. Disana ada seseorang, yang menari-nari dalam diamnya karena hari ini sang kekasih akan kembali dari Jogja setelah dua tahun menjalin kasih secara berjarak, Jaka --- itu namanya, ia mengabaikan jutaan pengelihatan dimatanya demi seorang gadis yang berada tepat didepannya, menatapnya sambil tersenyum dengan pipi yang memerah merona --- oh, Jaka mencintai gadis berambut ombak itu, Nadhira namanya. 

Nadhira, gadis molek yang sekali dipandang memberi segar jiwanya. Ia memiliki mata yang cantik dengan senyum manis penuh kasih, rambut hitam lebat berombak yang wanginya mengalahkan parfume-parfume yang sering dicium Jaka. Gadisnya seperti model-model di televisi, cantik bukan main.

"Kamu mau pesen apa?" Tanya Jaka kembali saat melihat sepiring makanan milik kekasih sudah habis, ia ingin memesan hidangan penutup.

"Ice cream aja, Ka. Kamu sendiri mesen apa?" Sang purnama bertanya, Jaka tersenyum lebar sembari menggeleng, menolak untuk memesan makanan. "Enggak, aku udah kenyang." Ia lantas bangkit berdiri, bergerak menuju meja kasir untuk kembali memesan ice cream -- setelahnya lelaki itu kembali pada tempatnya.

"Kamu kapan balik ke Depok?" Lagi, sang kekasih bertanya. "Nanti, kamu baru dateng masa aku langsung balik Depok." Nadhira tersenyum, "aku 'kan bisa kesana, Ka. Lagian aku masih ada seminggu disini."

"Seminggu itu terlalu cepat, aku nahan rindunya dua tahun lebih." Tawa si cantik terdengar, ia menepuk pelan tangan lelaki didepannya. "Dua bulan lalu kamu abis ketemu aku dengan nekat ke Jogja, dari seminggu lalu aku samperin kamu kesini jadi kenapa masih belum puas" Ia menggeleng pelan.

"Aku bakal balik dua hari lagi, libur udah selesai tapi tiap nggak ada matkul nanti aku balik ke Jakarta." Jawab Jaka mengabaikan ocehan sang kekasih, ia tak ingin memberi alasan apapun untuk tak bertemu Nadhira. 

"Aneh-aneh aja kamu, biar aku yang samperin. Mending mikirin deadline tugas kamu deh." Wajah Jaka lantas muram ketika mendengar kata tugas, "Aku ngejar kamu eh malah kamu nyuruh balik sama tugas." 

"Mending balik sama tugas daripada kamu balik sama yang lain." Jaka mencubit hidung mancung kekasih manisnya itu, kepalang gemas. "Nggak ada yang lain ah, tugas itu selingkuhan aku. Kalau kamu marah, marah sama tugasnya."

"Aku nggak marah sama tugas, aku marahnya kalau pemiliknya yang males ngerjain tugas-tugasnya." Sang lelaki tersenyum, "nanti aku kerjain kok." Sahut Jaka.

Keduanya kembali tenggelam dalam obrolan itu, tak seperti dua orang lainnya yang duduk di pojokan dengan wajah yang penuh kerutan. Dua lelaki yang berbeda ekspresi itu saling bertatap-tatapan, yang satu menghela nafas yang satunya hanya terdiam.

"Kak, aku mau kita selesai." Yang muda bersuara, ia menatap wajah gusar lelaki didepannya, "Tapi Sar, kita selama ini baik-baik aja, kenapa kamu mau putus?" Tanya si gusar dengan nada lemah. Putus asa.

"Kita emang nggak ada masalah tapi aku capek sama kamu, kak. Mikirlah." Yang tua menggeleng tak mau menerima, "aku bakalan berubah, tolong jangan gini."

"Kamu ngomong gini beratus-ratus kali tapi masih aja ngelakuin, mending kamu introspeksi diri deh." Jawab lelaki berbadan kecil tersebut, "selalu ribut, nggak pernah fokus kuliah, minum terus, kamu mikir aku nggak capek nerima semua itu? Udahlah, kak. Berubah baru balik lagi sama aku." Ia berdiri, tak ingin berlama-lama disana.

"Saras, jangan kayak ginilah.." Yang sedang duduk menahan tangan sang lelaki. "Kak, sekali selesai  berarti selesai." Saras melepas tangannya dan beranjak begitu saja, meninggalkan sang mantan kekasih begitu saja.

Voor DjakartaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang