O4

599 79 16
                                    

Jisung dengan semangat mengajak Jaemin menuju kamarnya, sebenarnya para bodyguard Jisung sudah berusaha menghentikan aksi tuan muda mereka yang dengan mudah mengajak orang asing untuk masuk ke kamarnya.

"Jaemin, ayo ikut aku!"

Jisung menarik tangan Jaemin, mereka berjalan menaiki tangga menuju lantai dua. Jisung nampak begitu senang dan bersemangat, Jaemin hanya memperhatikan hal tersebut dengan senyum tipis di bibirnya.

Lantai dua adalah tempat di mana kamar Jisung berada serta daerah khusus yang diberikan orang tuanya untuk Jisung.

Putra manis mereka adalah seorang pelukis terkenal dengan nama samaran Andy, oleh karena itu lantai dua menjadi istimewa karena Jisung menyimpan lukisan-lukisan indahnya di sana. Lalu tembok di lantai dua semuanya penuh dengan karya tangan dari seorang Park Jisung yang terkadang kesal jika ayahnya tidak mengijinkan dirinya pergi keluar rumah.

Mereka telah sampai di lantai dua, Jaemin sedikit terperangah saat melihat seluruh kondisi lantai dua. Disana banyak lukisan-lukisan indah yang dipajang pada dinding. Selain itu tembok-tembok ini juga memiliki lukisan yang indah.

"Bagaimana? Jaemin suka? Jie sendiri loh yang melukis semua ini," ucap Jisung dengan senyuman bahagianya.

Nada bicara Jisung begitu riang dan ceria, tidak ada beban dan maksud tersirat dalam setiap kata yang keluar dari bibir kemerahan itu. Jisung benar-benar memiliki jiwa yang bersih serta kepribadian yang riang dan polos.

Terkadang Jaemin bertanya-tanya apakah dirinya bisa seperti Jisung? Atau bisakah dia memiliki seseorang seperti Jisung? Sepertinya tidak. Karena Jaemin terlalu kotor untuk mendapatkan hal-hal murni seperti Jisung dan dunianya.

"Jaemin, kenapa diam saja?" Tanya Jisung penasaran.

"Oh, tidak ada apa-apa. Ngomong-ngomong tempat ini sangatlah indah," puji Jaemin tulus, baru kali ini dia memuji seseorang dengan tulus.

Jisung berbinar, senyum cerah terulas di wajah indahnya. Aura Jisung yang bersinar semakin terang, benar-benar menyinari kegelapan yang ada dalam diri Jaemin.

"Hehehe, ayo kita ke kamar Jie! Di sana masih banyak lukisan lainnya!"

Jisung kembali menarik tangan Jaemin, tarikan itu terasa lembut. Selama hidupnya Jisung tidak pernah melihat kekerasan, ayahnya tidak pernah mendidik Jisung dengan keras walaupun dia seorang polisi. Ibu Jisung juga selalu mengajarkan kelembutan kepada anak satu-satunya keluarga Park itu.

Jaemin hanya mendengus, dia menatap tangan Jisung yang menggenggam tangannya. Ada perasaan yang menjalar ke hati membeku miliknya.

Selama ini Jaemin membenci sentuhan orang, siapapun mereka Jaemin tidak segan untuk mematahkan tangannya. Tapi saat Jisung yang menyentuhnya Jaemin malah merasakan kehangatan di hatinya yang telah mati, Jaemin merasakan bahwa sentuhan yang diberikan oleh Jisung tidak terasa menjijikkan, apalagi tangan lembut itu terasa tidak pantas untuk dilukai, Jisung lebih pantas untuk dilindungi.

"Berapa usiamu?" Tanya Jaemin.

Menurut Jaemin, Jisung itu kekanak-kanakan. Dia terlalu naif dan buta akan kenyataan dunia yang kejam,  membuat Jaemin menebak bahwa pemuda itu memiliki usia yang masih begitu belia.

"22 tahun, kalau Jaemin berapa?" jawab Jisung.

Jaemin meringis tebakannya salah, dia kira Jisung adalah seorang remaja ternyata pemuda ini sudah dewasa.

"Aku 31 tahun," jawab Jaemin.

"Woah, apakah Jie harus memanggilmu paman pengemis?" Tanya Jisung dengan pandangan lugunya.

Sekarang Jaemin ingin menjerit kesal karena kepribadian Jisung yang seperti ini.

White and Black : JaemSung Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang