Bagian. 4

237 25 27
                                    

"Pada akhirnya tidak semua bisa setia pada pilihannya, bukan karena bosan atau perasaan yang mulai pudar, tapi karena dia mulai sadar jika cintanya tak pernah diharapkan."

___

Kini keduanya duduk berhadapan dengan meja bundar sebagai penghalang, dia atasnya terdapat beberapa macam eskrim dan makanan manis favorit Thania.

Ya, benar. Thania menerima tawaran Kama beberapa menit yang lalu, tak ada salahnya bukan menerima ajakan tersebut? Apalagi pria itu menawarkan sesuatu yang tak mungkin bisa gadis itu tolak. Thania dan makanan manis sangatlah bersahabat.

"Kamu suka makanan manis?" Kama bertanya dengan nada cukup riang. Mungkin pria itu puas melihat betapa senangnya perempuan yang duduk sambil memegangi sendoknya, mencicipi gelas eskrim yang sebagian ada yang meleleh. Akan tetapi, itu tidak menyurutkan semangat Thania untuk menghabiskan makanan kesukaannya.

Sambil menjilat eskrim di ujung sendok, Thania menganggukkan kepala beberapa kali tanpa melihat lawan bicaranya, dan dengan mulut yang masih penuh ia menjawab. "Suka, sangat suka, ini adalah makanan favoritku."

"Benarkah?"

Thania mengangguk kuat sebagai jawaban dan itu cukup membuat Kama tersenyum puas, hari ini ia mendapatkan senyum lebih cerah dari gadis itu dan Kama tidak dapat menyangkal sesuatu yang hangat menjalar dalam dada. Sadar jika dirinyalah penyebab senyum Thania terbit dengan begitu indahnya, pria itu tersenyum tipis.

"Kamu sering ke tempat seperti ini, Thania?" Kama bertanya sambil mengitari tempat yang ia pilih, tempat yang cukup terbilang mewah jika hanya sekedar untuk makan dalam hubungan sebuah pertemanan atau rekan kerja.

Beberapa jam yang lalu Kama sudah menghubungi pihak gedung untuk reservasi tempat mereka, dan ia memilih spot duduk yang berdekatan dengan jendela yang mengarah langsung ke arah luar, bukan tanpa alasan kenapa ia memilih tempat duduk yang terbuka, singkatnya, Thania senang duduk ditempat yang berdekatan dengan jendela.

Entah kenapa pria itu mau repot-repot melakukan hal ini, pergi ke tempat ramai yang jarang ia lakukan selama hidupnya, duduk diantara desakan manusia ditengah kebisingan, berbaur dan mencicipi makanan yang bahkan setelah dewasa ia tidak pernah mencicipinya lagi.

Namun sekarang? Kama malah duduk tenang seolah ini semua bukan suatu yang berat baginya. Alih-alih risih karena suara orang-orang yang menggema, justru pria itu tampak lega dan tenang apalagi saat matanya menangkap sosok gadis yang tersenyum cerah ke arah mangkuk es krimnya.

Senyumnya begitu lepas dan ringan tanpa beban, pemandangan yang Kama sukai lebih dari apapun, termasuk wajah suram saat Thania menunggu Mahen dengan segala kehampaannya.

Benar, dia adalah sosok wanita yang membuat Kama mengambil tindakan ini, dan ternyata duduk di antara kerumunan orang-orang banyak  tidak seburuk yang ia pikirkan, malah sekarang pria itu berniat untuk terus berada ditengah khalayak umum, tentunya dengan objek yang akhir-akhir ini membuatnya nyaris berubah total. Thania 

"Tidak, em ... maksudnya tidak begitu sering. Aku takut tempat ramai jika sendirian makanya aku lebih suka menyetok makanan supaya tidak sering ke tempat ramai."

"Aku lebih suka makan ditempat sepi, enak, but, disini tidak terlalu buruk kok."

"Are you okay? Tidak risih kan, saya ajak ke sini?"

"Oh, tidak, aku senang."

Kama terdiam untuk beberapa saat, ia seperti menyadari sesuatu. Barulah setelah ingatannya muncul perlahan, ia mengajukan pertanyaan yang membuat bibir perempuan didepannya berhenti mengunyah. "Saya tidak pernah melihatmu jalan dengan orang lain, Thania," ujarnya penasaran. "Maksudnya, saya jarang melihatmu berinteraksi dengan orang-orang, kamu terlihat selalu menutup sendiri." Kama meralat.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 03 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

365 DAYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang