Tiga

454 74 18
                                    

           

Siang itu aku mengantri di area kantin untuk mengambil jatah makan siangku. Aku sangat bersemangat mengingat makan siang kali ini adalah makanan kesukaanku; sandwich bacon dan sekotak yoghurt stroberi. Aku yakin kalian sependapat bahwa tak ada apapun di dunia ini yang dapat mengalahkan rasa sandwich bacon yang penuh minyak ketika kau menggigitnya. Membayangkannya saja mampu membuatku menelan air liur.

Ketika sudah mendapatkan apa yang ku inginkan, aku beranjak mencari tempat duduk yang jauh dari hiruk pikuk keramaian.

Dari kejauhan aku bisa melihat Lisa Green—sahabatku—melambaikan tangannya kearahku, lalu menunjuk ke arah tempat kosong di sebelahnya.

Aku menghampirinya dengan antusias, lalu meletakkan nampan besiku di sebelah nampannya.

"Aku benci makan siang kali ini," ucapnya, sambil menopang dagunya dengan kedua tangan di atas meja.

Lisa Green benci dengan lemak. Wajar saja, dia tak mau tubuh rampingnya hancur seketika hanya karena tiga iris bacon dan seiris tipis keju cheddar. Kalau aku jadi dia pun aku rela tidak makan selama setahun demi menjaga keindahan tubuhku.

Aku mengangkat kedua bahuku tak peduli, lalu menginggit sandwichku dengan gigitan besar.

Aku bisa melihat dari ekor mataku kalau Lisa sedang melihat kearahku dengan tatapan penuh keanehan. Aku memutar kepalaku kearahnya, memandangnya dengan alis terangkat.

"Pantas saja kau belum punya pacar," ucapnya meremehkan.

Aku membuka mulutku, hendak menyanggah perkataannya. Namun Ally—perempuan jahat dalam diriku—tampak berkacak pinggang di depan cermin sambil berkata, "lihatlah lipatan perutmu itu Alice. Bagaimana bisa laki-laki menyukaimu?"

Jadi aku hanya diam saja seakan-akan menyetujui ejekan Lisa.

"Oh iya!"pekik Lisa tiba tiba sambil memukul meja kantin dengan keras.

Semua mata memandang ke arah kami, dan aku hanya bisa tersenyum kikuk untuk menenangkan situasi.

"Kau tahu Brad Hammington 'kan?"

Aku mengangguk.

Brad Hammington, lelaki jangkung penuh tato yang sempat menjadi  tetanggaku walau hanya beberapa minggu. Aku tidak begitu yakin dengan alasannya pindah rumah. Namun dari rumor yang terdengar—lebih tepatnya gosip dari Ibu—Brad pindah karena Ayah dan Ibunya bercerai.

Bagaimana Lisa bisa mengenal Brad? Simple saja, Lisa juga tetanggaku. Dan itulah mengapa kami bisa berteman walau kami memiliki banyak perbedaan yang cukup signifikan. Mungkin kalau kami tidak mengenal satu sama lain sejak kecil, bisa jadi Lisa juga enggan berteman denganku.

"Nah, hari ini adalah hari ulang tahunnya. Dia mengundangku untuk hadir ke pestanya di sebuah pub terkenal di kawasan London.," ucap Lisa antusias.

Sebenarnya aku bisa saja merasa tersinggung karena Brad tidak mengundangku mengingat aku juga pernah menjadi tetangganya. Tapi aku memiliki hati yang cukup luas untuk menerima kenyataan kalau Brad tidak penah menganggapku.

Merasa ada yang tidak beres, aku bertanya lebih lanjut, "terus?"

Lisa menyengir kuda lalu menjawab, "kau mau 'kan pergi bersamaku?"

"Kau gila ya?"tanyaku menyadarkan.

Lisa tahu betul kalau aku sangat membenci keramaian. Tentu saja aku lebih memilih untuk mengasingkan diri di perpustakaan daripada harus berhadapan dengan orang-orang mabuk yang menari tanpa batas.

The Idiot / h.sTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang