S.1 • CAHAYA TERANG

108 46 188
                                    

"Dia bagaikan bulan yang menjulang tinggi di langit malam, berdiri tegak di tengah kegelapan, tak terhanyut oleh bayang, malah bersinar, menuntun jalan yang penuh misteri."

•Starla Lenora•

•Starla Lenora•

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

~□■•■□~

"Starla!"

"Starla! Di mana kamu?!" seru Bagas, suaranya pecah bersama desir angin malam. Obor di tangannya gemetar, cahayanya menari di sela pepohonan yang merunduk kelam.

Ia menapaki hutan yang kian gulita, dikejar waktu dan dihantui cemas. Putri kecilnya belum juga kembali sejak mentari condong ke barat—dan kini, bulan pun enggan bersinar terang.

Lolongan anjing bersahut-sahutan, seperti nyanyian duka yang menusuk kalbu. Burung-burung malam berkicau lirih, bagai bisik harap yang mengambang di udara.

"Ke mana kamu, Nak..." lirihnya, nyaris tak terdengar. Kaki tuanya mulai letih, namun hatinya tak bisa diam.

Sebab bila ia menyerah malam ini—siapa yang akan menggantikan langkahnya, menjemput cahaya kecil yang hilang di peluk hutan?

~□■•■□~

Starla Lenora, gadis kecil berambut senja, tersesat jauh ke jantung hutan yang asing. Langkah-langkahnya ragu, matanya nanar, sementara dunia di sekelilingnya perlahan berubah menjadi labirin bayangan.

Semua samar.
Semua bisu.
Udara menusuk seperti bisikan dingin dari masa lalu yang tak dikenal.

“Ayah... Lala takut... Di sini gelap,” gumamnya, suaranya nyaris tenggelam oleh desir angin yang mengendap di balik daun-daun tua. Ia berjalan sambil meraba batang pohon—pilar-pilar raksasa yang bisu namun terasa hidup, seakan menyimpan rahasia ribuan tahun.

Hanya cahaya bulan yang setia menemani—menggantung jauh di langit, seputih mimpi yang belum sempat lahir. Ia menerangi jalannya, meski kadang menghilang di balik awan, membuat Starla tersandung akar atau terjatuh tanpa peringatan.

Beberapa luka mengalirkan nyeri di lutut kecilnya, namun bukan itu yang paling menyakitkan.

Penyesalan merayap diam-diam di dalam dadanya. Ia menyesal telah melangkah keluar rumah sendirian. Namun, jauh di lubuk hatinya, ia tahu—ia memang ingin menjauh. Ingin pergi, agar ibunya tak perlu lagi melihat wajah yang terlalu mirip dengan kenangan buruk.

Di atas sana, bintang-bintang berserakan seperti serpihan mimpi yang pecah.
Dan bulan… ah, bulan malam itu terlalu bulat, terlalu terang—seolah menjadi satu-satunya makhluk yang menyadari keberadaan seorang anak kecil yang hilang, memandangi Starla dengan mata penuh iba dari langit yang tinggi.

Langkah Starla terhenti. Jantungnya berdetak cepat, seperti genderang kecil yang dipukul tanpa irama. Tubuh mungilnya basah oleh peluh, gemetar bukan hanya karena dingin, tapi juga karena rasa takut yang menggumpal di dadanya.

SELENOPHILE : RED MOONBOUNDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang