Dia termenung seorang diri di sana. Beralaskan tikar hijau alami. Berkanopikan warna coklat gugurnya daun. Didampingi suara tenang danau di depannya. Tak membuatnya risih oleh belaian angin musim gugur yang mencoba untuk membekukan tulang belianya. Netranya tak pernah lepas dari lembutnya awan yang berwarna orange. Tanda bahwa si raja akan tergantikan posisinya saat gulita menjemput.
Sesaat kemudian jari-jarinya yang mungil nan lentik mencari kerikil di sekitar tempat dia duduk. Lalu ia melemparnya sejauh mungkin ke danau. Hingga ia tak sadar bahwa kerikil-kerikil malang tadi sudah tak berteman. "Hahh..." hembusan nafasnya terdengar seperti orang miskin yang tidak bisa membayar hutang.
Sekilas dari jauh dia melihat siluet seorang pemuda yang tinggi tubuhnya sangat jauh darinya. Kemudian dia melirik tubuhnya. "Cih, apa-apaan itu, dasar tiang listrik berjalan," gerutunya merendahkan. Dia iri. Dari dulu dia selalu minum susu penambah tinggi badan, yang ada dia semakin chubby. "Dasar, susu sialan," rutuknya dalam hati kemudian.
"Sev, sev, hello... bumi pada langit?" seorang pemuda mengibas-ngibaskan tangannya di depan muka Seviana. Si wanita pun sadar dari acara melamunnya. Selama beberapa detik keduanya membeku seperti patung. Dengan ekspresi si wanita yang tolol dan si pria yang sekuat tenaga menahan tawanya karena melihat tampang absurd sahabat wanitanya.
"Eh, Kev, ternyata itu tadi kamu," pernyataan Seviana hanya dibalas muka datar oleh si pemuda, Kevin. "Menurut kamu, siapa lagi? Pangeran? Heh, boleh juga sih kalau aku jadi pangeran. Menurutmu jika aku jadi pangeran tampan, kira-kira reaksi Riana bagaimana ya?" cerocos Kevin seperti bacaan do'a fasih yang dihafalnya di luar kepala.
"Mana kutahu, memangnya aku ibunya," jawab Sevi ketus. Kevin duduk disamping sahabatnya, lalu mulai berkata dengan manis, "Hei, sayang, jangan seperti itu, dia itu juga temanmu, karena dia pacar sahabatmu yang sangat tampan ini," Kevin merangkul leher sahabatnya. Sevi terdiam sesaat, tidak membalas perkataan Kevin. "Ck, dasar mungil, kenapa dari dulu sampai sekarang kau masih saja mungil, Hah?" celetukan Kevin secara tiba-tiba membuat muka Sevi keruh. Kata-kata Kevin benar-benar manis. Akhirnya dengan sekuat tenaga si mungil ini menyikut rusuk Kevin hingga lelaki itu merintih. Yeah.... walaupun seringai jahilnya masih bertengger di bibir tebalnya.
"Honey, jangan seperti ini. Kau tak tau apa, ini sakit," racau si Kevin masih dengan senyum jahil. "Kau tau kan, sekali saja pembuat onar membuat masalah denganku, sikutku secara otomatis akan menyerang, tak peduli hingga rusuknya patah," kata Sevi dengan kejamnya, bahkan saat mengatakannya pun ia menyeringai seperti seorang psikopat gila. Kevin hanya bisa menelan ludahnya dengan gugup.
"B-benarkah?? Meskipun itu sahabatmu s-sendiri?" tanya Kevin hati-hati dan pelan. Takut terkena sikutan maut sahabatnya yang ternyata baru ia sadari, memiliki potensi untuk menjadi seorang psikopat. Bagaimana tidak, seringaian Sevi dari tadi hingga sekarang tak pernah hilang dari bibirnya. Kevin harus waspada. Mulai hari ini.
Dengan gerakan slowmotion, Sevi menggerakkan kepalanya ke samping untuk melihat bagaimana raut muka sahabat lelakinya. "Hahahaha, mukamu sangat konyol. Kenapa kau sangat pucat, kau pikir aku sekejam itu pada sahabatku sendiri? Oh, ayolah... sebesar apapun keinginanku untuk menendang mukamu yang jahilnya minta ampun, aku tidak akan melakukannya padamu," Sevi pun merangkul lengan sahabatnya dengan senyuman dan eyesmile miliknya.
Sejenak Kevin tertegun melihat senyuman sahabat mungilnya. Ini sudah yang ke 4 kalinya ia melihat senyuman jenis ini dari sahabatnya. Sevi terlihat... manis. "Apa?!? Manis?? Pasti aku sedang sakit," pikir Kevin. Seketika Kevin memegang dahinya yang ternyata tidak panas. Lalu ia bernafas lega. Tak menghiraukan mimik wajah Sevi yang penasaran dan khawatir.
