Sering kali, seseorang dapat lebih mengenal orang lain jauh lebih baik daripada mengenal dirinya sendiri. Bahkan,tak jarang kita terlalu berambisi untuk memberikan yang terbaik disaat orang lain belum tentu dapat memberikan hal yang serupa. Tanpa sadar, kita menjerumuskan diri pada jurang harapan yang kapan pun dapat membuat kita terperosok didalamnya. Ini bukan tentang siapa yang dapat memberikan banyak manfaat bagi orang lain, tapi ini tentang bagaimana diri yang mudah terlena atas pertahanan diri yang kurang.
Lantas, apakah kita sudah lebih memahami diri kita atau kita terlalu sering mengutamakan orang lain, sehingga kita menjadi lupa diri?
Pertanyaan seperti ini pasti sering muncul dalam benak kita 'Apa mereka akan melakukan hal yang serupa, jika hal yang menimpa mereka juga menimpa diriku?' terkadang, jika kita di pertemukan oleh model manusia yang sadar atau peka dengan lingkungan sekitar, ia akan datang. Walau itu hanya untuk sekedar menanyakan kabar. Jika sebaliknya, apa yang bisa kita harapkan?
Memahami diri disini, yaitu memahami batas ketidak mampuan diri dalam melakukan sesuatu, memahami mengenai emosi diri, memahami setiap kekurangan yang ada. Dan juga memahami arti hidup dalam diri.
Sering kali, kita lupa akan hal itu. Dan menyebabkan ketidak berdayaan diri yang terpampang nyata. Bahkan, untuk hal sepele seperti mengatakan kata tidak dalam menolak ajakan atau bentuk tawaran dari seseorang, kita malah enggan untuk mengatakan kata tidak dengan dalih bahwa merasa tidak enak menolak tawaran orang itu, padahal kita sendiri sebenarnya tidak ingin pergi. Hal ini menandakan bahwa kita kurang dalam memahami diri.
Yang paling tidak menyenangkan saat kita terbiasa untuk tidak menolak, orang akan menganggap kita sebagai orang yang mudah di doktrin atau diperintah. Rasanya pasti tidak menyenangkan, bukan?
Saya pernah berada pada posisi dimana saya tidak pernah menolak permohonan pertolongan yang seakan seperti sebuah perintah dari teman-teman saya. Walaupun sebenarnya mereka sering menganggap saya sebagai orang yang mudah untuk dimintai tolong hanya karena saya tidak pernah mengatakan kata tidak disetiap ajakan yang ada. Hal itu lah yang membuat saya sadar, ketika orang lain tidak memberikan feedback yang sama seperti apa yang telah saya berikan kepada mereka. Walaupun tidak seharusnya saya mengharapkan hal tersebut secara berlebihan, namun sebagai orang yang mempunyai perasaan itu adalah hal yang tidak menyenangkan.
Setelah saya tau bahawa itu juga merupakan bentuk closure, saya belajar untuk mengatakan kata tidak atas setiap tawaran dan juga ajakan itu. Bahkan, tak jarang saya memberikan begitu banyak alasan agar saya tidak mengikuti atau menerima tawaran ajakan tersebut. Lantas, apakah saya termasuk orang yang jahat?
Perlu digaris bawahi, menolak ajakan atau permintaan tolong seseorang yang sekiranya terlalu sering dan kita tidak mendapatkan feed back ataupun ketika berada dimasa sulit, mereka hanya melihat saja. Itu adalah pilihan. Egois sesekali juga diperlukan.
Di saat menolak, mungkin timbul rasa bersalah dan rasa lega secara bersamaan. Itu adalah bentuk dari memahami diri sendiri dalam arti yang sebenarnya. Memang, sebuah penolakan akan terasa menyakitkan bagi setiap orang, akan tetapi menjadi hal yang melegakan karena kita tidak terperangkap atas kehendak yang tidak kita inginkan.
Jika terbiasa menjadi orang yang selalu terperangkap di balik rasa tidak enakan , kamu akan selamanya menjadi manusia yang tidak memahami diri dan juga tunduk oleh perasaan itu. Pada nyatanya, mengatakan kata tidak malah memberikan nilai integritas dalam diri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Manusia Dan Dirinya
NonfiksiSudah sejauh mana menjadi seorang Manusia? Pertama kali merasakan hidup Pertama kali merasakan ujian hidup Pertama kali merasakan semua emosi semuanya masih menjadi yang pertama