◖⚆ᴥ⚆◗
"Mungkin karena orang tua Bonan petani? Aku sering lihat petani suka mukul-mukul padi."
Fira melanjutkan obrolannya setelah mereka berada di perjalanan pulang. Kali ini Bonan berada di depan, perutnya sudah terisi roti, tasnya digunakan untuk melapisi boncengan besi di belakang. Di tengah matahari terik, Fira yang di belakang melongok pada Bonan. Terpikirkan materi pelajaran yang membahas tentang peran petani dalam bidang pangan. Di depan sana Bonan hanya bergumam menanggapi pikiran polos Fira.
"Bapakku yang petani, tapi kadang-kadang aja pas disuruh orang. Tapi dia nggak suka pukul aku, Bapak sukanya siram aku pakai air. Emakku yang bukan petani malah suka cubit sama pukul pantat aku."
"Emakmu emang kerja apa?" tanya Fira kembali melongok pada Bonan.
"Fira, jangan goyang-goyang. Nanti jatuh," sela anak laki-laki itu membuat Fira menarik kembali kepalanya ke belakang.
Bonan mengernyit bingung. "Nggak tau, kata orang banyak yang bilang kerjanya jadi ... LCD," jawabnya sedikit ragu.
"LCD? Kerjaan apa itu? Aku taunya LCD itu televisi."
Sejujurnya Bonan juga tidak paham, dia hanya mendengar dari tetangga yang bergosip. Emaknya bekerja sebagai LCD, berangkat saat matahari terbenam dan pulang sebelum fajar menyingsing.
"Entahlah."
"Mungkin kerja jadi LCD mukul sama nyubit pelanggan kali?"
Ada memang pekerjaan seperti itu? tanya Bonan dalam hati.
Daripada mengambil pusing, Bonan hanya mengiyakan asal. "Hm, bisa jadi, tapi 'kan aku bukan pelanggan emakku. Aku nggak suka dipukul sama dicubit."
"Kalau begitu aku pengin ganti orangtua saja. Aku mau orang tua polisi," tambahnya. Jika menjadi yatim piatu tidak mungkin, mungkin Bonan bisa berganti orang tua. Polisi senang melindungi orang-orang, Bonan mau dilindungi.
"Tapi nanti kamu ditangkap kalau ketahuan mandi malam," ucap Fira memainkan seragam Bonan yang sudah keluar dari celana merahnya.
"Emang nggak boleh mandi malam?"
Bonan harus mandi malam hampir setiap hari karena menunggu sumur kosong, yang artinya saat tidak digunakan Bapak dan Emak. Saat Bapak belum pulang dan Emak sudah berangkat bekerja. Laki-laki itu cukup takut kalau sampai harus dipukuli dan diumpati sebagai anak durhaka karena membuat Emak Bapaknya menunggu di depan kamar mandi.
"Nggak boleh tau. Kata Kak Sastra nanti rematik. Itu larangan kan? Kamu suka mandi malam. Nanti kamu ditangkap."
Absurd. Bonan tahu itu tidak benar. Perempuan kecil itu juga pasti tidak tahu apa itu rematik. Bonan juga tidak begitu paham. Tapi malas menyangkal. Kak Sastra itu anak panti seperti Fira, tapi dia sudah bekerja.
"Iya juga."
"Iya. Berarti semua orang tua itu jahat ya, Bonan?" celetuk Fira sarat akan kesedihan
Bonan menghentikan sepedanya di depan bangunan Panti Asuhan Mariyah. Sebenarnya Bonan ingin mengiyakan pertanyaan Fira, tapi melihat wajah Fira yang muram dan termenung, dia tidak tega. Bonan kemudian berdeham.
"Tapi masih banyak orang tua yang baik, kok, Fir. K-kamu tenang aja." Benarkan masih ada orang tua yang baik? Tapi mungkin bukan untuk anak durhaka –kata Emak– seperti Bonan.
Bonan tahu rasanya menjadi Fira, bukan karena dia sempat merasakan tidak punya orang tua. Walaupun memang dia punya tapi merasa tidak punya. Fira pernah diejek dan diisengi oleh anak-anak lain karena tidak bisa menceritakan soal orang tuanya. Anak-anak lain menjahilinya di belakang sekolah. Mereka menghalangi Fira untuk pulang dan mengerubungi Fira seakan dia adalah anak langka yang berdosa.
Bonan saat itu kecolongan karena tidak menjaga Fira. Dia baru sadar saat Fira tidak menunggu di samping sepedanya seperti biasa setelah dirinya harus menggumpulkan Lembar Kompetensi Siswa (LKS) ke ruang guru saat pulang sekolah. Satu jam Bonan menenangkan Fira yang menangis. Oleh karena itu, setiap malam gadis kecil itu jadi ingin memiliki orang tua.
Semoga kelak Fira mendapatkan orang tua yang baik.... []
KAMU SEDANG MEMBACA
Fireworks and Hope
FantasyCERITA SINGKAT | END Gelapnya malam. Ramainya kembang. Di tengah hutan. Manusia bisa berharap, tetapi iblis bisa mencuri harapan mereka. Bersama harapan Kafiera dan Bonan dalam gemerlap letusan pertama kembang api. Iblis ikut menikmati. "Aku sedih k...