BAB 10: Kebahagiaan

31 3 0
                                    

18.00

Arya sedang berbincang dengan para pembisnis di acara itu. Bermaksud untuk saling berbagi informasi dan menjalin hubungan pertemanan ataupun hubungan bisnis.

Berbagai bahasa yang di gunakan oleh Arya untuk mengajak berbicara para pembisnis dari luar negri.

Mulai dari negara Singapura, Amerika, German, China, Jepang.

Seorang wanita cantik dengan tubuh ramping dan berambut panjang hitam menghampiri Arya dengan asistennya di belakang.

"Hi. Sir. " Sapa wanita itu dengan suara halusnya dan senyumnya yang di tujukan kepada Arya.

"Hi, " Balas Arya melihat wanita cantik itu. Arya berpura-pura seolah mengingat nama wanita itu padahal dia tidak pernah bertemu sebelumnya.

"Gisella Adora, dan anda pasti Tuan Arya dengan banyak bisnis di Indonesia. " Jawab Gisella.

Gisella- Gadis cantik, populer dan ia pembisnis baru yang melesat cepat dan pekerjaan sebagai model dan aktris. Wajahnya yang glasses, bibirnya yang merah lembab, bulu mata yang panjang dan lentik. Ia mengenakan gaun hitam pendek dengan aksesoris bunga di bagian detail seperti di sekujur bahunya.

"Gisella Adora, senang bertemu dengan anda. " Ucap Arya formal,

"Iya, tidak usah formal. Apa anda ingat? Semasa kita SMA.. Kita sering bermain bersama, dan kita sangat dekat dulu ya. " Ucap Gisella di hadapan Arya dengan tersenyum.

"Benarkah? Begitu rupanya ya. Saya begitu sibuk dengan bisnis sehingga melupakan itu. " Jawab Arya seperti biasa.

"Ya, itu pasti terjadi... Terutama anda adalah orang yang sangt berpengaruh di bidang global ini. " Ucap Gisella terlihat tampak murung namun hanya sebentar.

"Saya baru membeli suatu hadiah untuk anda, sangat istimewa.. Saya harap anda menyukainya. " Ucap Gisella tetap tersenyum dan mengode asistennya di belakang.

Asisten Gisella memberikan sebuah paperbag hitam polos formal berukuran sedang.

"Saya harap anda menyukainya. " Ucap Gisella memberikan paperbag hitam pada Arya dengan tersenyum manis.

"Terimakasih atas hadiahnya. Saya akan menyukai ini. " Ucap Arya memberikan senyum kecil.

"Hahaha, tidak perlu formal kepada saya... Kita dulu juga sudah kenal dekat. " Ucap Gisella tertawa kecil.

"Ngomong ngomong, apa anda punya kekasih... Ah maksud ku.. Pasangan.." Tanya Gisella dengan pipinya yang sedikit merona karena malu.

"Excuse me..? " Tanya Arya heran dengan ucapan Gisella.

...

"NENEK!! " Teriakan Olivia akan memecahkan luar angkasa. Ia terbangun dari mimpinya. Mimpi buruk beserta hujan lebat dan petir yang terlihat di jendela.

Jantungnya berdebar, entah sejak kapan ia menangis sehingga bantal itu basah serta pipinya.

Setelah bangun itu Olivia langsung berdiri dan keluar dari kamarnya. Melihat koridor lantai dua yang sepi, sunyi. Ia turun ke lantai satu.

Rumah yang luas dan mewah, namun tanpa ada seorang pun di sana rasanya hambar.

"Aku harus...selamatkan nenek. Bagaimana pun caranya!" Batin Olivia, ia memikirkan cara agar bisa menyelamatkan neneknya. Tak di sengaja ia juga menggigit bibir bawahnya dengan ekspresi yang cemas.

"Nona? " Tanya Jake yang baru keluar dari dapur, ia menghampiri Olivia yang berada di depan pintu masuk.

Olivia yang mendengar suara seseorang itu langsung berbalik arah dan melihat Jake. Tatapan tajam, dan ekspresi khwatir Olivia membuat Jake khwatir.

"Ada apa nona? " Tanya Jake khwatir.

Jake melihat wajah Olivia yang tidak memakai kacamata hitamnya. Itu membuat Olivia tidak culun dan memperlihatkan matanya yang indah.

Nafas Olivia memburu, ia tampak menahan suatu perasaan di hatinya.

"Aku harus keluar...  " Ucap Olivia dengan suara gemetarnya.

"Tapi ini sudah malam nona," Jawab Jake.

"Tidak masalah! " Seru Olivia,

Nenek Olivia bernama Alfini. Keluarga satu satunya yang tidak mengkhianati dirinya di dalam keluarga.

Sejak kecil, anak kecil itu saat berumur 2 tahun. Setiap hari... Setiap saat... Setiap jam melihat ke dua orang tuanya yang bertengkar. Sampai, ketika malam hari. Malam di mana badai hujan melanda. Pertengkaran mereka berdua belum selesai. Kursi yang di lempar ke lantai sehingga menimbulkan kebisingan. Suara ayahnya yang kuat sehingga membuat hati anak perempuan itu gelisah dan tidak bisa tidur di kasurnya. Pertengkaran itu tidak selesai hingga umur ku 6 tahun.

Bahkan, pernah suatu saat anak kecil itu di lempari botol kaca oleh ayahnya sehingga dahinya berdarah. Kakinya juga bahkan pernah di cambuk dengan rotan tiada habis oleh ibunya. Anak perempuan itu seolah di lahirkan bukan sebagai anak, melainkan sebagai pelampiasan ke dua orang tuanya. Orang tuanya yang tak pernah peduli apakah anak mereka sudah makan atau belum. Tidak peduli bagaimana perasaannya saat mereka bertengkar setiap hari.

Selama pertengkaran itu tidak ada yang namanya hari liburan. Tidak ada namanya kasih sayang. Semuanya hambar. Tidak ada namanya hari raya bersama keluarga besar atau pun keluarga inti. Busuk.

Namun, Tuhan memberikan nenek yang sangat menyayangi dan peduli kepadanya. Jika Tuhan tidak memberikan nenek, kebahagiaan terdalam ku dalam hidup. Aku pikir aku tidak bisa bertahan sampai hari ini.

Ibunya yang egois, ayahnya yang merasa bahwa dia adalah bos.

Namun sejak kedatangan nenek dari Surabaya saat aku menginjak umur 7 tahun itu semua menjadi tidak hambar lagi seperti sebelum nya.

Nenek adalah kunci kebahagiaan ku. Di saat malam badai hujan petir. Ketika Aku berada di rumah sendirian, jauh dari keluarga. Nenek satu satunya yang peduli pada diri ku.

Bahkan, ketika ibu hampir mencambuk ku dengan tali pinggang untuk melampiaskan kemarahannya, nenek lah yang menghalangi dan merelaikan kami berdua.

Maka Aku tidak akan membiarkan hal buruk terjadi pada nenek. Bagaimana pun, ataupun untuk mempertaruhkan nyawa, Aku tak akan berpikir panjang. Aku sadar sejak dulu, Aku hanyalah manusia lemah yang memendam semuanya. Manusia yang tidak berdaya namun terlihat semua baik baik saja dan berpura pura tegar.

Nenek adalah hidup ku, kebahagiaan ku, jiwa ku..

Tiba-tiba pintu masuk di buka, memperlihatkan Arya yang masuk setelah dari acara. Tatapannya hanya pada Jake dan Olivia yang ada di hadapannya, tatapan datar.

Olivia menatap tajam Arya, "Aku ingin keluar! " Seru Olivia.

Arya yang mendengar teriakan Olivia hanya diam dan menatapnya datar. Tatapan seolah-olah tidak peduli, bahkan jika wanita di hadapannya mati.

Olivia mengepalkan ke dua tangannya. Olivia maju mendekati Arya. Menatapnya mata Arya tajam dengan matanya yang berkaca kaca.

Setelah itu Olivia keluar dari rumah dengan pakaian sebelumnya karena ia tak sempat mengganti.

Pada malam hari itu juga. Malam dengan hujan lebat membasahi seluruh tubuh Olivia. Petir yang bergemuruh kuat dan tak berhenti. Namun ia pergi dengan membawa alasan dan niat yang tak bisa di hentikan.

Tidak ada yang menghentikannya pergi.

"Nenek... Tolong bertahanlah.. " Gumam Olivia dalam batinnya dengan tetesan air mata yang bergabung dengan rintik hujan.

Olivia telah keluar dari wilayah rumah Arya. Ia berada di Halte bus. Karena sering menjadi pelanggan halte bus Ia bahkan mengingat jadwal halte bus walaupun tanpa menggunakan HP.

Olivia menghela nafas panjang, "Aku tidak membawa apa pun.. " Gumam Olivia, Ia sekarang tidak tau harus berbuat apa.

Menahan perasaan yang aneh di dalam tubuhnya sambil duduk di tempat khusus menunggu bus Halte yang sebentar lagi akan datang. Tidak ada satupun orang di sana, sampai...

"Olivia." Suara berat memanggil nama Olivia dengan jarak yang begitu dekat.

Olivia yang sedang menunduk itu melihat sepatu hitam. Ia melihat wajah pria itu.

Dangerous Man Fall In LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang