"Buset, anak Bali udah pulang," ledekkan Riko, kakak laki-laki Sasha yang melihat sang adik baru saja memasuki rumah.
Liburan semester kali ini Sasha habiskan dengan pergi ke Bali bersama sang Mami. Tadinya Sasha mau ala-ala solo traveling saja, biar kelihatan independen sekaligus healing setelah galau karena hubungannya yang kandas, tapi setelah dipikir lebih baik bareng orang tua, biar di bayarin.
"Iya dong, emang kayak lo gak bisa healing." Sasha menyindir balik.
"Anak anjing." umpat Riko dengan suara pelan, Sasha meledeknya dengan menjulurkan lidahnya.
"Sha, ini pegangin tas mami," Rahayu, ibu dari kedua anak itu muncul dari balik pintu.
"Mamiiii," Riko menghampiri maminya yang kesulitan karena banyak barang yang dipegang oleh wanita itu. Sasha melirik kakaknya itu dengan tatapan jijiknya.
"Najis caper."
Memilih untuk meninggalkan ruang tamu, Sasha pun menuju singgasananya alias kamarnya dilantai dua yang sudah 2 minggu tidak ia tempati. Sial, yang di dapati malah tempat tidurnya yang agak sedikit berantakan, berbeda dengan yang ia rapikan sebelum berangkat ke Bali. Pelakunya sudah pasti Riko. Namun, Sasha tidak ada tenaga lagi untuk mendumel, dirinya lebih memilih untuk merebahkan diri dikasur sambil mengecek ponselnya.
"Yee, paling pada minta pie susu," ucap Sasha usai melihat 40 notifikasi dari grup sahabatnya.
Jari Sasha bergerak dengan gesit, menyusuri layar ponselnya menuju bagian Status WhatsApp. Dengan antusias, ia menekan status terbaru yang berasal dari Maminya.
Foto pertama langsung mencuri perhatian, menampilkan momen manis Rahayu dan Sasha di dalam pesawat beserta caption manis bertuliskan 'Back to home with my girl Sasha'. Sasha kembali mengeksplore dengan mengetuk 'next' berulang kali. Jangan harap Sasha bisa menghitung berapa banyak foto yang diunggah oleh maminya itu dalam status WhatsApp.
Kemudian kontak whatsapp sudah bukan Mami lagi, sekarang orang lain. Sasha masih betah saja melihat update-an orang-orang. Sepertinya ia gabut kali ini, padahal biasanya dirinya jarang mampir ke fitur sebelah dan melihat status orang-orang dikontaknya. Tiba-tiba, seolah semuanya berhenti sejenak. Di tengah aliran status yang beragam, muncul satu nama yang langsung mencuri perhatian Sasha. Sebuah foto gitar dengan latar belakang tembok, dihiasi dengan caption singkat namun penuh makna, 'Kangen'.
"Shit!"
Sasha refleks melempar ponselnya, dia kaget bukan main setelah melihat status orang itu.
"Gak mungkin..gak mungkin dia sih." Sasha kembali mengambil ponselnya dan mengecek lagi status whatsapp itu dengan jeli.
Itu Ergy.
"Dude, really? Ngepost ginian jam 3 pagi?" gumam Sasha. Well, she knows Ergy better than anyone. Seorang Ergy tidak mungkin memposting hal seperti ini di whatsapp, malah sepertinya ini perdana cowok itu membuat status. Dari awal putus, Sasha tidak pernah punya keinginan untuk memblokir Ergy di sosial media manapun. Bahkan foto dan segala macam barang dari Ergy tak pernah dihapus dan dibuangnya.
She's hasn't moved on, bro.
"Stiker gue masih ada ya." Sasha memperhatikan stiker huruf S berwarna kuning di sisi senar gitar kesayangan Ergy. Dulu cowok itu sering mainin Sasha lagu pakai gitar itu. Dalam sekejap, keheningan menghampiri Sasha, melihat nama cowok itu membuat kenangan-kenangan indah hadir lagi di pikirannya.
"Ah, kenapa gue malah kepikiran dia," gerutu Sasha sambil menutup aplikasi hijau itu dengan rasa frustasi.
"Come on, Sha. Udah tiga bulan, jangan lemah. Please, don't beg for him anymore," ia bermonolog, berusaha meneguhkan hati.
Huh, three-year relationship isn't that easy.
KAMU SEDANG MEMBACA
SARGY
Teen FictionSasha bilang punya pacar anak band itu nggak enak. Sering ditinggal latihan, ditinggal manggung, ditinggal bikin lagu, pokoknya banyak deh. Sasha juga bilang kalau Ergy itu menyebalkan, nggak pernah ada waktu buat dia, bahkan ketemuan aja jarang ban...