"Kev, are you okay?" tanya Sevi khawatir sambil memegang bahu sahabatnya. "Ah, ya... aku baik-baik saja. Emm... kelihatannya ini sudah malam, bagaimana kalau kita makan malam?" jawab Kevin secara cepat untuk mengalihkan pembicaraan. Dengan raut herannya, Sevi hanya membalas "Oh, baiklah... tapi jika kau ada masalah kau bisa cerita padaku."
Kevin hanya membalas dengan jempolnya, lalu tersenyum. "Eh, sebentar, kau bilang kita? Hanya berdua?" tanya Sevi dengan misterius. "Tentu saja, memang kenapa?" balas Kevin sambil menyipitkan mata. Bersiap-siap bila sesuatu yang buruk akan terjadi. Hanya firasat. Dari dulu jika Sevi tersenyum dengan jenis ini, Kevin akan selalu tidak beruntung.
"... kau yang membayar~," jawab Sevi dengan sumringah. Kevin hanya bisa mendengus kesal. Dompetnya pasti akan tipis setelah ini. Sahabatnya ini senang sekali membuatnya menderita dalam hitungan detik.
"Aku tahu~ , baiklah sayang, ayo kita bejalan kaki saja agar sehat," ajak Kevin santai sambil menmbantu Sevi untuk berdiri. "Hell, bilang saja kau tak mau mengeluarkan uang banyak. Alasanmu benar-benar ingin membuatku menggunduli rambutmu," cibir Sevi blak-blakan. Kevin hanya menampakkan wajahnya yang polos dan tanpa dosa.
Keduanya pun berjalan dengan santai, sesekali ditemani gerutuan Sevi dan kekehan kecil Kevin. Mungkin orang lain akan mengira bahwa keduanya adalah pasangan kekasih yang sedang berkencan. Kekasih??.
#########
"Riana!! sayang!!!" Bocah itu tiba-tiba berteriak di pagi yang mendung ini, memanggil seorang wanita. "Tck, Dasar bocah!!" makiku pada Kevin. Kulihat Riana menyambut dengan senang hati pelukan bocah raksasa itu. "Cih," batinku berdecih saat melihat Kevin tidak memperdulikan sahabatnya yang cantik ini.
Lalu aku menghampiri mereka. Seketika kuijinkan dia untuk mencium mesra sampul kitab biologiku. "Rasakan," dewi batinku terpekik girang sambil menyeringai. Tidak hanya itu, kujitak pula kepalanya keras. CTAKK!! Bunyinya pun bergema dalam koridor sekolah SMA ini. Kevin pun mendelik padaku. Aku hanya memasang wajah innocent.
"Sayang, kau jahat sekali. Aku hanya memeluk Riana, apa salahnya?" Pernyataannya benar-benar membuatku ingin mencekik lehernya. Benar-benar menjengkelkan. Terkadang aku heran, bagaimana bisa sahabatku adalah seorang pemuda yang menyebalkan?.
"Hai, Sev," Riana menyapaku. "Uhm, Hai juga," jawabku sambil tersenyum canggung. "Bagaimana kabarmu?" tanya Riana sekali lagi padaku. "Engg... seperti yang kau lihat, aku baik-baik saja. Ah... kurasa aku harus belajar materi yang harus kupresentasikan hari ini. Emm... kupikir aku harus pamit ke kelas, sampai jumpa Ri, Kev," kataku seperti orang bodoh, mengakhiri perbincangan sambil berlalu menuju kelas.
"Ah, ya. Sampai jumpa," kata Riana kemudian. Sekilas sebelum aku pergi, kulihat tangan Kevin menggenggam erat tangan Riana. Bukan karena apa, tapi aku dan Riana memiliki hubungan yang agak aneh. Kurasa dia, ah, tidak... kami bertiga sadar akan hal ini. Tapi kami bingung mencari solusi untuk memecahkan masalah ini.
########
Aku menatap sedih punggung sahabat wanitaku, Sevi. Aku bingung mencari solusi untuk mengatasi masalah yang muncul di antara kami bertiga. Daritadi aku hanya bisa bungkam. Aku tahu jika setiap Sevi bertemu dengan Riana, ia sedang berakting.
Aku hanya bisa melukai hati orang-orang yang ada di sekitarku, karena keegoisanku ini. Jika aku tak hati-hati, maka salah satu hubungan pasti akan hancur. Memikirkannya saja sudah membuatku sakit kepala. Aku menghembuskan nafas secara kasar setelah memperhatikan punggung Sevi hilang dibalik tembok koridor sekolah.
"Jangan banyak dipikirkan, aku akan membantu menyelesaikan masalah ini," kata Riana secara dewasa sambil tersenyum hangat. "Terima kasih," jawabku pelan. Lalu, hening. Kami berdua pun mulai berjalan ke kelas sambil bergandengan tangan.
END.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hanya Sebatas Itu....
Fiksi RemajaMemiliki sahabat yang berbeda jenis kelamin ternyata penuh cobaan. Semakin bertambahnya usia, semakin bergejolak perutnya dengan kupu-kupu. Seviana adalah perempuan yang memiliki perasaan kepada sahabatnya, Kevin. Dengan perasaannya yang campur aduk...