Pembelot dan Pejuang

354 58 21
                                    

Jaka dan Yaso bersama di warung nasi 13 ribu, sebut saja Warung Bojo. Keduanya sudah balik dari Nasi Gondes, melipir sebentar untuk mengobrol sembari menunggu pesanan mereka selesai, kebetulan sedang ramai juga. Yaso duduk diatas motor dengan Jaka yang sibuk mengotak-atik ponselnya, ia bersandar menghadap Yaso.

"Besok kuliah?" Tanya Yaso, Jaka mendongakkan kepalanya lalu mengangguk. "Berangkat bareng nggak?"

"Yaelah, gue bawa motor sendiri. Amanlah." Katanya, Jaka kembali fokus pada ponselnya.

"Ya siapa tahu lo mau, abis ini balik dari rumah Nathan jam berapa?" Lagi, Yaso membuka topik.

"Palingan jam 3, gue mau beresin tugas lagian udah dari pagi juga kan." Anggukan diberikan kawannya sebagai tanggapan, Jaka menaruh ponselnya ke dalam saku saat nomor pesanannya sudah di panggil, ia membayar dan bergegas menaiki motor.

"Mau langsung apa beli lagi?" Yang membawa motor adalah Yaso, "langsung aja. Gue udah laper soalnya."

"Yaudah." Setelah itu ia menarik gas motor menjauh dari Warung Bojo, sepanjang jalan hanya di isi angin — tentu sesekali obrolan acak anak lelaki. "Katanya ada kencan buta antar fakultas pas acara kampus nanti, join nggak?"

"Nggak bosen-bosennya lo ajak gue mulu ah. Udah tahu gue bakalan nolak." Jaka menggeleng, ia tak ingin mengambil waktu hanya untuk duduk dan berkenalan dengan para gadis, dia pikir waktunya sudah terbuang untuk itu.

"Yaelah, kemarin kan lo nolak karena masih sama si Nadhira. Ya, sekarang udah nggak ada, join napa. Ayolah Jak." Jaka mendengus, berpikir lagi.

"Yaudah ah, nanti gue kabarin kalo ada waktu."

"Gitulah, usahain ada waktu!"

"Iya ah." Yaso tertawa, ia membawa motor mereka melesat melewati kampus si kawan baru, Nathan. Setelah memasuki Margonda, Yaso membelokkan motornya ke gang dekat JPO lalu lurus menuju rumah Nathan.

Lima menit dijalan gang itu akhirnya mereka sampai, Jaka segera turun dan memasuki rumah meninggalkan Yaso yang masih memarkirkan motor. Di dalam hanya nampak Rama dan Hamza, Nathan tak terlihat tapi Jaka tak peduli, toh ini rumah pemuda itu juga untuk apa dia harus mencari.

"Nih makanan kalian, langsung aja ambil. Oh iya, yang ada karetnya punya gue." Kata Jaka, "eh si Nathan mana?" Sambung Yaso yang sudah mendudukkan dirinya disebelah Jaka.

"Toilet." Jawab Rama singkat, lelaki itu mengambil porsinya dan mulai menyantapnya disusul Hamza begitu juga Jaka dan Yaso.

Nathan yang muncul dari dalam hanya terdiam saat melihat mereka makan, ia melangkahkan kakinya dan duduk di sofa, di atas Jaka — Jaka, Yaso dan Hamza duduk di bawah sedangkan Rama duduk di sofa sebelah Nathan.

"Nih makanannya elo." Hamza menggeser plastik yang masih terisi kotak makan Nathan, pemuda yang memiliki cedera kaki itu segera membuka bungkus makanannya dan ikut makan bersama. Jaka menikmati makanannya tanpa menghiraukan obrolan pemuda-pemuda bujangan yang adalah kawannya itu.

"Habis ini gue mau ke warkop, pada ikut nggak?" Hamza mengernyit, "kaki lo aja belum sembuh udah rese duluan mau jalan."

"Gue udah kangen kopinya bang Amar, lagian pake motor juga ini." Hamza mendengus saja, keras kepala sekali kawannya ini.

"Gue ikut sih, pengen nyoba-nyoba kopi warkop lo itu." Kata Rama, ia memasukkan sendok berisi nasi dan kawan-kawannya ke dalam mulut.

"Gue ikut deh, gabut juga di rumah." Nimbrung Yaso, ikut bergabung.

Nathan melihat Jaka yang tak menjawab, pemuda itu terus melihat si Djakarta yang sedang mengunyah makanannya, "ikut nggak?" Tanya Rama inisiatif.

Gelengan diberikan kepada Rama, ia menolak. "Kenapa?" Tanya Hamza.

Voor DjakartaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang