𝓞𝓝𝓔

100 11 0
                                    

𓆝𓆟𓆞𓆝𓆟


Suasana bus tampak di penuhi oleh anak murid semester akhir. Suara mereka memenuhi bus.

"Bukankah aku sudah bilang, kau seharusnya menembak yang itu b0doh." Rio memukul kepala belakang Aska. Aska hanya mengaduh ria.

"Jadi kau menyalahkanku? Salahkan saja ponselku ini." Aska membalas perkataan Rio yang menyalahkan dirinya. "Kau g4la? Ponsel itu hanya benda mati."

"Lihat, aku terlihat cantik bukan?" Nata tersenyum senang pada Clara. Ia menunjukkan beberapa foto dirinya yang tengah berfoto di pantai.

"Ah cantik sekali, pantainya." Wajahnya mendadak masam. Ia memasang wajah datar pada Clara, bermaksud jawabannya temannya yang jelek.

"Oh ayolah. kau sangat cantik, bahkan Revan akan terpikat pada kecantikanmu." Nata memukul bahu Clara dengan senyuman menghiasi wajahnya, ia bermaksud untuk bermain main.

"Hei Liam, cepat beritahu kami. Siapa orang yang kau suka." Zeano menyenggol bahu Liam, Liam hanya menggaruk tekuknya yang tidak gatal.

Sekarang Jesslyn, Naura, Cipa, Harsa, Liam dan Zeano sedang memainkan truth or dare. Liam memilih truth, tapi ia tidak menjawab pertanyaan yang di tanyakan oleh Cipa.

"Ayolah beritahu kami." Harsa terus mendesak Liam untuk menjawab pertanyaan dari Cipa. Oh ayolah! ini hanya pertanyaan mudah.

"Hei cipa, apa kau tidak mempunyai pertanyaan yang lain? Kenapa hanya pertanyaan itu yang terus terucap." Liam memandang malas lima orang temannya. Setiap memainkan truth or dare teman - temannya hanya akan mempertanyakan yang itu - itu saja.

"Ayolah, kau hanya menyebutkan saja namanya." Cipa memutar matanya. kedua tangannya ia lipat di depan dada.

Kiara memandang malas temannya, Jefa. Dari tadi ia tidak selesai memperbaiki resleting tasnya yang macet karena dirinya menutupnya terlalu terburu - buru. Tidak heran jika Jefa mendapat julukan 'Jefa dengan tangan ajaibnya' yang berarti dirinya adalah perusak barang

Kiara memasang earphonenya, tangan lentiknya guna memutar lagu yang ia sukai. Sesekali dirinya memikirkan Juna.

Siapa yang tidak tertarik padanya? Tampangnya yang tegas membuat para betina terpikat padanya. Selain wajahnya, Juna juga memiliki sifat yang bijaksana, ramah, dan bertanggung jawab. Tidak heran jika Guru memilihnya sebagai ketua kelas.

Jefa melirik Kiara yang tertidur di sampingnya, ia tersenyum jahil padanya. Matanya mengalihkan pandangan pada Juna. Juna memasang wajah tertekan, seakan tertekan pada kelakuan temannya yang tidak bisa di atur.

"Hei ketua kelas, duduklah di samping Kiara, aku akan suduk di tempatmu." Juna menolehkan wajahmya pada Jefa. Ia mengerutkan keningnya, seolah meminta penjelasan.

"Tidak usah banyak tanya." Jefa memutar matanya. ia berdiri dari kursinya, menarik bahu tegap milik Juna lalu mendorongnya ke tempat duduk yang dirinya duduki.

Juna melirik kiara yang tertidur. kepalanya bertumpu pada kaca di sampingnya. Tangannya menarik pelan wajahnya yang tertidur di kaca, lalu membiarkan ia tertidur di bahu tegapnya.

Jefa terkekeh pelan. Ia menyipitkan matanya, resleting tasnya yang enggan terbuka. "Terbukalah, s!alan." Ia memutar matanya kesal, tangannya terus bergerak membuka paksa resleting itu.

Marel menatap Alaska dan Raja dengan wajah berkerut. Alaska dan Raja kini tengah menggoda Marel, Ia terpergok memandangi seorang gadis! Siapa yang tidak heboh, seorang Marel Abatani menatap seorang gadis? Tidak bisa di percaya!

"Ayolah, kau menyukai gadis itu bukan?" Raja menaik - turunkan alisnya, dengan bahunya yang menyenggol tubuh Marel. Alaska juga memasang ekspresi jahil padanya.

"Jujurlah pada kami Marel, kami tidak akan mengatakan apapun pada yang lain." Ucapan Alaska membuat kepala Taja mengangguk.

"Tidak terimakasih. Kalian berdua tidak dapat di percaya, Apalagi anak b0doh tepat di sampingku." Sindiran Marel membuat Raja memasang wajah tidak percaya, mulutnya ia tutupi dengan tangannya.

"Jahat sekali" Raja memasang wajah sok dramatis. Tangan Alaska mendorong kepala Raja ke samping, "Lepaskan kepalaku s!alan." Tangan Raja terus berusaha melepaskan cengkraman di kepalanya.

"Ku dengar, Kau berpacaran dengan Naura bukan?" Ujar Xavier yang menatap ponselnya. Revan melirik Xavier, kekehan dari mulutnya memenuhi telinganya.

"Kau sudah tau jawabannya bung." Revan tersenyum tipis, tetapi xavier bisa melihatnya.

"Berhentilah tersenyum, itu menjijikkan." Cemoh Xavier. Ia hanya bermaksud bermain - main padanya, Revan menatap kesal sahabatnya.

"Dari pada dirimu, kau tidak punya kekasih" Sahut Revan. Xavier memutar matanya, ia terlalu malas jika sahabatnya mengejek dirinya tentang itu.

"Aku tidak peduli, selama ponselku di sampingku diriku akan hidup tentram." Mendengar balasan dari sahabatnya, ia hanya terkekeh.

Di satu sisi. Ryan dan Jaegar membahas tentang pelajaran. Mereka tidak heran dengan mereka berdua yang membahas pelajaran di waktu ini karena mereka adalah murid pintar.

𓆝𓆟𓆞𓆝𓆟

"Berjalanlah dengan hati hati anak - anak." Guru mengarah semua anak semester akhir untuk berjalan hati - hati. Semua murid hanya berangguk ria lalu mulai masuk ke area Musium itu.

Jefa melangkahkan kakinya keluar dari bus. ia menatap Museum dengan mata menyipit. Saat ingin mengerluarkan kameranya, Ia merasakan tubuhnya terdorong ke samping. Jefa menolehkan pandangannya pada sang pelaku yang mendorongnya.

"Apa - apaan?! Kenapa tadi di samping tempat dudukku ada Juna?" Kiara berbisik pada sahabatnya lalu menatap tajam Jefa. Yang di tatap pun hanya memutar matanya sebal.

"Tapi kau menyukainya bukan?" Bukan Jefa yang membalas, Melainkan Jesslyn yang tiba - tiba sudah di sebelahnya. Sementar Jefa sibuk memfoto Musium di depan mereka berdua.

"Sejak kapan kalian berdua berada di sini?" Terpampang wajah bingung di wajahnya. "Sejak tadi." Balas Cipa.

"Apa kalian tidak merasa aneh dengan musium ini?" Cipa melirik mereka bertiga, sembari membawa tas di bahunya.

"Tidak. Memang ada apa?" Jesslyn menatap bingung Cipa, begitu juga dengan Kiara.

"Ini masih sore bukan? Seharusnya orang ramai berdatangan di musium ini." Cipa melipat tangannya di depan dadanya, berusaha memikirkan sesuatu.

"Berhenti memikirkan hal itu, Cipa. Kita di sini untuk bersenang - senang bukan?" Kiara melirik Cipa yang sedang memikirkan sesuatu.

"Yasudahlah, ayo masuk." Jesslyn mengikuti langkah Cipa yang mulai masuk di musium. Kiara memutar matanya, lalu menarik tangan Jefa untuk masuk.

"Sebentar Kiara, aku ingin memfoto sesuatu!" Ujar Jefa, tetapi Kiara menghiraukan perkataan Jefa.


TO BE CONTIUNED

𓆝𓆟𓆞𓆝𓆟


Jangan lupa kencengin votenyaa
૮꒰ ˶• ༝ •˶꒱ა ♡

𝐍𝐈𝐆𝐇𝐓 𝐈𝐍 𝐌𝐔𝐒𝐄𝐔𝐌 <SLOW UP>Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang