Bagian. 3

173 19 2
                                    

"Katanya aku tidak berharga dan pembawa sial, tapi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Katanya aku tidak berharga dan pembawa sial, tapi ... sekarang aku sadar bahwa aku adalah wanita yang layak dicintai dengan baik."
___

"Thania?"

Thania yang baru keluar dari lift dikejutkan dengan kehadiran pria yang bersandar di sisi tembok, bersedekap dada dengan alis sedikit dimiringkan. Menyampirkan jas hitamnya di lengan kiri sementara tangan satunya menenteng map yang berisi berkas-berkas kantor.

"Ah, ya, Kama?"

Gadis itu mendekat ke arah pria di depannya, pria yang mungkin umurnya sepantaran dengan Mahen dan juga mas Wira. Setelah ada di depan Kama dengan jarak tiga langkah kaki orang besar, Thania menyunggingkan senyum ceria hingga kedua matanya tampak menyipit, khas wajahnya saat berpapasan dengan orang-orang.

"Belum pulang?" Tanya Kama menatap wajah mungil di depannya sebelum pandangan berakhir ke belakang tubuh gadis itu, yakni lift yang sudah tertutup sejak tadi.

"Belum." Thania membalas pendek.

Kening Kama berkerut semakin dalam, jam pulang kantor sudah satu jam yang lalu tapi kenapa Thania masih disini? "Kenapa belum pulang? Kamu lembur?"

Pertanyaan yang lebih mirip seperti tuduhan itu membuat Thania meringis.

"Oh, nggak kok, em ...."

"Lalu? Ini sudah hampir petang, Thania."

Ada nada kurang nyaman saat Kama mengutarakan kalimat terakhirnya membuat Thania hanya mampu berdiri dengan tubuh kikuk.

Seharusnya Kama tidak perlu bertanya kenapa gadis itu belum pulang padahal waktu sudah sangat sore, Kama paham betul dengan apa yang dia lakukan disini, sudah jadi kebiasaan Thania duduk di luar ruangan menunggu sahabatnya seorang diri, entah itu karena ada pekerjaan atau memang karena cara itulah agar keberadaan tidak diusir oleh Mahen sebab Thania juga memiliki kedudukan di kantor ini meski hanya menjadi anggota divisi personalia.

"Ini sudah mau pulang kok, kamu sendiri belum pulang?" Ia menatap penuh antisipasi pria dewasa tersebut, menelengkan kepalanya hingga bibir Kama sedikit terangkat menyunggingkan senyum tipis. Mungkin ia merasa terhibur dengan cara Thania menatap dirinya. Seperti anak kecil yang memiliki keingintahuan yang teramat besar.

"Saya juga sudah mau pulang tapi mau mengantarkan ini sebentar ke ruangan direktur," terangnya seraya mengangkat map hijau. Mata Thania mengikuti gerak tangan Kama yang terangkat lalu bibirnya membulat, tanda mengerti.

"Em ... tapi Mahen tidak ada di ruangannya, dia keluar sejak siang tadi," jelasnya memberi tahu dengan nada rendah.

"Saya tahu." Kama membalas dengan nada suara pelan yang diikuti dengan tubuh yang tegak berdiri, tak lagi bersandar pada sisi tembok. "Dia tidak akan kembali ke sini." Di benarkannya simpul dasi yang longgar untuk membenahi penampilan, gerakan itu terlihat sangat manly. Kama, adalah pria yang menyukai kerapihan, seperti Mahen.

365 DAYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang