01

2 0 0
                                    

"Aaa Ya Allah Ayya belum siap, jangan duluuu" rengek anak perempuan 9 tahun itu sembari menonton berita yang sedang sangat gempar.
"Heeeehhh Rayya, ayo kok masih nonton to nduk wes jam berapa ini, nanti kamu telat" teriak Azma sambil menarik tangan putrinya yang masih terpana dengan layar tv.
"Ya Allah Ya Rabbi Rayya Acitya yang paling cantik jelita" Azma menepuk dahinya kesal melihat kancing seragam putrinya yg tidak pas. Segera Azma membetulkan kancing seragam Rayya.
"Wes ayo berangkat, sepedanya udah dikeluarin bapak" sambungnya.
Raya menelusuri ruang tengah kemudian bertanya kepada sang ibu "Bapak udah berangkat bu?" Azma mengangguk sebagai jawaban.
"Rayya berangkat bu, Assalamu'alaikum" bocah itu bergegas menaiki sepeda pink miliknya, sebenarnya dia tidak terlalu suka warna pink tapi itu pilihan ibunya sebagai kado ulang tahun Rayya beberapa hari lalu.

***

"Assalamu'alaikum buu... ibu..." seru Rayya sembari melangkahkan kakinya masuk rumah, mencari-cari keberadaan ibunya, selalu. Rayya berhenti ketika langkahnya akan menuju ke pintu samping rumah lantaran ia melihat ibunya duduk memunggunginya sambil tersedu-sedu.
Gadis cilik itu menghembuskan nafasnya seolah-olah tau apa yang sedang menimpa ibunya. Rayya menghampiri ibunya dengan gerakan yang tenang.
"Bu..." panggil Rayya sambil mengelus-elus punggung ibunya yang masih tersedu-sedu. Sontak Azma menghapus air matanya saat mendengar sapaan putrinya, kemudian Azma bertanya "wes pulang to nduk"
Rayya memeluk ibunya erat sangat erat "ibu jangan nangis, nanti Rayya ikut nangis" Gadis cilik itu berusaha sangat keras supaya air matanya pun tidak ikut turun.

"Udah... Engga, ganti baju trus makan yuk" Rayya melepaskan pelukkannya kemudian tersenyum sambil menganggukan kepala.

Rayya bergegas duduk disamping ibunya setelah berganti pakaian. Ia membuka mulutnya lebar melahap suapan nasi dari tangan ibunya. Meski ia sudah berada dibangku kelas 4 Rayya masih sering dan senang jika disuapi oleh ibunya, Azma pun tidak pernah protes dengan tingkah Rayya yang masih seperti bayi.
"Bu, Mas Abi gak pulang to?" Tanya Rayya yang teringat dengan kakak satu-satunya yang jauh diperantauan.
"Masmu belum ngabarin ibu bapak, nanti coba ibu telfon, jam segini masmu belum pulang kerja"
Rayya memperhatikan ibunya yang terus menerus melihat jam dinding, seperti khawatir.
"Bapak belum pulang ya bu?" Azma memandangi wajah putri kecilnya lalu beranjak dari tempat ia duduk.
" Wes habis nduk, mau nambah?" Azma bertanya seolah-olah mengalihkan pembicaraan. Rayya tau pengalihan ibunya itu membenarkan pertanyaannya.
Gadis itu menghembuskan nafas lelah "lagi dan lagi"

Waktu menunjukan pukul 6 sore, Rayya belum melihat batang hidung bapaknya terlihat. Ia memutuskan begadang untuk menunggu diteras duduk dikursi panjang.
"Harusnya jam 2 tadi bapak udah pulang, tapi ini udah jam 6" Raya resah dan kesal, menanti ayahnya yang tak kunjung pulang tanpa ada kabar. Hingga ia tidak sadar mulai memejamkan mata tertidur.

***

Sinar matahari memaksa masuk diantara celah gorden kamar bernuansa hijau itu, seperti ingin mengganggu nyenyaknya gadis cilik dari tidurnya. Rayya menyipitkan mata, berusaha untuk membuka mata. Kemudian mengerutkan dahinya heran, "kayaknya semalem aku ga ke kamar deh, apa mungkin..." Raya segera berlari keluar kamar menuju kamar kedua orang tuanya, mencari tersangka yang ia duga.

Benar saja dugaannya, pasti ayahnya yang semalam membawanya kedalam rumah. Rayya kemudian mengitari rumah mencari keberadaan ibunya, tapi nihil.
"Apa lagi beli sayur ya?" Rayya mengedikkan bahu, kemudian berlalu menyambar handuk untuk mandi dan berangkat ke sekolah sebelum ibunya kembali dan mengomelinya yang belum siap.

***

Rayya meletakkan tasnya diatas bangku kemudian mengeluarkan buku PRnya. Sebuah suara menginterupsi Rayya saat hendak mengecek PRnya. "Ray, pinjem ya bukunya" pinta salah seorang temannya itu.
"Gak boleh nyontek Din" jawab Rayya dengan rasa rakut. Siapa yang tidak takut, Dinda terkenal dengan kenakalannya itu selalu saja seenaknya, walau begitu sebenarnya dia pintar sangat pintar, tapi entah apa yang membuat dia malas mengerjalan PR.
"PINJEMM!!" Seru Dinda sambil menyaut buku milik Rayya.
Tak mau kalah Rayya kembali menarik bukunya, tidak akan membiarkan siapapun meniru pekerjaannya. Hingga Dinda pun menyerah melepaskan buku itu. Dinda sangat kesal, raut wajahnya tidak bisa bohong. Berani sekali seorang anak cupu itu melawan dirinya.
"Liat aja ya, nanti pulang sekolah aku tunggu dilapangan, tak jambak-jambak rambutmu" ancamnya lalu berlalu meninggalkan Rayya yang sudah mulai menitikkan air mata tertunduk.

Sepanjang jam pelajaran situasi kelas tampak tertib, begitupun dengan para siswa yang dihukum maju kedepan kelas mengerjakan soal khusus sebagai ganti nilai.

Bel berbunyi, mengisyaratkan bahwa jam istirahat tiba. Para siswa siswi kelas 4 itu sontak gaduh ada yg berlari keluar kelas, ada yang membuka bekal makanan, pun ada yang hanya diam ditempat duduk menenggelamkan wajah dalam lipatan tangannya seperti Rayya.

Ia lapar, tapi takut dan enggan mengajak temannya untuk keluar membeli es kucir juga nasi kucing seribuan kesukaannya. Rayya takut teman-temannya yang lain dihasut oleh Dinda supaya tidak berteman dengannya seperti yang sudah-sudah.

Pada akhirnya Rayya menghabiskan waktu istirahatnya hanya untuk duduk termenung mengkhawatirkan dirinya hari ini. Sampai pada waktu pulang sekolahpun ia takut. "Gimana nanti kalo aku dihadang dijalan trus dijambak rambut aku" batin Rayya overthink.

Lamunan Rayya terpecah kala Febri laki-laki sekelasnya menepuk boncengan sepeda kayuh Rayya.
"Woi, maju, udah pada ngantri Ray, cepet" ucap Febri.
Melihat antrian keluar tempat parkir panjang Rayya bergegas mendorong sepedanya menuju gerbang sekolah, ia menepi memikirkan apa yang akan dia lakukan saat ini, apalagi Rayya sama sekali tidak melihat Dinda dan kawan-kawannya saat ini, "aduhhh, pasti mereka ada dilapangan, gimanaaaa akuuu hhhhh" lirih Rayya yang didengar Febri.

Nampaknya sedari tadi Febri memperhatikan Rayya yang terus khawatir dan menganggap benar tentang ancaman Dinda yang ia dengar tadi. Melihat itu Febri iba, dan pada akhirnya menawarkan bantuan. "Ray lewat jalan depan rumahku aja, diujung jalan nanti langsung tembus lurus ke jalan rumah kamu, dan gak akan ngelewatin lapangan" saran Febri menginterupsi lamunan Rayya.
Rayya memalingkan arah pandangnya pasa Febri "Tapi aku gak tau jalannya"
"Nanti aku temenin sampe ujung jalan, oke?" Jawaban Febri akhirnya dapat melegakan pikiran Rayya sejenak.

Mereka berdua bergegas mengayuh sepeda masing-masing, Febri tertawa kala melihat Rayya yang sangat tergesa-gesa mengayuh sepedanya. "Kok mbok ketawain to, gak ada yang lucu tau" Rayua protes saat tau dirinya ditertawai. "Lha kamu itu wong disini aman, gak ada Dinda, tenang Ray. Itu lo wes meh sampai" sahu Febri. Sampai diujung jalan Rayya berterimakasih seraya melambaikan tangan kepada Febri. Rayya sangat bersyukur ternyata ada yang membantunya. Entah akan bagaimana nanti jika tidak dibantu oleh Febri.

Sampai dirumah Rayya segera berbersih diri, makan, dan main bersama sepupunya, karena hari ini tidak ada PR jadi ibunya membiarkan Rayya main hingga sore. Indri, sepupu Rayya, hanya butuh beberapa jam berjumpa mereka sudah merencanakan kemana besok mereka akan pergi, yaaa besok adalah hari minggu.
"Gimana kalo renang? Tapi aku gak mau ditempat renang yang buat atlit-atlit, dalem banget mana gak ada perosotannya lagi" jelas Indri sangat menyakinkan Rayya.
"Lha trus dimana?" Balas Rayya bertanya keheranan.
"Waterboom aja gimana? Yang dijalan senopati, ya ya yaaa" Indri meminta persetujuan Rayya sambil mengalungkan tangannya ke lengan Rayya.
"Iya iyaaaaaa, nanti aku bilang ibuku dulu, trus kamu bilang ke bulik" Jawab Rayya mengabulkan yang kemudian diacungi jempol oleh sepupunya itu.

Waktu sudah menunjukkan pukul tujuh malam, tapi gadis kecil berambut kriting kemerahan itu heran ibunya belum memanggilnya untuk makan malam. Daripada ia berpikir yang tidak-tidak, Rayya memutuskan untuk mencari ibunya.

Didapur tidak ada, bahkan dimeja makan juga masih kosong. Rayya mencari ibunya dikamar, gadis kecil itu sontak berjalan tergesa-gesa saat melihat ibunya tidur diatas kasur sambil memegangi dada.

to be continue

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 18 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Lika Liku LukaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang