Patah

729 99 8
                                    


Aku tak jadi mati. Itu yang aku sadari saat membuka mata. Apa kata penulis novel tentang tokoh utama yang bangun dari koma dengan membuka mata perlahan. Itu tak berlaku bagiku. Aku langsung melotot, sampai Cheng Xiao yang duduk di sampingku melompat jauh. Mungkin dia kebanyakan nonton film horor.

Jelas aku masih hidup, dengan tubuh lengkap. Melihat secara sempurna, infus, selang oksigen, dan tirai putih rumah sakit. Aku juga bisa mendengar seperti biasa, suara mesin pembaca jantung, suara ibu yang berteriak memanggil dokter. Juga suara Cheng Xiao yang mengucapkan 'astaga' melihat mataku.

Aku bisa merasakan kepalaku, tanganku, perutku yang keroncongan  bibirku yang kering kerontang, juga wajahku yang berminyak. Aku hanya tak bisa merasakan sebelah kakiku. Iya, sebelah kakiku yang kiri yang kulihat disangga ke atas dan diperban dengan kain putih layaknya mummy.

"Aaaahhhhhhh!!!!!!!" Aku berteriak. Panik, karena mengira kakiku diamputasi dan aku lumpuh selamanya. Aku menangis seperti biasa, berderai-derai dipenuhi air mata. Cheng Xiao sampai kewalahan menenangkanku.

Dari arah pintu, kulihat ibu datang bersama dokter tua berkacamata yang botak kepalanya. Juga dua suster muda yang cantik dan mempesona.
Si dokter memeriksa denyut nadiku, mulutku, mataku, dadaku, terakhir kakiku.

"Apa kau bisa merasakannya?" Dokter mengetuk-ngetuk betisku pelan. Aku menggeleng, karena aku memang tak merasakan apa-apa.

"Kau tahu ini siapa?" Dokter menunjuk ibu yang berdiri di sampingnya.

"Ibuku."

Ibu tersenyum lega, dokter pun sama. Ia menarik ibu menjauh dua langkah dari tempat tidurku. Tapi aku masih bisa mendengar suara mereka.

"Kondisi tubuh dan organ vital anak anda, semua normal. Hanya kakinya yang patah dan butuh perawatan sekitar satu bulan."

Ibu mengangguk, "Tak apa, Dok! yang prnting anak saya selamat dan sehat." Itu jawaban ibuku, ia menitikkan air mata saat mengatakannya.

Aku merasa bersalah, telah membuat ibu menangis.

Aku mendengar dari Cheng Xiao kronologi kejadian yang menimpaku saat itu. Mobil itu menabrak kaki kiriku, aku terpelanting jatuh. Beruntung tubuhku tidak bersalto. Kecepatan mobil itu tidak terlalu tinggi, sehingga aku hanya mengalami patah kaki bukan amnesia seperti di drama indosiar.

Pengemudi mobil itu yang membawaku ke rumah sakit. Menurut Cheng Xiao, dia adalah pemuda paling tampan yang adikku lihat. Setelan yang berkalas, mata yang memukau dan suara yang memikat. Jelas itu bukan salah satu dari siswa yang aku kenal.
Aku bertanya-tanya dalam hati. Siapakah dia?

.
.
.

Sore ini, setelah lima hari perawatan. Aku meminta adikku membawaku jalan-jalan ke taman rumah sakit. Aku ingin menghirup udara segar, sudah lama aku mendekam di ruangan serba putih berbau obat. Aku pengap dan sesak.

Luhan baru saja pulang, ia datang bersama kekasihnya. Mereka menjadi semakin tak terpisahkan. Luhan berkata hasil ujian akan diumumkan dua minggu lagi. Seminggu setelahnya akan diadakan promnite di sekolah.

Aku tak begitu tertarik dengan acara itu. Ajang pembullian bagi yang cupu dan ajang pamer bagi yang mampu. Aku bersyukur kakiku masih akan pulih sebulan lagi. Aku jadi memiliki alasan untuk tak menghadiri acara itu. Aku juga berkecil hati, selain tahun ini. Tahun-tahun kemarin aku selalu datang bersama Luhan. Tak ada yang mengajakku berdansa bersama. Lebih sering aku terkucilkan di antara hingar bingar, atau dibulli di tengah keramaian. Aku tak ingin mengalami itu lagi. Luhan sudah bersama Sehun sekarang, siapa yang akan bersamaku nanti?

Dengan sebelah kaki yang patah, akan sangat sulit untuk mengikuti pesta dansa. Semua orang akan semakin membulliku, karena mereka menemukan alasan untuk mempermalukanku.

Payah. Aku tak bisa berbuat apa-apa kali ini. Bahkan Taehyung, penyebab semua ini yang menjadikanku pecundang tragis. Tak pernah menengokku sama sekali. Ia menghilang seperti jelangkung, tak ada jejak tak ada kata pamitan. Nomornya jarang aktif, dan ia tak pernah menghubungiku untuk sekedar bertanya bagaimana keadaanku.

Aku menyesal telah mengkhwatirkan Taehyung begitu banyak kemarin. Sementara orang yang aku khawatirkan berbalik membenciku, menghinaku, menjatuhkanku. Aku tak tahu lagi bagaimana harus mengucap kata sabar. Setiap kali mengingat dengan detail ucapan Taehyung padaku.

Aku mendengarkan 'Boy with luv' dari BTS di telingaku. Untuk meniadakan suara-suara keluhan di kepalaku. 'Dasar payah, cupu, bodoh' itu yang kepalaku katakan. Aku sempat kehilangan kepercayaan diri karenanya. Berkat ibu, sosok perempuan kuat yang selalu bersamaku, mencintaiku apa adanya. Akhirnya aku memiliki lagi kekuatan itu.

Di sinilah kami, di taman belakang rumah sakit yang ditutupi rumput hijau segar, yang didominasi lautan bunga dan tanaman. Seperti aku menemukan surga setelah terjebak di dalam neraka.

Cheng Xiao menghentikan langkahnya di bawah pohon yang rindang. "Kakak, tidak mau mencoba berlatih?" ucapnya sambil merentangkan tangan.

"Aku akan berdiri tiga meter dari Kakak, dan Kakak harus berjalan mengahampiriku!" lanjut Cheng Xiao sambil melangkah mundur dari tempatku.

"Ayo, Kak! Pesta dansa akan dimulai di sekolahmu, kau harus bisa berjalan dulu untuk sampai ke situ!"

Aku mengeluh, memiliki adik yang terlalu obsesif dan semangat. Apa dia tidak tahu, jika kakaknya ini memutuskan untuk tidak ikut terlibat dalam acara konyol tersebut? Satu-satunya yang aku inginkan hanyalah LULUS. Aku benar-benar tak peduli pada pesta dansa, dan lainnya.

Cheng Xiao berdiri di tempatnya, menyunggingkan senyum. Merentangkan tangan bersiap menyambutku, sementara aku tak berniat bergerak sedikitpun. Aku hanya menatapnya dari jauh, tak menggerakkan apa-apa, bahkan jemariku. Cheng Xiao terlihat cemberut menyadari aku tak meresponnya. Ia menginjak-injak tanah kesal. Saat itu, seseorang yang sangat ingin kutemui tapi juga sangat kubenci, melintas di belakangnya.

Aku menganga, ingin memanggilnya tapi mulutku lagi-lagi terkunci. Aku berdiri tanpa sadar, mengikuti keinginan alam bawah sadar untuk mengejarnya. Aku melangkahkan kaki seolah aku bisa berjalan seperti biasa, tapi ... bug ... Aku jatuh mencium rumput hijau yang setengah basah. Hanya selangkah, dan aku sudah gerah.

Cheng Xiao menghampiriku dengan wajah panik. Aku tak merasakan sakit, aku bahkan bangun lagi dan ingin berjalan seperti tadi mengejar seseorang yang kutemui. Tapi para perawat yang tidak tahu tujuanku. Berusaha mendudukkanku di kursi. Disertai wajah cemas Cheng Xiao yang mendorong kursiku kembali ke kamar.

"Tadi ...." Aku ingin mengatakannya pada Cheng Xiao tentang apa yang kulihat barusan. Saat aku ingin bicara, aku tahu ini bukan urusanku lagi. Biarlah orang itu dengan dunianya. Aku tak perlu mencampuri urusan orang, agar tak berakhir seperti ini lagi.

Taehyung mendorong kursi roda, yang diduduki seorang perempuan. Aku tak tahu siapa, tapi jelas dia berambut panjang berhidung mancung. Meski bersikeras tidak mencoba mencari tahu, tapi pertanyaan itu terus muncul di kepalaku.

Siapa wanita itu? Apa hubungannya dengan Kim Taehyung?



Ff ini bakal aku tamatin secepatnya. Jika udah 10k pembaca.

Yuk gasssss















Tbc

Bad Boy (Complete) ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang