BAB 2: Villain

68 5 6
                                    

Pesan yang berisi ancaman,

Olivia melempar hp itu di ranjangnya. Merasa bahwa itu adalah penipuan bodong.

"Ga jelas! " tegas ku.

Aku menatap tajam hp tersebut. Kemudian lanjut belajar. Gara-gara pesan misterius yang masih berputar di pikirannya membuat tidak bisa berkonsentrasi untuk belajar.

Ke-esokkan harinya, seperti biasa Olivia akan berangkat ke sekolah dengan menaiki bus transmetro.

Selain di juluki kutu buku, dia juga memiliki sifat pendiam.

Semenjak ia SMP dan SMA begitu banyak kegiatan sehingga dia gagal bisa berinteraksi luas di sekolahnya. Ia pernah mencoba untuk bergaul dengan teman teman sekolahnya namun apa yang di harapan malah berantakan. Serta ada di mana suatu kejadian yang membuat Olivia minder untuk berteman.

Sesampainya di sekolah, ia menaruh ranselnya di kursi, mengambil buku ceritanya yang kotor akibat tumpahan kopi kemarin.

Bel berbunyi menandakan jam pertama mata pelajaran. Bersamaan dengan teman sebangku Olivia, yaitu Bagas- anak geng motor, basket dan sifatnya yang jauh beda alias very very extrovert.

Semua murid sudah berkumpul di kelas dan duduk pada bangku mereka masing-masing.

Lima menit kemudian, pembelajaran matematika dengan pak Yanto telah berlangsung, Olivia mudah saja mengerjakan soal latihan yang di berikan pada saat itu.

"Livy... Livy! " panggil Bagas mendekati Olivia ketika mereka duduk di dua meja yang di satukan.

Kalau saja bukan pak Yanto yang menjelaskan pelajaran. Bagas sudah memanggil nama temannya dengan suaranya yang besar untuk memanggil Livy di jarak sedekat itu.

"Kenapa? " tanya Olivia menatapnya,

"Tau nomor lima ga? Gimana caranya? " tanya Bagas sambil menatapnya penuh harapan.

Olivia menghela nafas pendek, " Iya, gini caranya. Sini lihat. " jawab Olivia, ia menjelaskan dengan penuh kesabaran dan mudah di pahami.

"Owalah, gitu toh, makasih makasih, penjelasan Pak Yanto belibet banget." ujar Bagas sambil mengangguk-anggukkan kepalanya pelan.

Finally. Jam pulang sekolah akhirnya tiba. Olivia langsung menggendong ransel pinknya. Namun, ketika hendam melangkah Bagas menahan tangan Olivia saat kelas sudah mulai sepi.

Olivia yang cukup heran berhenti dan menatap Bagas sambil mengerutkan ke dua alisnya.

"Lipp, tolong ajarin mat,ya?" tanya Bagas dengan suaranya yang agak kecil,

"hah? " Tanya Olivia karena suara Bagas yang begitu kecil. Padahal jika berbicara, bagaslah orang dengan suara yang paling besar di kelas ini.

"Tolong, ajarin, aku, mat. Nanti aku kasih tiket untuk nonton DBL basket ku. Mau? " ulang Bagas dengan suaranya yang normal.

"Hm... Yaudah, tapi aku ga bisa detail banget. " jawab Olivia sedikit terpaksa, "Lagian...tiket DBL untuk apa? " Tanya Olivia.

"Untuk nonton Bagas Dewantara yang bakal main basket saat kompetisi dong. " jawab Bagas menyilangkan ke dua tangannya di dada sambil tersenyum bangga.

Dangerous Man Fall In LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang