Setelah pulang dari sekolahnya, Eun Jin tak bisa berhenti memikirkan soal tawaran yang disampaikan oleh Pak Kim. Ia merasa gelisah, karena sejujurnya Eun Jin sungguh ingin memiliki pekerjaan paruh waktu yang lebih baik, namun ia khawatir itu akan berpengaruh buruk terhadap waktu belajarnya.
Sebagai siswa yang mendapatkan sponsor beasiswa tentu saja Eun Jin harus mempertahankan peringkatnya di sekolah. Ia tak bisa bermalas-malasan seperti anak-anak lain pada umumnya.
"Permisi" suara berat tiba-tiba terdengar dan memecahkan lamunan Eun Jin.
"Ah, iya maaf. Ada yang bisa-" ucapannya terhenti dikala ia lihat sosok di depannya itu adalah teman sebangkunya sendiri, Jaeh Kyung.
Jaeh Kyung mengangkat satu alisnya keatas, seperti bertanya-tanya mengapa Eun Jin terlihat sangat terkejut melihatnya.
"Kau tak apa-apa?" Tanya Jaeh Kyung untuk memastikan bahwa gadis di depannya ini tidak sedang sakit.
Eun Jin kemudian menganggukkan kepalanya dengan cepat, dan menjawab "tentu saja, aku baik-baik saja"
"Omong-omong ada yang ingin aku bicarakan denganmu, apakah kau punya waktu?" Ujar Jaeh Kyung.
Eun Jin merasa ada yang aneh dengan Jaeh Kyung saat ini, tentu saja tidak ada hal yang perlu Jaeh Kyung bicarakan dengan Eun Jin. Namun gadis itu tetap mengiyakan ajakannya dan berbicara dengannya setelah menutup minimarket.
Kini mereka berdua duduk di taman bermain dekat dengan rumah Jaeh Kyung, yang tak jauh dari tempat Eun Jin bekerja.
"Kenapa kau memilih untuk berbicara disini? Kenapa tidak sekalian masuk ke dalam rumahku saja?" Ucap Jaeh Kyung dengan entengnya.
Eun Jin membuka matanya lebar dan sontak terkejut dengan apa yang baru saja pria didepannya itu katakan,
"K-kau? Apa-apaan ucapanmu itu, mana mungkin aku mau masuk ke dalam rumah orang asing" ucap Eun Jin."Omong-omong, apa sih yang mau kau bicarakan denganku? Orang kaya sepertimu apa kepentinganmu denganku?" Tambah Eun Jin dengan tatapan malas.
Yang pada awalnya berdiri di depan Eun Jin, Jaeh Kyung memutuskan untuk duduk disebelah gadis itu.
"Aku dengar kau ditawari Pak Kim untuk bekerja paruh waktu ya?" Tanya Jaeh Kyung.Eun Jin menoleh, menatap Jaeh Kyung dengan penasaran. Bagaimana dia bisa tau tentang hal ini, ini membuatnya sangat penasaran.
"Iya benar, bagaimana kau bisa tahu soal ini?"Jaeh Kyung tertawa tipis,
"Tentu saja aku tahu. Karena yang memberikanmu tawaran itu adalah ayahku"
"Saran dariku, kau tolak saja tawaran itu. Atau kau mungkin akan menyesal"Eun Jin semakin bingung dengan apa yang baru saja Jaeh Kyung katakan. Apa sebenarnya maksud dari perkataannya ini, Eun Jin menghela nafas berat.
"Aku sungguh tidak mengerti apa maksudmu, dan aku masih memikirkan soal tawaran itu. Entah akan aku tolak atau terima itu urusanku!"Jaeh Kyung mendekatkan wajahnya ke Eun Jin, kini mereka menjadi sangat dekat satu sama lain. Hingga mampu merasakan hangatnya hembusan nafas dari keduanya.
"Ternyata kekuranganmu itu tidak hanya, kau tidak bisa mengerjakan soal matematika ya? Tapi kau juga bodoh tidak bisa mengerti apa yang baru saja aku ucapkan" ujar Jaeh Kyung.
Eun Jin mendorong pundaknya, bermaksud untuk membuat jarak antara mereka berdua.
"Kim Jaeh Kyung! Kau gila ya! Kenapa tiba-tiba seperti dirimu ingin bertengkar denganku? Apa masalahmu sebenarnya!" Eun Jin yang sedikit tersinggung dengan ucapan Jaeh Kyung pun seketika menjadi emosional.Saat sedang kesal dengan Jaeh Kyung, tiba-tiba pria itu ambruk tepat didepannya. Eun Jin langsung bangun dari tempat duduknya dan menepuk-nepuk pipi Jaeh Kyung. Eun Jin merasa takut dan bingung harus berbuat apa.
Ditengah kepanikannya, Jaeh Kyung tiba-tiba bersuara. Ia berceloteh tidak jelas yang membuat Eun Jin dua kali lipat sangat kesal.
"Dasar Kim Jaeh Kyung b*jingan, ternyata kau mabuk ya?" Ia berdecak kesal tidak percaya,
"Sejak tadi aku hanya berbicara dengan orang yang sedang mabuk, wah kau ini benar-benar gila" ucapnya lalu meninggalkan Jaeh Kyung tergeletak disana.Vote, tbc.
KAMU SEDANG MEMBACA
One Day We Fall In Love
Teen FictionCerita ini bermula dari kehidupan seorang gadis yang berusaha untuk tetap bisa menjalani kehidupannya di Seoul. Jujur saja, hidup di kota besar sendirian itu memang bukanlah hal yang mudah untuknya, namun hebatnya tak ada kata menyerah dalam kamus L...